Era
Selamat Tinggal Skripsi
Ferdinand Hindiarto ; Dosen Fakultas Psikologi;
Direktur Pusat Psikologi Terapan Soegijapranata
Semarang
|
SUARA MERDEKA, 08 Juni 2015
RENCANA Menteri Ristek
dan Dikti tidak lagi mewajibkan penulisan skripsi bagi mahasiswa S-1 sebagai
syarat kelulusan, terasa mengejutkan. Apalagi pertimbangannya karena banyak
pemalsuan ijazah sebagai akibat sulitnya penulisan skripsi.
Menurut Menteri masih
banyak perguruan tinggi mewajibkan skripsi sebagai syarat kelulusan, dan hal
itu akhirnya jadi penyebab jual beli skripsi dan berujung pemalsuan ijazah.
Sebuah logika sebab akibat yang masih bisa diperdebatkan.
Apakah kasus plagiasi
skripsi, jual beli skripsi, bengkel skripsi, ataupun pemalsuan ijazah harus
diatasi dengan keputusan itu? Benarkah penyebabnya karena kewajiban menulis
skripsi? Sepertinya banyak faktor yang menjadi penyebab. Pertama; tidak dapat
dimungkiri aura moral di masyarakat kita sebagai penyebab utama.
Sejak beberapa tahun
lalu fenomena ketidakjujuran dalam dunia pendidikan kita sudah menjadi
atmosfer, misal ketika ujian nasional dijadikan syarat kelulusan. Besar
kemungkinan ”jalan hidup” seperti itu masih terbawa ketika seseorang menjadi
mahasiswa. Meski saat ini ujian nasional sudah tak lagi menjadi syarat kelulusan,
atmosfer ketidakjujuran tidak serta merta hilang.
Kedua; proses
pembelajaran yang menjadi penyebab terbesar. Jika proses pembelajaran di
kampus berjalan efektif, mahasiswa akan memiliki bekal kompetensi cukup untuk
melakukan tugas penelitian dalam format skripsi. Dorongan menjadi plagiat
atau membeli skripsi sangat dipengaruhi karena kurangnya bekal yang dimiliki,
baik bekal dari sisi metodologi, teori, analisis maupun kemampuan menulis.
Dalam realitas
seringkali mata kuliah yang terkait dengan penelitian tidak disukai oleh
mahasiswa. Di sisi lain dosen yang mengampu mata kuliah itu pun tidak mampu
menghadirkan perubahan persepsi positif serta kurang mampu membangkitkan
motivasi mahasiswa. Sangat diyakini jika bekal yang dimiliki lebih dari cukup
maka intensi untuk menjadi plagiat atau membeli skripsi akan mengecil.
Memotivasi Mahasiswa
Ketiga; lemahnya
proses pembimbingan skripsi. Pasal 14 Ayat 7 Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi menyebutkan kegiatan penelitian
mahasiswa dilakukan dengan pembimbingan dosen sehingga fungsi dan peran dosen
pembimbing skripsi sangat vital dan strategis.
Dari menstimulasi
mahasiswa dalam menemukan tema penelitian, penelusuran teori, penyusunan alat
ukur, pengambilan data, analisis hingga kesimpulan saran adalah proses yang
seharusnya berjalan dalam kendali dosen pembimbing. Jika itu terlaksana,
mustahil terjadi plagiasi atau pembelian skripsi.
Namun jika dosen
menjalankan tugas pembimbingan seadanya atau bahkan tidak intens maka sangat
besar peluang terjadi plagiasi atau pembelian skripsi. Di samping membimbing
secara teknis, dosen seharusnya jadi motivator bagi mahasiswa. Andai
mahasiswa mengalami kesulitan, tidak akan lari ke mana-mana, namun akan
datang ke dosen pembimbingnya.
Keempat; proses ujian
skripsi yang tidak berjalan efektif. Jika skripsi ternyata karya plagiat atau
dibuatkan pihak lain, harusnya dapat diketahui pada saat ujian. Bukankah pada
saat ujian skripsi ada dosen penguji dan ketua tim penguji? Seandainya dosen
pembimbing tidak menjalankan tugas dengan baik, bukankan dua penguji lain
dapat mendeteksinya?
Namun jika kedua
penguji di luar pembimbing juga tidak cermat membaca berarti ada yang salah
dalam pengelolaan pendidikan dan pengajaran di kampus tersebut. Berkait
faktor ini, seringkali momen ujian skripsi masih jadi momok bagi mahasiswa.
Forum ujian skripsi masih jadi ajang bagi sebagian dosen untuk menunjukkan
kuasanya. Padahal sejatinya itu forum akademik ilmiah guna mendiskusikan dan
menyempurnakan hasil karya mahasiswa. Jika terdapat kekurangan, sejauh tidak
fatal, adalah hal wajar.
Justru menjadi tugas
forum penguji untuk memberikan masukan sehingga mahasiswa itu mengalami
proses pembelajaran atas kekurangan itu. Situasi seperti ini kadang jadi pemicu
bagi sebagian mahasiswa untuk memiliki karya skripsi sempurna meski harus
dengan jalan plagiat atau membeli. Seharusnya dibangun keyakinan di kalangan
mahasiswa bahwa ujian skripsi adalah ajang penyempurnaan karya mengingat
dimungkinkan ada kekurangan. Terpenting karya itu orisinal, genuine. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar