Pemimpin yang Memiliki Keutamaan
Benny Susetyo ; Sekretaris Dewan
Nasional Setara Institute
|
MEDIA
INDONESIA, 11 September 2012
SEJAUH mana kita membayangkan kepemimpinan nasional beberapa tahun
mendatang? Hiruk pikuk politik nasional yang terjadi hari ini menjelang suksesi
2014 memberikan gambaran situasi yang masih buram. Itu sekaligus menunjukkan
masa depan kita sebagai bangsa masih berada dalam tanda tanya besar.
Dalam rilis survei nasional 2012 oleh Charta Politika dapat
diketahui tingkat kepuasan masyarakat (approval
rating) kepada pemerintah berada di bawah ambang psikologis. Lebih dari 50%
responden mengaku tidak puas dengan kinerja pemerintah, sesuatu yang sangat
mengecewakan.
Isu ekonomi menjadi isu utama yang memengaruhi tingkat evaluasi
masyarakat terhadap kinerja pemerintahan. Masyarakat secara sadar memberi
hukuman kepada pemerintah akibat kebijakan ekonomi yang semakin memberatkan
kehidupan rakyat. Selain isu ekonomi, persepsi publik negatif terhadap kinerja
menteri (dari) parpol.
Itu memengaruhi rendahnya kepuasan publik terhadap kinerja
pemerintah. Dewasa ini tampaknya faktor personal
branding jauh lebih berpengaruh daripada institutional branding dalam memengaruhi pilihan. Temuan survei
tersebut menunjukkan terjadinya stagnasi pemilih. Survei tersebut mencerminkan
harapan masyarakat terhadap partai politik untuk mengadakan perubahan mendasar
bila tetap ingin dipilih. Kesadaran rakyat semakin tinggi untuk menentukan
pilihan mereka.
Berpolitik sebagai Panggilan
Berpolitik sejatinya merupakan panggilan untuk menyejahterakan
masyarakat.
Namun, partai politik kita justru gagal menciptakan situasi kondusif untuk kesejahteraan rakyat. Partai politik gagal menata keadaban politik mereka dan memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat. Kini saatnya partai melakukan perubahan mendasar dalam diri mereka agar ia kembali diterima. Partai politik diharapkan lebih aktif untuk mencari figur pemimpin yang memiliki keutamaan.
Namun, partai politik kita justru gagal menciptakan situasi kondusif untuk kesejahteraan rakyat. Partai politik gagal menata keadaban politik mereka dan memberikan pelayanan terbaik untuk rakyat. Kini saatnya partai melakukan perubahan mendasar dalam diri mereka agar ia kembali diterima. Partai politik diharapkan lebih aktif untuk mencari figur pemimpin yang memiliki keutamaan.
Pemimpin yang memiliki keutamaan akan melayani rakyatnya karena
itu merupakan panggilan nurani. Kita membutuhkan pemimpin yang tulus mengabdi
untuk kesejahteraan bangsa ini. Pemimpin yang betul-betul memperhatikan nasib
masa depan bangsa, bukan nasib dirinya sendiri. Ketulusan menjadi dasar
seseorang untuk mengantarkan bangsa ini kepada masa depan yang dicitakan.
Sikap tulus itu tentu harus disertai dengan kecerdasan dalam
mengoordinasikan tujuan dan target yang ingin dicapai. Tujuan yang ingin
dicapai harus membebaskan masyarakat dari politik adu domba yang kerap dipicu
perilaku politik-kekuasaan. Justru negara seharusnya memfasilitasi pertumbuhan
nilai-nilai kemanusiaan yang tecermin dalam peradaban para aparaturnya.
Aparatur yang beradab selalu mengutamakan tertib sosial dan hukum. Setiap
pemimpin yang terpilih selalu dicita-citakan sebagai pemimpin bangsa masa
depan.
Karena itu, mereka harus berani menegakkan keadilan tanpa
melupakan kebenaran.
Kebenaran tanpa keadilan tidak akan menciptakan tata dunia
baru. Tata dunia baru tercipta bila hukum memiliki kedaulatan di atas
kepentingan politik. Politik harus tunduk pada moralitas.
Itulah zaman yang diharapkan, dengan lembaran baru tercipta demi
terwujudnya cita-cita para pendiri bangsa ini.
Amanat Penderitaan Rakyat
Para pemimpin terpilih seharusnya kembali mengingat untuk apa
mereka memimpin. Tentu bukan untuk hura-hura karena merasa telah memenangi
kompetisi demokrasi, melainkan justru untuk sebuah agenda yang sangat berat.
Rasa bersyukur yang berlebihan bukan sesutu yang elok dipandang.
Menjadi pemimpin bukanlah sebuah hadiah, melainkan amanat penderitaan rakyat. Tentu
mereka harus kembali mengingat etika dan tujuan berpolitik.
Berpolitik harus menjelma menjadi tindakan untuk melayani
masyarakat. Orang yang terlibat dalam politik harus mengacu ke moralitas
kemanusiaan dan keadilan. Politik dan pemerintahan harus menjadikan nilai
moralitas publik sebagai acuan. Pemimpin sejati seharusnya meninggalkan
keinginan dan nafsu kekuasaan politik sebagai sandaran hidup untuk memperoleh
kekayaan. Bila demikian, politik hanya akan menjadi arena investasi belaka:
mengeluarkan berapa dan apa lalu mendapatkan berapa dan apa.
Politik kekuasaan adalah amanat penderitaan rakyat. Pertanyaan
buat para pemimpin terpilih ialah bagaimana kita menyikapi kondisi kritis
bangsa kita saat ini. Komitmen berbangsa yang dimanifestasikan dalam bentuk
kerelaan berkorban secara sungguh-sungguh merupakan salah satu langkah yang
mengantarkan bangsa ini mencapai perubahan masa mendatang.
Mengapa tidak belajar dari para pendiri negara ini dalam kentalnya
komitmen mereka terhadap pengorbanan lahirbatin akan nasib bangsa. Setiap
langkah yang mereka lakukan selalu diarahkan kepada upaya bagaimana rakyat hari
ini lebih baik daripada kemarin, esok lebih baik daripada hari ini. Hal itu
hanya bisa dilakukan bila pemimpin baru sungguh-sungguh berpihak kepada rakyat
jelata, rakyat miskin, kaum penganggur. Mereka semua penghuni mayoritas bangsa
yang disebut Indonesia ini.
Kedaulatan Rakyat
Kedaulatan rakyat seharusnya menjadi prioritas utama dalam
kebijakan dan visi mereka ke depan. Jika dilihat dari apa yang terjadi selama
ini, kita belum menemukan calon pemimpin yang serius memperhatikan kedaulatan
rakyat itu. Calon pemimpin bangsa hanya memandang dari cakrawala sempit yang
hanya mementingkan golongan dan partainya sendiri. Perlu cara pandang baru bagi
calon pemimpin bangsa bahwa dengan kekuatan atau figur semata, krisis bangsa
ini tidak terselesaikan. Bahwa hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri dan
menegasikan kekuatan lainnya, bangsa ini akan semakin terjerumus ke jurang yang
curam.
Bangsa ini tidak membutuhkan sosok pemimpin yang kuat, tetapi
pemimpin yang memiliki orientasi yang jelas, berpihak kepada rakyat dan bukan
kepada pemilik modal. Pertumbuhan ekonomi bukan satu-satunya ukuran sukses
pemerintahan.
Ukuran utamanya ialah berkurangnya jumlah orang miskin,
berkurangnya pengangguran, berkurangnya kebodohan, berkurangnya kerusakan
lingkungan hidup, berkurangnya jumlah korupsi, berkurangnya pelanggaran HAM dan
kekerasan dalam jumlah yang signifikan. Itu merupakan syaratsyarat kontrak
moral terhadap siapa pun yang berani mencalonkan dirinya sebagai pemimpin
bangsa.
Siapa pun sosoknya tidak begitu penting. Yang dipentingkan ialah
apakah mereka benar-benar memiliki keutamaan itu. Keutamaan seorang pemimpin
dinilai dari catatan moral dan pengabdian kepada bangsa yang pernah dibuatnya.
Amat penting melihat kesungguhan orang yang akan menjalankan sebuah roda
pemerintahan. Keutamaan seorang pemimpin dinilai dari catatan moral dan
pengabdian kepada bangsa yang pernah dibuatnya. Amat penting melihat
kesungguhan orang yang akan menjalankan sebuah roda pemerintahan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar