Sabtu, 22 September 2012

Menanti Pembuktian Jokowi


Menanti Pembuktian Jokowi
Rakhmat Hidayat ;  Pengajar Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Kandidat PhD Universite Lumiere Lyon 2 France
REPUBLIKA, 21 September 2012


Tercatat delapan lembaga survei merilis hasil hitung cepat yang memublikasikan kemenangan Jokowi-Basuki dengan perhitungan suara di atas 50 persen. Tidak jauh berbeda dengan putaran pertama, Jokowi-Basuki kembali mendominasi putaran kedua. Keputusan resmi pemilukada harus menunggu KPUD Jakarta pada 3 Oktober 2012. Namun, perhitungan cepat dapat menggambarkan posisi sesungguhnya hasil pemilukada sebagaimana tecermin dalam pemilukada putaran pertama.

Kemenangan Jokowi pada putaran kedua sejatinya dapat diprediksikan pascaputaran pertama. Ada beberapa alasan yang mendukung kemenangan Jokowi. Pascaputaran pertama, Jokowi tetap menunjukkan komitmennya menggalang dukungan dari warga Jakarta. Jokowi menyebutnya “koalisi rakyat“. Berbeda dengan Foke yang surplus dukungan elite.

Kemenangan Jokowi sejatinya menunjukkan kemenangan koalisi rakyat atas koalisi elite politik. Jokowi mengumpamakan dirinya semut yang bergerilya membangun kekuatan menghadapi gempuran gajah. Semut yang solid dan bersatu padu bisa meruntuhkan dominasi gajah yang digdaya.

Selama Ramadhan, Foke memanfaatkan momen Ramadhan dengan berkeliling di berbagai lokasi di Jakarta. Foke mengunjungi warga, hadir di shalat tarawih, dan mengadakan sahur bersama dengan warga di berbagai lokasi. Sebagai daya tariknya, Foke mudah memberikan santunan dan bantuan kepada warga yang dikunjungi.

Kemenangan Jokowi mencerminkan strategi ala cattenacio alias bertahan total dari gempuran lawan. Jokowi dan Basuki tak terpancing dengan berbagai serangan pasangan Foke-Nara mulai dari tuduhan politik uang, isu SARA, larangan menggunakan baju kotak-kotak, maupun serangan inferiotas kemampuan orang daerah. Semua tudingan itu dihadapi Jokowi dengan tenang, kalem, dan dingin.

Kapitalisasi Ekspektasi
Kontestasi politik sudah usai. Tak ada lagi euforia politik bagi Jokowi-Basuki.
Saatnya membuktikan kepercayaan warga Jakarta yang memandatkan suaranya kepada Jokowi. Jokowi-Basuki tidak lagi dimiliki sekelompok orang, tapi sudah menjadi milik seluruh warga Jakarta. Kompetisi dan berbagai serangan politik sudah bukan lagi waktunya.

Saatnya Jokowi-Basuki mengapitalisasi ekspektasi warga Jakarta dengan berbagai terobosan dan gebrakan melalui program-program yang menyejahterakan rakyat. Ini adalah ruang uji kepemimpinan Jokowi-Basuki di lapangan. Kemampuan Jokowi harus diuji di lapangan karena beberapa alasan.

Pertama, sosok Jokowi merepresentasikan harapan dan simbol baru bagi pembangunan Jakarta. Jokowi dianggap sebagai antitesis dari kekuasaan status quo yang diwakili figur Foke. Uji lapangan ini untuk membuktikan bahwa Jokowi bukanlah malaikat yang bisa menyulap Jakarta semalam. Ekspektasi berlebihan harus dijawab dengan kerja keras Jokowi di lapangan.

Kedua, Jokowi harus diuji di lapangan terkait dengan komitmen dan tanggung jawab, baik moral maupun politik, dalam menuntaskan kepemimpinannya hingga selesai. Kita membutuhkan pemimpin yang konsisten antara ucapan dan perilaku. Tak ada alasan mengkhianati kepercayaan warga Jakarta dalam pemilukada dua putaran. Kepercayaan warga Jakarta adalah cermin dari rasionalitas yang harus diperjuangkan sebagai bentuk artikulasi politik.

Tiga Tantangan
Dengan bermodalkan kepercayaan warga Jakarta, diperlukan kebijakan out of the box dalam mengatasi berbagai masalah dan tantangan. Dari sekian masalah yang dihadapi Jakarta, ada beberapa masalah prioritas yang sejatinya menjadi prioritas Jokowi.

Pertama, masalah transportasi dan kemacetan. Kemacetan seolah sudah menjadi rutinitas dan wajah Jakarta sehari-hari. Bukan Jakarta tanpa macet. Ini menjadi moda berpikir masyarakat Jakarta setiap harinya. Pendudukan semakin bertambah setiap hari disertai dengan meningkatnya angka kepemilikan kendaraan. Sementara, sarana jalan tetap, bahkan cenderung berkurang. Pembangunan busway yang digagas Sutiyoso tidak berpengaruh signifikan menekan angka kemacetan parah di Jakarta. Busway diorientasikan bagi masyarakat untuk beralih dari mobil pribadi ke sarana busway, seperti yang tersedia di beberapa wilayah Jakarta.

Kedua, krisis ruang terbuka hijau di Jakarta. Kita menyaksikan semakin menurunnya jumlah ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta akibat tergerus pembangunan pusat-pusat komersial, seperti mal, apartemen, ataupun kompleks perkantoran. Kita bisa melihat di kawasan-kawasan, seperti Sudirman, Thamrin, Rasuna Said, Casablanca (Jalan Satrio, Kuningan) yang terus dipadati ruang fisik komersial. Sementara, RTH semakin langka keberadaannya.

Beberapa mal ataupun apartemen hanya berjarak berdekatan, bahkan berhadap-hadapan satu dengan lainnya. Pembangunan pusat komersial terus berlangsung di tengah ancaman semakin berkurangnya RTH. Fenomena ini jelas menunjukkan bahwa logika kapitalisme sangat kuat dalam visi pembangunan daerah. Logika kapitalisme mendegradasikan visi ekologi yang justru bisa menghidupkan suramnya Jakarta dalam sisi lingkungan.

Ketiga, masalah sektor informal beberapa tahun terakhir, juga kita melihat praktik penggusuran terhadap sektor informal perkotaan yang terjadi di beberapa wilayah Jakarta. Sebut saja pedagang keramik di kawasan Rawasari, Jakarta Timur. Penggusuran ini sempat menjadi berita nasional karena dilakukan melalui kekerasan. Menurut pemerintah, kawasan tersebut akan menjadi kawasan hijau perkotaan. Ironisnya, beberapa waktu kemudian di kawasan tersebut sedang dibangun kompleks apartemen. Kasus Rawasari hanyalah salah satu gunung es penggusuran sektor informal perkotaan yang terjadi di Jakarta.

Sektor informal merupakan fenomena sosial ekonomi di seluruh kota-kota negara berkembang, khususnya Asia. Tak ada lagi alasan untuk menyia-nyiakan kepercayaan warga Jakarta untuk memimpin Jakarta. Warga Jakarta membutuhkan perubahan yang mendesak dalam berbagai bidang. Kepemimpinan yang diperlukan adalah pemimpin yang keluar dari pakem dengan program yang populis dan membawa dampak kesejahteraan bagi warganya. Saatnya Jokowi-Basuki membuktikannya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar