Senin, 16 Juli 2012

Merasakan Krisis Ekonomi Yunani (2)


Merasakan Krisis Ekonomi Yunani (2)
Abdul Rokhim ; Wartawan Jawa Pos
JAWA POS, 15 Juli 2012


EMPAT tahun sebelum krisis menghantam seluruh negeri, ada satu daerah di Yunani yang memberikan indikasi bahwa perekonomian sudah tidak di jalan yang tepat. Daerah itu adalah Piraeus, sebuah kota pelabuhan yang hanya butuh waktu 30 menit untuk mencapainya dengan kereta metro dari pusat Kota Athena. Yunani sebelum krisis dikenal sebagai negara produsen kapal terbesar di dunia. Legenda pengusaha kapal Aristotle Onnasis adalah juga keturunan Yunani.

Namun, sejak empat tahun lalu, industri kebanggaan itu berangsur-angsur pudar. Pada 2010, operasi-operasi di galangan kapal utama di Piraeus dijual kepada perusahaan Tiongkok, Cosco, untuk dijadikan pelabuhan kargo yang melayani pengiriman barang impor dari Tiongkok. Qatar yang bergelimang uang juga tak mau kalah dengan Tiongkok. Dengan membawa dana jumbo hingga USD 5 miliar, Qatar menjanjikan sebuah konsep pengembangan infrastruktur pelabuhan dengan nama "Greece the Florida of Europe''. "Pemerintah sudah tidak berdaya. Pelabuhan ini bisa jadi semakin besar, namun kami sekarang tidak bisa bangga. Sebab, bukan kami pengelolanya," ujar Nick Boudas, 54, salah seorang pemilik operator kapal saat ditemui di kantornya Rabu (11/7).

Menurut Nick, selama ini tidak ada aksi penentangan terhadap hadirnya Tiongkok dan Qatar. Sebab, pengusaha dan pekerja di Piraeus paham bahwa tidak ada yang salah dengan investor dari dua negara Asia tersebut. Aksi demo dan sempat mogok bekerja justru dilakukan untuk memprotes pemerintah Yunani. "Kami punya kemampuan, punya armada yang begitu besar, punya teknologi, dan siap mempromosikannya. Namun, semua itu tidak terjadi karena kami tidak punya kemauan politik," keluh Nick.

Tidak hanya pemilik kapal yang kecewa dengan kebijakan pemerintah. Leonidas Polymenokos, 46, pengusaha eksporter dan importer hortikultura, juga menilai bahwa telantarnya ratusan perusahaan galangan kapal di Piraeus disebabkan terlalu banyaknya energi pemerintah untuk mengurus sektor yang bukan unggulan negara. "Negeri ini memiliki hari siang dengan matahari yang bersinar terus selama 300 hari," tegasnya mengawali pembicaraan saat bertemu di Starbuck Coffee di kawasan wisata Plaka, Athena, Rabu (11/7). Dengan kondisi alam demikian, pilihan untuk mengembangkan sektor finansial yang banyak diisi dengan aktivitas perkantoran, di mata Leonidas, kurang tepat. "Bekerja di kantor hanya cocok untuk negara yang memiliki curah hujan tinggi. Kita beda," ujarnya.

Akibat salah prioritas tersebut, sejak sepuluh tahun terakhir, terjadi berbagai dampak yang merugikan. Menurut Leonidas, Kota Athena kini semakin sesak. "Jumlah penduduk meningkat dua kali lipat, para pemuda meninggalkan desa dan pulau- pulau kecil tempat mereka lahir untuk mencari pekerjaan sebagai staf bank, pengacara, artis, dan pialang saham," kata Leonidas.

Kesalahan prioritas itu tidak saja berdampak pada telantarnya sektor-sektor unggulan Yunani yang berbasis alam, tetapi juga mulai mengubah mentalitas warganya. Menurut Leonidas, anak muda sekarang mengambil kredit di bank untuk membeli sepeda motor besar (motor gede), lalu berani bilang dia sudah punya uang. "Di mata saya yang selalu dididik untuk dapat uang dari hasil kerja, itu tindakan gila," sebutnya. Lalu datang, lagi anak muda untuk menawarkan bisnis pasar modal.

"Come on, man! What do you know about the stock exchange? Let's talk about apples and olives!" ujarnya mengulang kata-kata yang dia sampaikan kepada pemuda yang mendatanginya.

Jika Nick Bordis dan Leonidas Polymenekos cenderung menyalahkan pemerintah dan kebijakannya, Dasalakis Theodoros, seorang banker yang ditemui saat makan siang di sebuah cafe di Kolonaki, pusat perkantoran dan gerai produk bermerek di Athena, lebih realistis. "Selama 20 tahun saya bekerja di bank, saya paham bahwa dalam beberapa tahun terakhir, nasabah kami semakin royal meminjam. Sayangnya, juga semakin tidak bijaksana dalam menghabiskannya," ungkapnya. Dengan gaya hidup selera tinggi, warga Yunani kesulitan mengurangi kebiasaan berlibur berhari-hari, belanja baju di butik internasional, atau nongkrong berjam-jam di kafe bersama teman dan keluarga. "Dulu itu tidak masalah, sekarang dengan pensiunan dipotong 20 persen, berbagai dana tunjangan dihilangkan, suka atau tidak, gaya hidup harus menyesuaikan," jelasnya.

Karena itu, Dasalakis termasuk sedikit orang Yunani yang setuju dengan berbagai syarat ketat pemberian bailout oleh Kanselir Jerman Angela Merkel. "Yunani memang butuh krisis seperti sekarang agar sadar. Kita butuh Merkel. Saya harap dia datang menolong tidak hanya dengan segepok uang, namun juga syarat-syarat sulit harus berubah," tambahnya. Selain gaya hidup, krisis diharapkan Dasalakis bisa menghilangkan fakelaki alias uang amplop. Untuk memulai bisnis di Yunani, butuh banyak sekali tanda tangan dan secara tradisional pengusaha harus menyiapkan amplop-amplop uang agar urusan lancar. "Subsidi dan suap seperti lemak ganas yang membuat badan orang Yunani gemuk dan malas. Dengan krisis ini, saya harap semua lemak bisa dihilangkan," ujarnya.

Dalam ulasan di sebuah koran lokal, Theodore Pelagidis, ekonom dari University of Piraeus, mengimbau agar rakyat Yunani memunculkan lagi jiwa Spartan untuk mengakhiri krisis. Spartan berasal dari kata Sparta, nama sebuah wilayah di Yunani yang dulu adalah kampung halaman para pejuang.

Kemenangan heroik bangsa ini saat menghadang invasi  bangsa superpower                                     Persia dalam perang yang dinamai "Battle of Thermipylae" pada 480 sebelum Masehi selalu menyemangati bangsa Yunani hingga sekarang. "Spartan thinking, itu yang kita perlukan. Dengan itu, kita tahan menderita dan tak menyerah mencari jalan keluar," tulis Theodore. 

Dia menyoroti ketidakdisiplinan pengusaha dalam membelanjakan labanya. Tumbuh setahap demi setahap serta melakukan investasi yang rasional yang tidak melebihi kemampuan perusahaan adalah saran-saran Theodore yang diberi highlight oleh koran lokal. "Pengusaha selama ini suka membelanjakan labanya untuk beli kapal pesiar dan vila. Sudah saatnya uang-uang itu dikembalikan ke bisnis agar skalanya membesar," tulis Theodore. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar