Minggu, 07 Juni 2015

Menghindari Disertasi Pesanan

Menghindari Disertasi Pesanan

Erman Rajagukguk  ;   Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia
KOMPAS, 06 Juni 2015


                                                                                                                                                           
                                                
Seorang akademisi ahli di bidang hukum telah berubah menjadi calo untuk penyusunan disertasi guna mendapatkan gelar doktor. TL hanya menerima pesanan dengan judul dan fokus tulisan yang sudah disetujui universitas asal pemesan. Tarifnya berkisar Rp 25 juta sampai selesai (Kompas, 30/5).

Sebenarnya hal tersebut dapat dihindari perguruan tinggi yang bersangkutan, apabila promotor dan kopromotor menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pembimbing disertasi.

Penyusunan skripsi (S-1)-dalam hal ini bidang hukum-biasanya terdiri dari uraian (deskriptif), tesis (S-2) program master biasanya tentang perbandingan hukum Indonesia dengan hukum negara lain, atau pembandingan hukum suatu daerah dengan daerah lain di Indonesia (hukum adat). Sedangkan suatu disertasi adalah sesuatu yang materinya belum pernah dituliskan orang lain, atau merupakan sesuatu hal yang baru.

Dengan demikian, suatu topik disertasi harusnya mendapat persetujuan promotor yang merupakan pembimbing utama. Promotor juga setelah menyetujui topik menyusun outline  yang nanti menjadi daftar isi disertasi tersebut.

Berbasis riset

Outline mencerminkan bahwa mahasiswa calon doktor harus melakukan riset kepustakaan dan riset lapangan. Promotor yang baik menentukan buku-buku yang harus dibaca dan menjadi acuan bahan disertasi tersebut.

Biasanya promotor mengusulkan buku-buku wajib untuk menyusun suatu disertasi. Di samping riset kepustakaan si mahasiswa harus melakukan riset lapangan melalui wawancara, pengamatan, atau berpartisipasi dalam masyarakat yang menjadi obyek penelitian.

Di Indonesia kopromotor dan anggota penguji bisa menyampaikan usul-usulnya dalam disertasi. Tidak jarang disertasi itu akhirnya seperti gado-gado, tidak fokus kepada masalah tertentu. Tidak jarang pula antara promotor, kopromotor, dan tim penguji berbeda pendapat tentang materi disertasi tersebut. Dalam hal ini yang menjadi korban adalah mahasiswa si calon doktor.

Saya pun kalau hanya menjadi tim penguji atau kopromotor; substansi disertasi sepenuhnya saya serahkan kepada promotor.

Promotor juga harus menentukan jangka waktu penyusunan disertasi. Di Amerika Serikat, suatu disertasi bisa diselesaikan dalam kurun waktu 2 tahun setelah kuliah-kuliah wajib diselesaikan.

Pengalaman saya di Indonesia tidak jarang seseorang baru menyelesaikan disertasi dalam waktu 5-7 tahun. Mahasiswa calon doktor di AS bekerja penuh dalam menyusun disertasinya.

Perpustakaan fakultas hukum dapat terbuka 24 jam, si mahasiswa dapat kunci khusus untuk masuk ke perpustakaan. Di Indonesia menyusun disertasi dapat merupakan pekerjaan sambilan, karena mahasiswa calon doktor mempunyai kesibukan lain terkait tugasnya.

Catatan percakapan (wawancara), catatan pengamatan, atau catatan ketika calon ikut berpartisipasi dalam masyarakat yang menjadi obyek penelitian menjadi bahan disertasi.

Untuk penelitian harus dimulai dengan persiapan (preparation) setelah itu dilanjutkan dengan membangun strategi riset, selanjutnya riset lapangan yang aslinya penuh dengan catatan-catatan percakapan yang kemudian harus disusun atau nantinya dituangkan sebagai hasil riset.

Promotor mengikuti penuh tahap-tahap tersebut dan tidak membolehkan bimbingannya menyimpang dari rencana.

Ujian

Mahasiswa calon doktor setelah mengikuti mata kuliah wajib, harus menempuh ujian proposal. Promotor dapat mengetahui apakah topik disertasi ini sudah pernah ditulis calon doktor lain. Di AS, semua disertasi yang telah ditulis, judul atau topiknya dapat ditemukan di perpustakaan universitas. Dengan demikian, si mahasiswa tidak dapat mengulangnya.

Akhirnya mahasiswa calon doktor harus mengikuti ujian hasil penelitian sementara. Baru dilanjutkan dengan ujian prapromosi secara tertutup dan diakhiri dengan promosi dalam sidang terbuka.

Di Perancis, Belanda, dan Indonesia (civil law) sidang terbuka dihadiri banyak orang. Ini berbeda dengan Amerika Serikat (common law), di mana promosi disertasi hanya dihadiri beberapa guru besar yang sejak semula memang menjadi tim pembimbingnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar