Strategi
Marketing Jokowi-Ahok
Safaruddin Husada ; Praktisi Komunikasi Pemasaran,
Pengajar pada Fikom Universitas
Budi Luhur, Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 22 September 2012
HITUNG
cepat Indo Barometer bekerja sama dengan Metro TV menunjukkan pasangan Joko
Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) mengungguli pasangan Fauzi
Bowo-Nachrowi Ramli (FokeNara) dengan angka 54,11% berbanding 45,89%. Hasil
hitung cepat lembaga lain pun menunjukkan hasil yang relatif sama. Hampir dapat
dipastikan hasil itu akan sama dengan hasil penghitungan resmi KPU DKI Jakarta
yang akan diumumkan pada 3 Oktober 2012. “Inilah kejutan yang kami janjikan
kepada warga Jakarta terbukti sudah, yakni kemenangan ini,“ ucap Jokowi sesaat
setelah memperoleh ucapan selamat dari Fauzi Bowo. “Saya optimistis saja untuk
20 September,“ kata Sujiatmi, ibunda Jokowi yang setia menemani putranya
berkampanye, mengungkapkan dirinya merasakan firasat baik.
Firasat
sang ibu boleh jadi benar. Namun lebih dari itu, prediksi kemenangan
JokowiBasuki dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) DKI tahun ini
bukanlah tanpa dasar atau firasat belaka. Respons positif terhadap Jokowi-Basuki
yang muncul sejak putaran pertama, antara lain karena pasangan Jokowi-Basuki
mengusung tema kampanye yang sederhana serta menyentuh piece of life atau hajat
hidup dasar masyarakat Jakarta pada umumnya.
Pengakuan
dan dukungan kepadanya terbangun paralel bersama keteguhannya fokus pada tugas pokok
pemerintah memberikan pelayanan kepada publik, seperti yang dia demonstrasikan
selama memimpin Surakarta. Konsistensinya pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat
banyak dapat anugerah dan mengantarkannya meraih penghargaan
nasional-internasional.
Bila
ditinjau dari disiplin ilmu marketing
(pemasaran), keberhasilan Jokowi-Basuki di putaran pertama merupakan sebuah
fenomena langka. Mengapa? Kampanye yang diterapkannya lebih ke strategi
marketing jangka panjang, tapi memberikan hasil yang sangat cepat berupa
respons pemilih yang signifikan. Dalam kampanyenya, berbeda dengan yang lain,
Jokowi-Basuki minim sekali menggunakan spanduk, baliho, dan media luar ruang
lainnya. Mereka justru memilih turun dan beraudiensi langsung dengan
masyarakat. Strategi itu ternyata sangat mengena karena bicara apa adanya,
mendengarkan aspirasi masyarakat sehingga simpati yang muncul pun sangat tulus.
Orientasi pada Selling
Inilah
masalah yang sering kali muncul dalam pemilu kada atau kampanye politik
lainnya. Sangat disayangkan bahwa hampir semua partai politik (parpol) dan
politikus di negeri kita selalu berorientasi pada selling (penjualan), bukan
marketing, branding. Mari sejenak kita telaah beda selling dan marketing.
Seorang pakar pemasaran mengatakan, “Good
selling brings in today's business but does not take care of tomorr row.
Tomorrow's sales require e effective marketing.“ Begitu pun, good marketing needs to be executed
effectively in the marketplace by sales. Otherwhise, it is just empty planning.
Apa
yang dilakukan Jokowi-Basuki yang melejit dalam pemilu kada DKI Jakarta kali
ini jelas karena sejalannya upaya pemasaran dan penjualan. Investasi marketing dan personal branding mereka tanamkan sejak memimpin Surakarta dan
Bangka Belitung seperti yang ada dalam rekam jejak mereka. Selling penting karena perlu hasil nyata saat ini, karena upaya
pemasaran jangka panjang tanpa eksekusi yang prima menjadi rencana kosong
belaka. Di sini ditunjukkan bahwa upaya pelayanan masyarakat yang dilakukan
Jokowi sejak memimpin Surakarta tidak hanya menyentuh aspek dasar hajat hidup
orang banyak.
Namun, pada saat yang sama Jokowi intens mengomunikasikannya kepada publik
setiap kemajuannya. Itu menjadi upaya marketing/branding
yang sangat efektif.
Lain
halnya dengan Foke-Nara. Sebagai gubernur yang masih menjabat, Foke sebenarnya
bisa jauh lebih berhasil menerapkan strategi marketing. Sayangnya perkembangan
isu-isu mendasar seperti masalah kemacetan, kebanjiran, ekonomi, dan
kesejahteraan rakyat serta penerapan good corporate government yang sudah
ditangani tidak dikomunikasikan terus-menerus kepada publik.
Padahal,
komunikasi pemasaran itu perlu dilakukan karena ia akan sangat membantu untuk
membangun pertimbangan publik dan konstituen untuk memilih--atau kalau dalam
bahasa bisnis, marketing dan komunikasi akan help build purchase consideration.
Dengan demikian, terkesan, selama Foke menjabat, tidak pernah terlihat
perubahan atau perbaikan signifikan yang dirasakan masyarakat.
Akibatnya,
seharusnya Foke pada pemilu kada kali ini tinggal menikmati hasil `penjualan'
berupa suara sebagai dampak strategi pemasaran sebelumnya, tetapi ternyata sama
sekali tidak mendapatkan hasil tersebut. Foke bahkan terkesan panik karena
tiba-tiba Jokowi-Basuki yang istilahnya baru masuk Jakarta langsung merebut
simpati masyarakat. Itulah betapa pentingnya kita menggarap strategi marketing dan selling secara bersama-sama dan berkesinambungan.
Jokowi
sendiri menilai sebenarnya Foke bisa unggul dalam pemilu kada kali ini mencapai
91%, jika saja sudah memulai program pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis
kepada masyarakat tidak mampu sejak lima tahun lalu. Tepatnya saat pertama kali
ia menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2007.
Marketing Parpol dan Politikus
Sudah
saatnya, semua parpol dan politikus menerapkan good marketing dalam kampanye publik mereka. Langkah awal yang bisa
dilakukan parpol dan politikus ialah dengan menganalisis berbagai aspek yang
menjadi piece of life mayoritas
bangsa Indonesia. Semua itu harus dibungkus sebagai strategi jangka panjang, misalnya
program lima tahunan parpol dan politikus yang diusungnya.
Kelak akan terbentuk political party
branding dan personal branding
yang realistis, yakni menjadi parpol dan politikus yang peduli masa depan
publik dan bangsa Indonesia yang pada akhirnya akan memperoleh dukungan yang
baik dari konstituen. Parpol dan politikusnya melakukan kampanye publik yang
tulus (sincere) dan autentik (genuine). Dukungan dari konstituennya
pun akan selaras pula.
Chsristovita
Wiloto dalam bukunya, Behind Indonesia's
Headlines mengatakan dalam kampanye komunikasi harus dibedakan betul antara
membangun reputasi dan trust
(kepercayaan). Reputasi biasanya berorientasi jangka pendek, sedangkan trust
berdimensi jangka panjang. Reputasi hanya akan menciptakan fan, penggemar, sedangkan trust
membuahkan sahabat sejati.
Masih
banyak sekali piece of life sebagian
besar bangsa Indonesia yang bila disentuh dengan tepat akan membuahkan dukungan
sahabat sejati dan empati dari pendukung. Sebut saja masalah pendidikan,
bencana alam, kesehatan, kelestarian alam/hutan, dan gaya hidup hijau. Untuk
jangka panjang hal-hal tersebut akan tetap menjadi perhatian besar dari
mayoritas bangsa Indonesia yang menjadi `pasar' bagi parpol dan politikus yang
mau membangun personal brand-nya. Maka pada aspekaspek tersebut sangat mungkin
dilakukan kampanye good marketing
bagi parpol dan politikus.
Kini
menjadi tugas para ideolog partai untuk mulai memasukkan good marketing campaign
dalam strategi jangka panjang pengembangan partai. Mari amati secara saksama apa
yang menjadi piece of life atau long standing basic issues yang ada di
tengah ma syarakat. Lantas secara jujur dan tulus diangkat sebagai tema
kampanye parpol dalam jangka panjang. Dapat dipastikan kelak parpol akan dapat
`penjualan' dan `profit' yang baik karena kampanye marketing yang baik. Ingatlah bahwa marketing adalah upaya
terus-menerus untuk memikat pelanggan (konstituen) untuk, pertama, membeli
produk kita, kedua, memastikan mereka puas dengan produk yang dibeli, dan
ketiga, mengedukasi mereka agar kembali membeli produk kita.
Kalau
good marketing itu diterapkan dengan
konsisten, partai politik dan politikus tak perlu jatuh bangun berupaya merebut
pelanggan atau konstituen. Ketika awal menjabat, segera realisasikan
janji-janji kampanye dan komunikasikan terus kemajuannya kepada publik. Karena
dengan komunikasi, marketing yang
konsisten, kita akan mendapatkan semuanya, yakni mulai pelanggan (konstituen),
dukungan, serta mempertahankan pertumbuhannya di masa depan. Jika mengambil
analogi perusahaan, bila dia ingin mempertahankan pertumbuhan laba dalam jangka
panjang, upaya marketing yang
konsisten merupakan sebuah keharusan.
Begitu pun partai politik dan politikus,
apabila strategi kampanyenya selalu sejalan antara selling dan marketing,
secara jangka panjang mereka pun akan mampu mempertahankan pertumbuhan `laba'
yang konsisten, yakni meningkatkan dukungan, empati dan simpati, serta meraih
kepercayaan dari publik. Ini sah adanya karena `laba'-nya diperoleh dengan
rasional dan persuasif. Dalam negara demokrasi, kita tidak boleh alergi
terhadap partai, kita tetap membutuhkan partai yang sehat, sincere, dan genuine
untuk masa depan bangsa Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar