Selasa, 25 September 2012

Tirulah Gubernur Gary Herbert


Tirulah Gubernur Gary Herbert
Zaim Saidi ;  Pengamat Kebijakan Publik, Pengguna Dinar dan Dirham
REPUBLIKA, 24 September 2012


Kemenangan Jokowi Ahok sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta merupakan wujud keinginan warga Jakarta akan perubahan. Rasa frustasi karena kesemrawutan di Jakarta parah dalam memberi andil kekalahan FokeNara. Maka, meski tidak didukung oleh mayoritas partai politik, yang tak lagi dipercaya masyarakat itu, Jokowi-Ahok tetap terpilih. Harapan besar kini diletakkan di pundak tokoh populer dari Solo ini. Mampukah Jokowi memenuhi janji kampanyenya dan menuntaskan persoalan Jakarta?

Karakter dan kemampuan Jokowi boleh jadi modal utamanya untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pengalamannya membenahi Solo jadi rujukan. Tetapi, ada sejumlah faktor yang akan membuatnya sulit bergerak, yaitu politisi, birokrasi, dan korporasi. Ketiganya merupakan kesatuan sistem yang akan memenjara bukan cuma Jokowi, tapi semua pemimpin yang terpilih secara demokratis.

Keluar dari Sistem
Pemahaman mendasar itulah yang perlu dimiliki oleh Jokowi dan seluruh masyarakat. Segala keruwetan kasatmata, seperti macet, banjir, kemiskinan, rusaknya tata ruang, mahalnya pendidikan dan kesehatan, dan segala persoalan yang mengikutinya, hanyalah symptom dari akar masalah yang sangat mendasar. Yaitu, kanker ekonomi yang merupakan produk dari sistem itu sendiri, yakni kapitalisme, yang dilandasi oleh sistem finansial berbasis kredit berbunga.

Agar bertahan hidup, sistem ini memaksa penggelembungan, ibarat kanker liar yang merambat dan menggerogoti seluruh tubuh masyarakat. Kebijakan negara telah menjadi jaminannya. Birokrasi dan politisi adalah pelindungnya. Masyarakat korbannya.

Berapa banyak sudah gubernur di DKI, termasuk sosok kuat, seperti Bang Ali Sadikin, bukan saja gagal membenahi Jakarta, tapi selalu mewariskan keadaan yang lebih buruk dan parah dari sebelumnya? Tentu ada hal sangat mendasar yang harus dirombak dan tak cukup hanya diubah.

Pemimpin sejati yang betul-betul ingin melindungi kepentingan masyarakat harus mampu berpikir dan bertindak ke luar system meski ia berada di dalamnya. Jalan ini bukan saja tersedia, tapi juga telah diterapkan, paling tidak oleh dua pemimpin di dunia yang seperti Pak Jokowi. Yang pertama, Gubernur Gary R Herbert dari Negara Bagian Utah, Amerika Serikat. Yang kedua, Menteri Besar Nik Abdul Aziz dari Negara Bagian Kelantan, Malaysia.

Gary Herbert mewakili negara bagian superkapitalis dan demokratis di Barat (Utah, AS) memiliki landasan sangat sekuler-rasional, sedngkan Nik Abdul Aziz dari negara bagian yang dikuasai partai Islam di Timur (Kelantan, Malaysia) memiliki landasan sangat ideologis. Dari sisi ini keduanya ibarat air dan minyak, tidak dapat dipertemukan. Tetapi, keduanya mampu melihat akar masalah dan bertindak dalam jalan serupa. Ini mengindikasikan validitas pilihan mereka, keluar dari sistem yang tak lain adalah sumber masalah itu sendiri.

Ekonomi Riil
Dua gubernur yang tak saling kenal, tak pernah bertemu, bahkan sekadar berkomunikasi itu, telah memilih jalan serupa yang tidak lazim saat ini, kembali kepada model ekonomi riil yang sejati. Keduanya kembali memberlakukan koin emas dan koin perak sebagai alat tukar dalam perekonomian.

Gubernur Gary Herbert, sekitar enam bulan lalu menandatangani Bill 157 yang diajukan oleh senator Partai Republik, Brad J Galvez. Setahun sebelumnya, dia mengesahkan koin emas dan koin perak sebagai mata uang di Utah. Tindakan ini mendorong 12 gubernur lain di AS untuk mengikuti langkahnya. Sementara, pemerintah federal terus dirundung persoalan.

Adapun Nik Abdul Azis telah melangkah lebih jauh. Selain merestui pen cetakan dan pengedaran koin emas dan pe rak Kelantan, ia menawarkan penggajian pegawai negeri Kelantan (sampai 25 persen) dalam koin (dinar) emas atau (dirham) perak. Sejumlah badan usaha daerah yang melayani masyarakat, seperti PDAM, telekomunikasi, dan listrik, menerima pembayaran dengan kedua nya. Dan, sebagai pemimpin negara bagian yang diperintah oleh Partai Islam (PAS), Nik Abdul Aziz menarik dan mem bagikan zakat dalam dinar dan dirham.

Secara operasional, tentu kebijakan kedua tokoh ini banyak beda. Tapi, secara mendasar, keduanya sama, hendak keluar dari kanker kapitalisme yang perlahan tapi pasti membunuh kehidupan masyarakat. Keduanya bermata hati bening hingga dapat melihat akar persoalan yang orang lain tidak melihatnya. Keduanya memahami bahwa sistem kehidupan yang didasarkan pada kapitalisme bukan saja terus merongrong masyarakat, tetapi juga tengah meruntuhkan dirinya sendiri.

Penting dipahami bahwa jalan di luar sistem ini hampir mustahil dilakukan oleh para presiden dan perdana menteri, entah itu Barrack Obama atau Mahathir Mohammad, juga Susilo Bam bang Yudhoyono, karena cengkeraman sistem.

Tapi, para gubernur, seperti dibuktikan oleh Gary Herbert dan Nik Abdul Aziz, tentunya juga oleh Jokowi, akan mampu mengatasinya. Sambil jalan, tentu saja, berbagai masalah simtomatik di atas terus dibenahi.

Ukirlah sejarah penting ini, Pak Jokowi. Tirulah Gary Herbert dan Nik Abdul Azis. Rakyat banyak pasti mendukungmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar