|
"Bila Merpati
dijual berarti kebanggaan bangsa ini, terutama masyarakat di kawasan timur,
akan luntur"
TAHUKAH Anda tentang kisah Sisipus dalam legenda Yunani,
yang kemudian dikutuk dewa untuk membawa batu ke puncak gunung, namun setelah
sampai di puncak, batu itu oleh dewa dilempar ke bawah, dan Sisipus harus
kembali membawanya ke puncak, begitu seterusnya? Begitulah nasib PT Merpati
Nusantara Airlines.
’’Dewa’’ dalam hal ini adalah Menteri BUMN Dahlan Iskan,
yang seakan-akan ”mengutuk” Merpati dengan mengangkat the wrong man on the
wrong place sebagai direktur utama badan usaha tersebut. Bila pada 11 Mei 2012
dia mengangkat Rudy Setyopurnomo, yang pernah gagal memimpin Indonesia
Airlines, pada Rabu (31/7/13) dia mengangkat Capt Asep Ekanugraha, yang pernah
mengundurkan diri dari jabatan Direktur Operasi Merpati, sebagai pengganti
Rudy.
Dalam surat bernomor SK-317/MBU/2013, Dahlan mencopot Rudy
dan empat direksi yang lain. Cara mengangkatnya pun simpel: diajak rapat, yang
diklaim sebagai RUPS, diberhentikan, lalu diangkat direksi baru. Ketika
memberhentikan Sardjono Jhonny Tjitrokusumo untuk digantikan Rudy, cara yang ia
lakukan kurang lebih juga sama. Bahkan dalam pengangkatan Rudy berkesan ada
kejanggalan.
Pasalnya, pada saat dilantik usia Rudy sudah melebihi 58
tahun sehingga melanggar ketentuan Pasal 4 Ayat (4c) Peraturan Menteri BUMN
Nomor PER-01/MBU/2012 tertanggal 20 Januari 2012 tentang
Persyaratan dan Tata
Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi BUMN, dan Undang-Undang
(UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Langkah-langkah
Dahlan ini tak sekadar kontroversial dan menabrak sana-sini, tapi juga keluar
dari norma kepatutan sebagai tokoh yang merencanakan diri menjadi anutan bangsa
yang besar ini.
Berkesan
Dipaksakan
Ada kesan dipaksakan dalam pengangkatan Rudy. Bahkan SK-nya
pun ditandatangani bukan oleh menteri, melainkan oleh pejabat eselon I, dan
entah kenapa, tak lama setelah itu pejabat eselon I tersebut koma sampai
sekarang. Pengangkatan Asep Ekanugraha pun berkesan dipaksakan. Bagaimana
pejabat yang pernah mengundurkan diri bisa kembali diangkat, bahkan untuk
menduduki posisi yang lebih tinggi? Bahkan keledai pun tak mau terantuk dua
kali pada batu yang sama.
Sesaat setelah diangkat, Rudy mengumbar janji hendak
membukukan keuntungan bagi Merpati Rp 500 juta/hari. Tapi apa lacur? Hingga
setahun kemudian, maskapai penerbangan tersebut tetap berdarah-darah, bahkan
lebih parah dari sebelumnya. Dari 31 pesawat yang dimiliki, hanya 15 yang bisa
beroperasi. Pegawai dan karyawan resah karena banyak pemecatan. Akibatnya,
kinerja manajemen kontraproduktif. Di bawah Rudy, Merpati meninggalkan utang Rp
6,5 triliun.
Tidak mudah bagi Asep untuk kembali membangkitkan Merpati.
Ataukah penunjukan Asep ini memang sengaja supaya nasib Merpati tetap seperti
Sisipus dan berdarah-darah sehingga ada alasan untuk menjual BUMN tersebut?
Dahlan memang pernah mengutarakan niat untuk menjual maskapai penerbangan
tersebut. .
Bila Merpati sampai dijual, berarti kebanggaan bangsa ini,
terutama masyarakat di kawasan timur Indonesia, akan luntur. Selama ini Merpati
melayani rute perintis yang sulit dijangkau atau kurang dinminati maskapai
pererbangan lain, walaupun Merpati harus merugi. Ada misi public service
obligation (PSO). Di sisi lain, banyak warga di kawasan timur Indonesia
bila melihat pesawat, apa pun nama maskapainya, selalu menyebutnya Merpati. Ini
bukti bahwa masyarakat kawasan timur Indonesia memiliki kebanggaan terhadap
Merpati.
Kini, nasib perusahaan penerbangan tersebut ada di tangan
pemerintah. Kita cuma bisa berharap, apa pun yang terjadi, Merpati harus
diselamatkan. Apakah perusahaan itu akan mengonversikan utang Rp 6,5 triliun
sebagai penyertaan modal, ataukah menciutkan lingkup bisnisnya untuk fokus
hanya pada rute perintis, ataukah akan mengundang investor, silakan saja. Yang
jelas, Merpati harus diselamatkan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar