Sabtu, 07 Juli 2012

Reformasi Kaum Muda


Reformasi Kaum Muda
Toto Sugiarto ; Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate,
Pengajar Filsafat Universitas Paramadina
KORAN TEMPO, 06 Juli 2012


Sebelum terbongkarnya kasus korupsi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin, di mana beberapa petinggi Partai Demokrat lain yang berusia muda terkait, publik sempat menaruh harapan pada kaum muda, khususnya politikus muda. Kaum muda dipersepsikan siap menggantikan estafet kepemimpinan bangsa dan melakukan perbaikan kehidupan bernegara.

Saat itu tunas muda yang muncul di pucuk kepemimpinan beberapa partai politik menjadi identifikasi generasi baru politik Indonesia. Mereka dinilai memiliki kapasitas, integritas, dan visi yang baik sehingga dinilai siap meneruskan kepemimpinan Republik dalam Pemilu 2014. Mereka membuat masyarakat optimistis akan lancarnya proses regenerasi di Republik ini.

Terpuruk

Namun, setelah kasus korupsi yang melibatkan beberapa politikus muda Partai Demokrat terungkap, harapan itu pupus. Publik sekarang percaya bahwa tidak ada hubungannya dikotomi kaum muda dan tua dengan perbaikan kehidupan bernegara. Wacana tentang peran kaum muda dalam kepemimpinan bangsa dan negara pun, yang sebelumnya ingar-bingar, memudar.

Kaum muda terpuruk ke dalam citra sebagai kalangan yang lebih korup, lebih serakah, dan lebih tidak peduli terhadap negeri ini dibanding kalangan tua. Generasi muda yang harus menanggung utang "segunung" warisan generasi terdahulu itu dianggap turut memperbesar utang dengan korupsi dana APBN yang secara rakus dilakukan. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius. Citra kaum muda yang hancur akibat tingkah polah politikus muda korup perlu kembali dibangun. Harapan terhadap kaum muda harus kembali ditumbuhkan. Bagaimanapun, suatu bangsa tidak akan mampu bergerak maju tanpa peran kaum muda.

Bung Karno bahkan pernah menyemangati kaum muda dengan mengatakan "Beri aku 10 pemuda, maka akan aku ubah dunia". Pernyataan itu di satu sisi ditujukan untuk menyemangati. Di sisi lain, ia merupakan keyakinan bahwa peran kaum muda tidak bisa dinafikan. Meskipun banyak politikus muda sekarang ini terlibat korupsi dan terjerumus ke dalam gaya hidup hedonistik dan nafsu memperoleh kekayaan berlimpah secara instan, masih banyak kaum muda lain yang layak menjadi tumpuan harapan.

Politikus muda yang korup tidak pantas berlama-lama dan meniti karier di panggung politik Republik. Mereka harus turun dan memperoleh balasan atas perbuatannya. Meski demikian, panggung politik harus tetap terbuka bagi kaum muda. Kaum muda tetap merupakan masa depan bangsa.

Mengembalikan Kepercayaan

Masalahnya adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan dan harapan rakyat kepada politikus muda yang sekarang berada di titik nadir. Realitas sekarang, politikus muda yang sesungguhnya bersih pun terkena stigma, di mana publik melihat mereka secara negatif. Politikus muda sekarang dicap sebagai orang-orang yang secara rakus sedang memanfaatkan posisinya untuk secepatnya menjadi kaya. Mereka dilihat seperti ulat yang dengan ganas memakan seluruh daun sehingga, dalam waktu yang tidak terlalu lama, daun tinggal tulang.

Moral politikus muda dipersepsikan bukan hanya tidak lebih baik dibanding generasi Orde Baru yang dinilai korup, tapi bahkan lebih buruk. Di era Orde Baru diyakini tingkat korupsi mencapai 30 persen, sedangkan sekarang orang mempersepsikan bahwa tingkat korupsi, khususnya korupsi politik yang antara lain dilakukan politikus muda, jauh lebih besar dari 30 persen. Adalah tugas para politikus muda untuk menghapus stigma tersebut, di mana persepsi negatif yang sudah kadung terbentuk itu tidak bisa dihapus secara instan. Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk mengubahnya. Rekam jejak yang sekarang sedang ditorehkan, berupa kerja dan karya, adalah cara efektif untuk menghapus citra buruk tersebut.

Catatan Akhir

Ada dua hal yang, tidak bisa tidak, harus dilakukan kaum muda untuk memperbaiki citra dan merebut panggung politik. Pertama, melakukan reformasi kaum muda. Gerakan perubahan ini di satu sisi diperlukan untuk membalikkan opini publik yang negatif terhadap politikus muda, di sisi lain sebagai langkah bersih-bersih kaum muda dari perilaku berpolitik kotor dan murahan. Pembaruan tidak bisa dihindarkan.

Kedua, berani melompat ke depan, keluar dari zona nyaman mengekor kalangan tua. Untuk itu, diperlukan effort yang luar biasa untuk tampil ke depan.

Banyak masalah bangsa yang memerlukan aksi kepemimpinan untuk menyelesaikannya. Kesemuanya dapat menjadi ajang pengabdian yang akan membuahkan rekam jejak untuk melompat ke depan. Korupsi, anarkisme, diskriminasi, ekstremisme, dan masalah kemiskinan merupakan contoh lahan menjejakkan kaki untuk tampil ke depan di panggung politik.

Dimensi masalah bangsa yang begitu luas dan rumit merupakan lahan subur untuk munculnya para pemimpin baru. Dengan menyelesaikan masalah, pemimpin baru muncul menggantikan penguasa lama yang sudah karatan akibat ambisi dan kerakusan.

Dalam artikelnya yang sangat menarik di sebuah koran nasional bertajuk "Mengusir Macan Tua", politikus PDIP Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa regenerasi adalah hukum besi alam. Meski demikian, hukum besi tersebut tidak akan terjadi dengan sendirinya. Hukum besi itu memang tak terhindarkan, namun diperlukan kerja keras dan karya gemilang untuk mewujudkannya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar