Senin, 24 September 2012

Strategi Marketing Jokowi-Ahok


Strategi Marketing Jokowi-Ahok
Safaruddin Husada ;  Praktisi Komunikasi Pemasaran,
Pengajar pada Fikom Universitas Budi Luhur, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 22 September 2012


HITUNG cepat Indo Barometer bekerja sama dengan Metro TV menunjukkan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) mengungguli pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (FokeNara) dengan angka 54,11% berbanding 45,89%. Hasil hitung cepat lembaga lain pun menunjukkan hasil yang relatif sama. Hampir dapat dipastikan hasil itu akan sama dengan hasil penghitungan resmi KPU DKI Jakarta yang akan diumumkan pada 3 Oktober 2012. “Inilah kejutan yang kami janjikan kepada warga Jakarta terbukti sudah, yakni kemenangan ini,“ ucap Jokowi sesaat setelah memperoleh ucapan selamat dari Fauzi Bowo. “Saya optimistis saja untuk 20 September,“ kata Sujiatmi, ibunda Jokowi yang setia menemani putranya berkampanye, mengungkapkan dirinya merasakan firasat baik.

Firasat sang ibu boleh jadi benar. Namun lebih dari itu, prediksi kemenangan JokowiBasuki dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) DKI tahun ini bukanlah tanpa dasar atau firasat belaka. Respons positif terhadap Jokowi-Basuki yang muncul sejak putaran pertama, antara lain karena pasangan Jokowi-Basuki mengusung tema kampanye yang sederhana serta menyentuh piece of life atau hajat hidup dasar masyarakat Jakarta pada umumnya.

Pengakuan dan dukungan kepadanya terbangun paralel bersama keteguhannya fokus pada tugas pokok pemerintah memberikan pelayanan kepada publik, seperti yang dia demonstrasikan selama memimpin Surakarta. Konsistensinya pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat banyak dapat anugerah dan mengantarkannya meraih penghargaan nasional-internasional.

Bila ditinjau dari disiplin ilmu marketing (pemasaran), keberhasilan Jokowi-Basuki di putaran pertama merupakan sebuah fenomena langka. Mengapa? Kampanye yang diterapkannya lebih ke strategi marketing jangka panjang, tapi memberikan hasil yang sangat cepat berupa respons pemilih yang signifikan. Dalam kampanyenya, berbeda dengan yang lain, Jokowi-Basuki minim sekali menggunakan spanduk, baliho, dan media luar ruang lainnya. Mereka justru memilih turun dan beraudiensi langsung dengan masyarakat. Strategi itu ternyata sangat mengena karena bicara apa adanya, mendengarkan aspirasi masyarakat sehingga simpati yang muncul pun sangat tulus.

Orientasi pada Selling
Inilah masalah yang sering kali muncul dalam pemilu kada atau kampanye politik lainnya. Sangat disayangkan bahwa hampir semua partai politik (parpol) dan politikus di negeri kita selalu berorientasi pada selling (penjualan), bukan marketing, branding. Mari sejenak kita telaah beda selling dan marketing. Seorang pakar pemasaran mengatakan, “Good selling brings in today's business but does not take care of tomorr row. Tomorrow's sales require e effective marketing.“ Begitu pun, good marketing needs to be executed effectively in the marketplace by sales. Otherwhise, it is just empty planning.

Apa yang dilakukan Jokowi-Basuki yang melejit dalam pemilu kada DKI Jakarta kali ini jelas karena sejalannya upaya pemasaran dan penjualan. Investasi marketing dan personal branding mereka tanamkan sejak memimpin Surakarta dan Bangka Belitung seperti yang ada dalam rekam jejak mereka. Selling penting karena perlu hasil nyata saat ini, karena upaya pemasaran jangka panjang tanpa eksekusi yang prima menjadi rencana kosong belaka. Di sini ditunjukkan bahwa upaya pelayanan masyarakat yang dilakukan Jokowi sejak memimpin Surakarta tidak hanya menyentuh aspek dasar hajat hidup orang banyak.
 
Namun, pada saat yang sama Jokowi intens mengomunikasikannya kepada publik setiap kemajuannya. Itu menjadi upaya marketing/branding yang sangat efektif.

Lain halnya dengan Foke-Nara. Sebagai gubernur yang masih menjabat, Foke sebenarnya bisa jauh lebih berhasil menerapkan strategi marketing. Sayangnya perkembangan isu-isu mendasar seperti masalah kemacetan, kebanjiran, ekonomi, dan kesejahteraan rakyat serta penerapan good corporate government yang sudah ditangani tidak dikomunikasikan terus-menerus kepada publik.

Padahal, komunikasi pemasaran itu perlu dilakukan karena ia akan sangat membantu untuk membangun pertimbangan publik dan konstituen untuk memilih--atau kalau dalam bahasa bisnis, marketing dan komunikasi akan help build purchase consideration. Dengan demikian, terkesan, selama Foke menjabat, tidak pernah terlihat perubahan atau perbaikan signifikan yang dirasakan masyarakat.

Akibatnya, seharusnya Foke pada pemilu kada kali ini tinggal menikmati hasil `penjualan' berupa suara sebagai dampak strategi pemasaran sebelumnya, tetapi ternyata sama sekali tidak mendapatkan hasil tersebut. Foke bahkan terkesan panik karena tiba-tiba Jokowi-Basuki yang istilahnya baru masuk Jakarta langsung merebut simpati masyarakat. Itulah betapa pentingnya kita menggarap strategi marketing dan selling secara bersama-sama dan berkesinambungan.

Jokowi sendiri menilai sebenarnya Foke bisa unggul dalam pemilu kada kali ini mencapai 91%, jika saja sudah memulai program pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis kepada masyarakat tidak mampu sejak lima tahun lalu. Tepatnya saat pertama kali ia menjabat Gubernur DKI Jakarta pada 2007.

Marketing Parpol dan Politikus
Sudah saatnya, semua parpol dan politikus menerapkan good marketing dalam kampanye publik mereka. Langkah awal yang bisa dilakukan parpol dan politikus ialah dengan menganalisis berbagai aspek yang menjadi piece of life mayoritas bangsa Indonesia. Semua itu harus dibungkus sebagai strategi jangka panjang, misalnya program lima tahunan parpol dan politikus yang diusungnya.
 
Kelak akan terbentuk political party branding dan personal branding yang realistis, yakni menjadi parpol dan politikus yang peduli masa depan publik dan bangsa Indonesia yang pada akhirnya akan memperoleh dukungan yang baik dari konstituen. Parpol dan politikusnya melakukan kampanye publik yang tulus (sincere) dan autentik (genuine). Dukungan dari konstituennya pun akan selaras pula.

Chsristovita Wiloto dalam bukunya, Behind Indonesia's Headlines mengatakan dalam kampanye komunikasi harus dibedakan betul antara membangun reputasi dan trust (kepercayaan). Reputasi biasanya berorientasi jangka pendek, sedangkan trust berdimensi jangka panjang. Reputasi hanya akan menciptakan fan, penggemar, sedangkan trust membuahkan sahabat sejati.

Masih banyak sekali piece of life sebagian besar bangsa Indonesia yang bila disentuh dengan tepat akan membuahkan dukungan sahabat sejati dan empati dari pendukung. Sebut saja masalah pendidikan, bencana alam, kesehatan, kelestarian alam/hutan, dan gaya hidup hijau. Untuk jangka panjang hal-hal tersebut akan tetap menjadi perhatian besar dari mayoritas bangsa Indonesia yang menjadi `pasar' bagi parpol dan politikus yang mau membangun personal brand-nya. Maka pada aspekaspek tersebut sangat mungkin dilakukan kampanye good marketing bagi parpol dan politikus.

Kini menjadi tugas para ideolog partai untuk mulai memasukkan good marketing campaign dalam strategi jangka panjang pengembangan partai. Mari amati secara saksama apa yang menjadi piece of life atau long standing basic issues yang ada di tengah ma syarakat. Lantas secara jujur dan tulus diangkat sebagai tema kampanye parpol dalam jangka panjang. Dapat dipastikan kelak parpol akan dapat `penjualan' dan `profit' yang baik karena kampanye marketing yang baik. Ingatlah bahwa marketing adalah upaya terus-menerus untuk memikat pelanggan (konstituen) untuk, pertama, membeli produk kita, kedua, memastikan mereka puas dengan produk yang dibeli, dan ketiga, mengedukasi mereka agar kembali membeli produk kita.

Kalau good marketing itu diterapkan dengan konsisten, partai politik dan politikus tak perlu jatuh bangun berupaya merebut pelanggan atau konstituen. Ketika awal menjabat, segera realisasikan janji-janji kampanye dan komunikasikan terus kemajuannya kepada publik. Karena dengan komunikasi, marketing yang konsisten, kita akan mendapatkan semuanya, yakni mulai pelanggan (konstituen), dukungan, serta mempertahankan pertumbuhannya di masa depan. Jika mengambil analogi perusahaan, bila dia ingin mempertahankan pertumbuhan laba dalam jangka panjang, upaya marketing yang konsisten merupakan sebuah keharusan.

Begitu pun partai politik dan politikus, apabila strategi kampanyenya selalu sejalan antara selling dan marketing, secara jangka panjang mereka pun akan mampu mempertahankan pertumbuhan `laba' yang konsisten, yakni meningkatkan dukungan, empati dan simpati, serta meraih kepercayaan dari publik. Ini sah adanya karena `laba'-nya diperoleh dengan rasional dan persuasif. Dalam negara demokrasi, kita tidak boleh alergi terhadap partai, kita tetap membutuhkan partai yang sehat, sincere, dan genuine untuk masa depan bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar