Senin, 19 Agustus 2013

Polisi Gendheng dan Kapolri Baru

Polisi Gendheng dan Kapolri Baru
Herie Purwanto ;   Ajun Komisaris Polisi, Alumnus Pendidikan Spesialisasi Penyidik Tipikor Lembaga Pedidikan Reserse Kriminal Polri Mega Mendung
JAWA POS, 19 Agustus 2013


UJIAN berat mengiringi kabar rencana pergantian kepala Polri. Tiga polisi gugur dalam waktu berdekatan karena penembakan gelap. Sembari menghormati para sejawat yang melepas nyawa dalam tugas itu, kita semua berharap kasus ini akan terungkap agar rasa aman makin kuat tercipta. Ini memang situasi menyedihkan menjelang penggantian pucuk pimpinan Polri. 

Jenderal Timur Pradopo memasuki purnatugas akhir bulan ini. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) telah merekomendasikan 8 (delapan) jenderal polisi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kepada calon pengganti Jenderal Timur Pradopo inilah tulisan berisi harapan ini disampaikan. Tiada lain, saya sebagai bagian dari Polri bisa memberikan sumbangsih untuk kejayaan Polri di masa mendatang.

Beberapa hal bisa dijadikan prioritas kebijakan Kapolri baru. Namun, menurut saya, hal paling urgen adalah menjadikan polisi sebagai abdi utama masyarakat; masyarakat sebagai tuan. Keberadaan institusi yang menasbihkan diri sebagai abdi utama inilah yang harus diwujudkan. Sebagai abdi, tiada lain menempatkan dirinya untuk kepentingan tuannya, membuat senang majikannya, dan mengerjakan apa yang diinginkan tuan atau majikannya tadi.

Dalam konteks bernegara, selain gangguan keamanan seperti disebut di atas, korupsi tengah menjadi musuh utama bangsa ini. Kasus itu telah menyengsarakan jutaan masyarakat Indonesia, telah merampas hak-hak warga hingga menjadikan bangsa kita terpuruk di mata dunia. Tiada lain, Polri harus bisa menunjukkan jiwanya sebagai abdi tadi untuk bisa memeranginya. 

Bila selama ini polisi bisa bangga dalam memerangi narkotika, terorisme maupun kejahatan konvesional, cyber crime dan sebagainya, sudah saatnya polisi bisa membanggakan diri dalam memberantas korupsi.

Hipotesis saya adalah bila polisi bisa unjuk gigi dan maksimal dalam memerangi korupsi, simpati masyarakat dan kecintaan masyarakat kepada polisi akan berada pada titik tertinggi secara signifikan. Bukankah negara juga telah maksimal dengan menyetujui anggaran penyidikan korupsi bagi polisi setara dengan KPK? Per kasusnya, kini penyidik tipikor Polri diberi plafon lumayan, hingga Rp 206 juta. 

Kurang Minati Tipikor 

Apa yang kira-kira belum bisa menjadikan polisi maksimal hingga membuat masyarakat yakin bahwa polisi sudah serius memerangi korupsi?

Pertama, belum maksimalnya polisi menempatkan penyidik-penyidik yang kompeten di bidang korupsi. Meskipun beberapa polda sudah melakukan uji kompetensi, itu belum menjadi kebijakan yang diminati para calon penyidik tipikor. Penyidik-penyidik tipikor yang mempunyai kompetensi justru diberikan kepada KPK. Apakah menjadi penyidik tipikor kurang diminati? 

Pengalaman empiris saya menyebutkan, penyidik tipikor membutuhkan penyidik yang berkaca mata kuda dalam melaksanakan tugasnya. Dia harus komitmen bahwa dia masuk dalam barisan penyidik yang tidak boleh tergoda dengan janji atau sejumlah uang dari pihak-pihak yang berperkara. Yang penting, dia juga harus siap menyidik sesama polisi, entah dia juniornya, satu angkatan atau seniornya sekalipun. Dengan kalimat lain, penyidik tipikor haruslah orang-orang dengan kepribadian nir-economic oriented. 

Kedua, kebijakan memerangi korupsi yang sudah dicanangkan sejak era Kapolri Jenderal Sutanto dan menjadikannya sebagai salah satu dari 10 kebijakan Kapolri, merupakan political will organisasi yang harus diwujudkan, bukan sekadar lips service. Kapolri harus bisa menggerakkan gerbong-gerbong yang memuat para penyidik korupsi serta seluruh jajarannya bahwa korupsi benar-benar harus diperangi. Seluruh subsistem harus berada dalam satu paradigma: perang dengan korupsi!

Paradigma ini diwujudkan dengan kebijakan bersih-bersih diri, memberangus pola-pola berbau KKN pada setiap lini tugas polisi, baik yang bersifat ke dalam maupun pada konteks melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat. Fungsi pengawasan ke dalam benar-benar dilaksanakan dan mau membuka diri atas feed back pengawasan dari pihak eksternal.

Di antara 400 ribu polisi, masih ada yang komitmen dan mendukung kebijakan Kapolri yang baru bila benar-benar ingin menjadikan korupsi sebagai prioritas utama. Memerangi korupsi disejajarkan dengan memerangi terorisme. Kalau perlu, sebagaimana dikatakan Profesor Satjipto Rahardjo, untuk memerangi korupsi sebagai kejahatan extra ordinary crime disiapkan polisi, jaksa, dan hakim yang gendheng.Polisi yang gendheng dalam konteks ini adalah berjalan lurus tak peduli akan menabrak siapa dan tidak lagi terkontaminasi pada hal-hal yang bersifat abuse of power.

Semoga Kapolri baru membaca tulisan ini. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar