Jumat, 23 Agustus 2013

Kisah Merpati dan Sisipus

Kisah Merpati dan Sisipus
Sumaryoto Padmodiningrat ;   Anggota Komisi XI DPR
SUARA MERDEKA, 22 Agustus 2013


"Bila Merpati dijual berarti kebanggaan bangsa ini, terutama masyarakat di kawasan timur, akan luntur"

TAHUKAH Anda tentang kisah Sisipus dalam legenda Yunani, yang kemudian dikutuk dewa untuk membawa batu ke puncak gunung, namun setelah sampai di puncak, batu itu oleh dewa dilempar ke bawah, dan Sisipus harus kembali membawanya ke puncak, begitu seterusnya? Begitulah nasib PT Merpati Nusantara Airlines.

’’Dewa’’ dalam hal ini adalah Menteri BUMN Dahlan Iskan, yang seakan-akan ”mengutuk” Merpati dengan mengangkat the wrong man on the wrong place sebagai direktur utama badan usaha tersebut. Bila pada 11 Mei 2012 dia mengangkat Rudy Setyopurnomo, yang pernah gagal memimpin Indonesia Airlines, pada Rabu (31/7/13) dia mengangkat Capt Asep Ekanugraha, yang pernah mengundurkan diri dari jabatan Direktur Operasi Merpati, sebagai pengganti Rudy.

Dalam surat bernomor SK-317/MBU/2013, Dahlan mencopot Rudy dan empat direksi yang lain. Cara mengangkatnya pun simpel: diajak rapat, yang diklaim sebagai RUPS, diberhentikan, lalu diangkat direksi baru. Ketika memberhentikan Sardjono Jhonny Tjitrokusumo untuk digantikan Rudy, cara yang ia lakukan kurang lebih juga sama. Bahkan dalam pengangkatan Rudy berkesan ada kejanggalan.

Pasalnya, pada saat dilantik usia Rudy sudah melebihi 58 tahun sehingga melanggar ketentuan Pasal 4 Ayat (4c) Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2012 tertanggal 20 Januari 2012 tentang 
Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pem­berhentian Anggota Direksi BUMN, dan Undang-Undang (UU) Nomor  40 Tahun 2007 tentang Per­seroan Terbatas. Langkah-langkah Dahlan ini tak sekadar kontroversial dan menabrak sana-sini, tapi juga keluar dari norma kepatutan sebagai tokoh yang merencanakan diri menjadi anutan bangsa yang besar ini.

Berkesan Dipaksakan

Ada kesan dipaksakan dalam pengangkatan Rudy. Bahkan SK-nya pun ditandatangani bukan oleh menteri, melainkan oleh pejabat eselon I, dan entah kenapa, tak lama setelah itu pejabat eselon I tersebut koma sampai sekarang. Pengangkatan Asep Ekanugraha pun berkesan dipaksakan. Bagaimana pejabat yang pernah mengundurkan diri bisa kembali diangkat, bahkan untuk menduduki posisi yang lebih tinggi? Bahkan keledai pun tak mau terantuk dua kali pada batu yang sama.

Sesaat setelah diangkat, Rudy mengumbar janji hendak membukukan keuntungan bagi Merpati Rp 500 juta/hari. Tapi apa lacur? Hingga setahun kemudian, maskapai penerbangan tersebut tetap berdarah-darah, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Dari 31 pesawat yang dimiliki, hanya 15 yang bisa beroperasi. Pegawai dan karyawan resah karena banyak pemecatan. Akibatnya, kinerja manajemen kontraproduktif. Di bawah Rudy, Merpati meninggalkan utang Rp 6,5 triliun.

Tidak mudah bagi Asep untuk kembali membangkitkan Merpati. Ataukah penunjukan Asep ini memang sengaja supaya nasib Merpati tetap seperti Sisipus dan berdarah-darah sehingga ada alasan untuk menjual BUMN tersebut? Dahlan memang pernah mengutarakan niat untuk menjual maskapai penerbangan tersebut. .

Bila Merpati sampai dijual, berarti kebanggaan bangsa ini, terutama masyarakat di kawasan timur Indonesia, akan luntur. Selama ini Merpati melayani rute perintis yang sulit dijangkau atau kurang dinminati maskapai pererbangan lain, walaupun Merpati harus merugi. Ada misi public service obligation (PSO). Di sisi lain, banyak warga di kawasan timur Indonesia  bila melihat pesawat, apa pun nama maskapainya, selalu menyebutnya Merpati. Ini bukti bahwa masyarakat kawasan timur Indonesia memiliki kebanggaan terhadap Merpati.


Kini, nasib perusahaan penerbangan tersebut ada di tangan pemerintah. Kita cuma bisa berharap, apa pun yang terjadi, Merpati harus diselamatkan. Apakah perusahaan itu akan mengonversikan utang Rp 6,5 triliun sebagai penyertaan modal, ataukah menciutkan lingkup bisnisnya untuk fokus hanya pada rute perintis, ataukah akan mengundang investor, silakan saja. Yang jelas, Merpati harus diselamatkan. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar