Rekonstruksi
Sejarah Pancasila
Faisal Ismail ; Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta
|
KORAN SINDO, 01 Juni 2015
Sebelum kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, kelompok nasionalis muslim
dannasionalis netral agama berdebat serius di sidang-sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sidang BPUPKI berlangsung
pada 29 Mei-1 Juni 1945dan10-16Juli1945. Fokus perdebatannya adalah apa dasar
falsafah negara Indonesia yang kemerdekaannya segera diproklamasikan?
Pada tanggal 1 Juni
1945, Soekarno menyampaikan pidatonya di sidang BPUPKI dan mengusulkan
Pancasila (lima prinsip) sebagai dasar falsafah negara: Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan
Sosial, dan Ketuhanan. Kemudian Panitia Sembilan (Panitia Kecil)
mereformulasi Pancasila Soekarno sebagai berikut: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Inilah rumusan resmi Pancasila
yang tercantum dalam UUD 1945.
Banyak penulis tentang
Pancasila selepas tumbangnya Orde Lama dan penatar P-4 (Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila) pada masa Orde Baru mengatakan bahwa Soekarno
bukanlah satu-satunya pencipta Pancasila. Mereka mengklaim Muhammad Yamin
adalah (juga) pencipta Pancasila. Dari sinilah muncul kontroversi tentang
pencipta Pancasila itu. Kontroversi sejarah tentang pencipta Pancasila terjadi
sejak munculnya Buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 . Buku ini
berisi teks pidato tiga pembicara (Soekarno, Soepomo, dan Yamin) yang
disampaikan di sidang BPUPKI. Buku ini mereproduksi teks pidato Yamin di mana
dia menyebut dirinya mengajukan juga lima prinsip sebagai dasar negara:
Perikebangsaan, Perikemanusiaan, Periketuhanan, Perikerakyatan, dan
Kesejahteraan Rakyat. Konsep Pancasila versi Yamin ini mirip dengan Pancasila ciptaan
Soekarno.
Merujuk pada Buku
Naskah ini, BJ Boland dalam bukunya The
Struggle of Islam in Modern Indonesia mengatakan bahwa berdasarkan pidato
Yamin tanggal 29 Mei 1945 di sidang BPUPKI sering dikemukakan pada masa
pasca-Soekarno bahwa pencetus Pancasila yang sebenarnya adalah Yamin, bukan
Soekarno. Inilah bukti bahwa Buku Naskah versi Yamin itu telah menimbulkan
kontroversi sejarah yang besar.
Menanggapi kontroversi ini, Mohamad Hatta pada tahun 1980
menulis surat wasiat kepada Guntur Soekarno Putra. Dalam surat wasiatnya,
Hatta memberi kesaksian dan klarifikasi: pada akhir Mei 1945, Radjiman
Wediodiningrat, Ketua BPUPKI, membuka sidangnya dan mengajukan pertanyaan
kepada peserta sidang, apakah dasar negara yang akan kita gunakan untuk
negara Indonesia Merdeka nanti? Kebanyakan anggota BPUPKI tidak menanggapi
persoalan ini karena takut memunculkan masalah filosofis yang ruwet. Mereka
langsung membahas konstitusi. Salah seorang anggota BPUPKI yang menanggapi
pertanyaan Radjiman adalah Bung Karno yang menyampaikan pidatonya dengan
judul Pancasila, lima prinsip, pada tanggal 1 Juni 1945, selama kurang lebih
satu jam. Pidatonya menarik perhatian para anggota BPUPKI dan mendapatkan
tepuk tangan yang luar biasa dari hadirin. Sidang komisi kemudian membentuk Komisi Kecil
untuk mereformulasi Pancasila yang diusulkan Bung Karno.
Hatta menegaskan,
dia tidak pernah mendengar Yamin mengajukan lima prinsip (Pancasila) dalam
pidatonya di sidang BPUPKI. Hatta menyatakan, jika Yamin mengajukan lima
prinsip itu pasti dia mendengar dan memperhatikannya. Yamin tampaknya telah
membuat catatan berdasarkan wacana yang berkembang di sidang BPUPKI dan
memasukkannya ke dalam naskahnya dan kemudian mengklaimnya sebagai bagian isi
pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945.
Hatta yakin, Yamin
telah “memfabrikasi” Pancasilanya ketika dia ditugasi Panitia Kecil BPUPKI
untuk menyusun Pembukaan UUD 1945 di mana dia memasukkan fabrikasi
Pancasilanya itu. Panitia Kecil tidak menerima rancangan Pembukaan UUD 1945
versi Yamin karena rumusannya terlalu panjang. Kemudian ketika Yamin
menyunting Buku Naskah-nya, dia memasukkan rancangan tersebut dan
mengklaimnya sebagai lampiran pidatonya di sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945.
Hatta menuduh Yamin tidak jujur dan telah mendistorsi fakta sejarah.
Memperkuat tudingan Hatta, Pringgodigdo juga menuduh Yamin telah memanipulasi
(pinter nyulap) fakta sejarah.
Yamin
sendiri dalam bukunya Pembahasan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia menegaskan, Pancasila adalah
ciptaan Soekarno. Yamin tegas menyatakan, “Istilah
Pancasila pada awalnya ditempa dan digunakan oleh Bung Karno dalam pidatonya
pada tanggal 1 Juni 1945. Lima prinsip ini dinamakan Pancasila oleh Bung
Karno dalam pidatonya yang diajukan pada tanggal 1 Juni 1945 disidang BPUPKI
di rumah bersejarah, Gedung Pejambon, Jakarta.”
Sejumlah
tokoh yang terlibat aktif di sidang BPUPKI seperti Wediodiningrat, RP
Soeroso, Sartono, KH Masjkur, Maria Ulfah, dan Ir Rooseno memberi kesaksian
bahwa Pancasila berasal dari pidato Soekarno yang disampaikan di sidang
BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Tidak berarti bahwa Soekarno tidak pernah
berkonsultasi dengan tokoh lain untuk memberi nama bagi lima prinsip yang dia
usulkan sebagai dasar negara. Soekarno mengakui, “Nama lima prinsip itu bukan Panca Darma (lima kewajiban); namun saya
namakan berdasarkan pendapat teman kita yang ahli linguistik: Pancasila. Sila
berarti dasar atau prinsip, dan di atas lima prinsip itu kita harus membangun
Indonesia yang merdeka, kuat dan abadi.” Ahli linguistik yang disebut
Soekarno dalam pidatonya itu adalah Muhammad Yamin.
Ada
buku/dokumen menarik berjudul Uraian
Pancasila yang disusun oleh Komisi Lima: Hatta (ketua), Ahmad Subardjo
Djojoadisujo, AA Maramis, Sunario, dan AG Pringgodigdo. Semua tokoh ini
berpartisipasi aktif dalam sidang BPUPKI. Dalam buku uraian Pancasila ini ditegaskan bahwa 1 Juni 1945 adalah hari
lahir Pancasila. Berbeda pendapat dengan pendapat Komisi Lima, beberapa
penulis seperti Darji Darmodiharjo dan Pringgodigdo mempunyai pandangan
berbeda. Mereka berpendapat, 1 Juni 1945 bukan merupakan hari lahir Pancasila sebagai dasar
negara, tetapi merupakan tanggal lahir “istilah” Pancasila. Mereka berpendapat, hari lahir Pancasila
adalah tanggal 18 Agustus 1945 ketika Pancasila dideklarasikan sebagai dasar
negara dalam UUD 1945.
Menarik
mencermati “fenomena Pringgodigdo”. Pringgodigdo, sebagai anggota Komisi
Lima, semula berpendapat bahwa hari lahir Pancasila adalah 1 Juni 1945.
Kemudian Pringgodigdo mengubah pikirannya bahwa 1 Juni 1945 adalah tanggal
lahir “istilah” Pancasila, bukan hari lahir Pancasila itu sendiri. Pringgodigdo berdalil,
Pancasila telah ada berabad-abad lamanya dalam kehidupan rakyat Indonesia,
karena itu tidak
mungkin ditetapkan tanggal lahirnya. Dia menegaskan, tidak perlu memperingati hari
lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni. Sikap Pringgodigdo menuai reaksi keras
dari teman-temannya di Komisi Lima.
Sunario,
atas nama komisi, mengirim surat mempertanyakan ketidakkonsistenan pendapat
Pringgodigdo itu, tapi dia tidak menanggapi surat tersebut. Pendapat Pringgodigdo
dan Darmodiharjo bahwa 1 Juni 1945 hanyalah merupakan tanggal lahir “istilah”
Pancasila sama artinya bahwa Soekarno tidak mempunyai kontribusi apa-apa
kecuali istilah itu sendiri. Ini pendapat sangat naif. Soekarno, dengan
gagasan Pancasilanya, sebenarnya telah memberikan kontribusi sangat besar
bagi fondasi unitas dan integritas bangsa Indonesia. Ini fakta sejarah yang
tidak dapat dibantah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar