Introspeksi
Integritas Pemerintahan
M Mas’ud Said ; Guru Besar UMM,
Asisten
Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah
|
JAWA
POS, 24 September 2012
FREEDOM House (FH), sebuah lembaga non pemerintah yang berbasis di Amerika
Serikat, melakukan penelitian dan mengumumkan hasilnya kepada publik diwebsite-nya
Senin lalu. Disebutkan, skor nilai demokrasi Indonesia kembali memburuk di
antara 35 negara penting di dunia yang mereka teliti. Indonesia dimasukkan
sebagai negara yang tengah berada di persimpangan jalan atau a country at the crossroads 2012. (Perincian datanya baca laporan
Akuntabilitas di koran ini, Minggu kemarin).
FH melihat bahwa beberapa aspek penguatan demokrasi yang selama sepuluh tahun terakhir ini terbangun menurun lagi kualitasnya pada tahun ini. Acuan datanya, atara lain, adalah kepemilikan media besar di Indonesia hanya mengerucut dan dikuasai oleh beberapa kelompok orang sehingga mengurangi substansi demokrasi. Selain itu, FH melihat gejala ketidaksungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, akuntabilitas pemerintah yang lemah, kebebasan suara publik, dan perusakan SDA strategis yang berlebihan.
Hasil penilaian semacam itu adalah masukan berharga dan diharapkan bisa dijadikan pijakan untuk perbaikan manajemen pemerintahan. Secara fair, hasil riset itu seharusnya bisa diharapkan meningkatkan introspeksi para pejabat dan tokoh tokoh nasional kita, termasuk kalangan legislatif, pejabat eksekutif, yudikatif, dan kalangan swasta.
Dalam perspektif demokratisasi, selain eksekutif, peran pemegang cabang kekuasaan yang lain, termasuk pejabat di legislatif dan yudikatif serta penegak hukum, kepolisian, kalangan LSM, dan kalangan pers, adalah aktor penting demokratisasi. Rakyat umum juga adalah pilar demokrasi karena suara merekalah yang menentukan siapa yang diminta untuk memimpin negara dan siapa yang tidak.
Selain dari luar negeri, Rekomendasi Munas Alim Ulama NU 2012 yang baru selesai, misalnya, mengingatkan secara keras bahwa pemerintah Indonesia harus berbenah lebih baik lagi untuk memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan, termasuk manajemen pajak dan pemberantasan korupsi. Demikian juga, kritik pedas sering dilakukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dinakhodai Dien Syamsuddin.
Integritas Pejabat
Salah satu unsur yang paling penting dalam pemerintahan adalah integritas dan responsibilitas pemerintahan. Integritas yang dimaksud adalah totalitas pengabdian dan kemauan untuk berkorban dan berani menanggung risiko -apabila diperlukan- untuk mencapai tujuan dengan moralitas yang tinggi dan profesionalitas yang dapat dirasakan oleh yang dipimpin, yaitu rakyat.
Bagi pengusaha, responsibilitas juga penting. Cara-cara yang ilegal dan pengetahuan mereka akan risiko buruk yang ditanggung masyarakat bila bisnis mereka diperkuat dengan jalan nepotisme dan suap juga ikut mengganggu jalannya demokrasi.
Kesimpulan bahwa integritas dan responsibilitas pemerintahan itu penting bagi jalannya pemerintahan sudah menjadi keyakinan umum. Salah satu sigi internasional oleh Turkewitz (2001) menyimpulkan bahwa ada hubungan erat antara karakter suatu rezim dan capaian serta kualitas hasil pembangunan yang dicapai.
Sama dengan FH, Turkewitz juga meneliti banyak negara dengan membandingkan karakter pemerintahan yang baik dan yang buruk. Dalilnya ialah semakin bagus karakter pemerintah dan pejabatnya semakin rendah tingkat korupsi sebuah rezim. Semakin kuat kerakter pemerintah semakin rendah tingkat buta huruf, tingkat kematian bayi, dan mengecilnya kemiskinan. Dapat dikatakan bahwa semakin rusak mentalitas pemerintahan dan pejabat semakin susah rakyatnya.
Dulu sosok pemimpin yang berkarakter dan berintegritas digambarkan, atara lain, seperti Umar bin Khattab, sahabat Nabi SAW yang tinggi besar badannya dan kuat. Dia berani menanggung risiko dan berbuat adil dengan mengutamakan kemenangan rakyat kecil, tidak mengistimewakan pembantu dan gubernurnya di daerah. Umar akan menghukum sendiri anak buahnya yang bersalah dengan memecat dari jabatannya bila curang dan tidak adil.
Pemerintahan dan pejabat yang memiliki integritas tinggi di zaman modern ini digambarkan seperti sosok Ahmadinejad, presiden Republik Islam Iran yang hidup sangat sederhana, bertempat tinggal di rumah yang beralas karpet tanpa bangunan yang mewah. Ahmadinejad dianggap memiliki karakter yang kuat karena berani memimpin perlawanan kepada persekongkolan dunia yang dipimpin oleh Amerika.
Perbedaan Penafsiran
Bagaimanakah kita menyikapi hasil riset FH itu? Para politikus anti pemerintah bisa berpendapat bahwa apabila terdapat ketidakberesan, dapat dipastikan yang bersalah adalah partai penguasa dan pemerintah pusat. Bahkan, sudah menjadi kesimpulan umum bahwa penanggung jawab utama adalah presiden. Sedangkan, partai pendukung pemerintah mengatakan bahwa presiden tidak bersalah sama sekali.
Segala masukan itu layak didengar secara baik. Namun demikian, dalam konteks relasi antarbangsa, harus dicerna dulu apa konteksnya dan misinya. Dalam masa tertentu, Pak Harto berpesan agar kita juga berhati-hati dan waspada. Ojo gumunan, ojo kagetan, sing eling lan waspodo.
Sikap itu tidak hanya berlaku dalam teori pemerintahan, dalam perspektif sosiologi bisnis pun demikian adanya. Saya setuju dengan ungkapan Hermawan Kartajaya yang menggambarkan sebagai sikap untuk mendengar isu secara bijak: ''Kita dengar gosip, tapi jangan kita ikut menyebarkan gosip.'' (JP, 19 September 2012).
Secara jujur, banyak yang perlu dibenahi dalam pemerintahan kita, terutama tiga bidang. Yaitu, 1) soal manajemen keuangan negara dan daerah, 2) soal pengelolaan sumber daya strategis yang banyak dikuasai asing dan pemilik modal secara tidak sah, dan 3) soal menurunnya kebanggaan anak bangsa sebagai warga negara disebabkan lemahnya pengelolaan hal yang pertama dan kedua di atas.
Di dalam era yang disebut sebagai the era of openness and responsive governance ini, kecepatan, ketepatan pemerintah untuk merespons segala persoalan yang ada di masyarakat menjadi ukuran penting bagi penilaian apakah pemerintah sekarang ini memiliki integritas tinggi, atau sebaliknya. Namun, penting juga untuk dipertimbangkan siapakah lembaga-lembaga non pemerintah di AS semacam FH itu. ●
FH melihat bahwa beberapa aspek penguatan demokrasi yang selama sepuluh tahun terakhir ini terbangun menurun lagi kualitasnya pada tahun ini. Acuan datanya, atara lain, adalah kepemilikan media besar di Indonesia hanya mengerucut dan dikuasai oleh beberapa kelompok orang sehingga mengurangi substansi demokrasi. Selain itu, FH melihat gejala ketidaksungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, akuntabilitas pemerintah yang lemah, kebebasan suara publik, dan perusakan SDA strategis yang berlebihan.
Hasil penilaian semacam itu adalah masukan berharga dan diharapkan bisa dijadikan pijakan untuk perbaikan manajemen pemerintahan. Secara fair, hasil riset itu seharusnya bisa diharapkan meningkatkan introspeksi para pejabat dan tokoh tokoh nasional kita, termasuk kalangan legislatif, pejabat eksekutif, yudikatif, dan kalangan swasta.
Dalam perspektif demokratisasi, selain eksekutif, peran pemegang cabang kekuasaan yang lain, termasuk pejabat di legislatif dan yudikatif serta penegak hukum, kepolisian, kalangan LSM, dan kalangan pers, adalah aktor penting demokratisasi. Rakyat umum juga adalah pilar demokrasi karena suara merekalah yang menentukan siapa yang diminta untuk memimpin negara dan siapa yang tidak.
Selain dari luar negeri, Rekomendasi Munas Alim Ulama NU 2012 yang baru selesai, misalnya, mengingatkan secara keras bahwa pemerintah Indonesia harus berbenah lebih baik lagi untuk memperbaiki penyelenggaraan pemerintahan, termasuk manajemen pajak dan pemberantasan korupsi. Demikian juga, kritik pedas sering dilakukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dinakhodai Dien Syamsuddin.
Integritas Pejabat
Salah satu unsur yang paling penting dalam pemerintahan adalah integritas dan responsibilitas pemerintahan. Integritas yang dimaksud adalah totalitas pengabdian dan kemauan untuk berkorban dan berani menanggung risiko -apabila diperlukan- untuk mencapai tujuan dengan moralitas yang tinggi dan profesionalitas yang dapat dirasakan oleh yang dipimpin, yaitu rakyat.
Bagi pengusaha, responsibilitas juga penting. Cara-cara yang ilegal dan pengetahuan mereka akan risiko buruk yang ditanggung masyarakat bila bisnis mereka diperkuat dengan jalan nepotisme dan suap juga ikut mengganggu jalannya demokrasi.
Kesimpulan bahwa integritas dan responsibilitas pemerintahan itu penting bagi jalannya pemerintahan sudah menjadi keyakinan umum. Salah satu sigi internasional oleh Turkewitz (2001) menyimpulkan bahwa ada hubungan erat antara karakter suatu rezim dan capaian serta kualitas hasil pembangunan yang dicapai.
Sama dengan FH, Turkewitz juga meneliti banyak negara dengan membandingkan karakter pemerintahan yang baik dan yang buruk. Dalilnya ialah semakin bagus karakter pemerintah dan pejabatnya semakin rendah tingkat korupsi sebuah rezim. Semakin kuat kerakter pemerintah semakin rendah tingkat buta huruf, tingkat kematian bayi, dan mengecilnya kemiskinan. Dapat dikatakan bahwa semakin rusak mentalitas pemerintahan dan pejabat semakin susah rakyatnya.
Dulu sosok pemimpin yang berkarakter dan berintegritas digambarkan, atara lain, seperti Umar bin Khattab, sahabat Nabi SAW yang tinggi besar badannya dan kuat. Dia berani menanggung risiko dan berbuat adil dengan mengutamakan kemenangan rakyat kecil, tidak mengistimewakan pembantu dan gubernurnya di daerah. Umar akan menghukum sendiri anak buahnya yang bersalah dengan memecat dari jabatannya bila curang dan tidak adil.
Pemerintahan dan pejabat yang memiliki integritas tinggi di zaman modern ini digambarkan seperti sosok Ahmadinejad, presiden Republik Islam Iran yang hidup sangat sederhana, bertempat tinggal di rumah yang beralas karpet tanpa bangunan yang mewah. Ahmadinejad dianggap memiliki karakter yang kuat karena berani memimpin perlawanan kepada persekongkolan dunia yang dipimpin oleh Amerika.
Perbedaan Penafsiran
Bagaimanakah kita menyikapi hasil riset FH itu? Para politikus anti pemerintah bisa berpendapat bahwa apabila terdapat ketidakberesan, dapat dipastikan yang bersalah adalah partai penguasa dan pemerintah pusat. Bahkan, sudah menjadi kesimpulan umum bahwa penanggung jawab utama adalah presiden. Sedangkan, partai pendukung pemerintah mengatakan bahwa presiden tidak bersalah sama sekali.
Segala masukan itu layak didengar secara baik. Namun demikian, dalam konteks relasi antarbangsa, harus dicerna dulu apa konteksnya dan misinya. Dalam masa tertentu, Pak Harto berpesan agar kita juga berhati-hati dan waspada. Ojo gumunan, ojo kagetan, sing eling lan waspodo.
Sikap itu tidak hanya berlaku dalam teori pemerintahan, dalam perspektif sosiologi bisnis pun demikian adanya. Saya setuju dengan ungkapan Hermawan Kartajaya yang menggambarkan sebagai sikap untuk mendengar isu secara bijak: ''Kita dengar gosip, tapi jangan kita ikut menyebarkan gosip.'' (JP, 19 September 2012).
Secara jujur, banyak yang perlu dibenahi dalam pemerintahan kita, terutama tiga bidang. Yaitu, 1) soal manajemen keuangan negara dan daerah, 2) soal pengelolaan sumber daya strategis yang banyak dikuasai asing dan pemilik modal secara tidak sah, dan 3) soal menurunnya kebanggaan anak bangsa sebagai warga negara disebabkan lemahnya pengelolaan hal yang pertama dan kedua di atas.
Di dalam era yang disebut sebagai the era of openness and responsive governance ini, kecepatan, ketepatan pemerintah untuk merespons segala persoalan yang ada di masyarakat menjadi ukuran penting bagi penilaian apakah pemerintah sekarang ini memiliki integritas tinggi, atau sebaliknya. Namun, penting juga untuk dipertimbangkan siapakah lembaga-lembaga non pemerintah di AS semacam FH itu. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar