|
Terjadinya
fluktuasi harga beberapa jenis pangan pada periode menjelang, selama, dan
sesudah bulan Ramadhan yang berulang setiap tahun sudah dimaklumi masyarakat luas.
Intensitas fluktuasi harga untuk setiap jenis pangan pada periode tersebut berbeda,
dipengaruhi oleh tingkat kesulitan pengelolaan dan penyimpanan setiap jenis
pangan, serta besarnya pengaruh ekspektasi para pedagang dalam mengambil
keuntungan.
Dibandingkan
dengan bulan Ramadhan tiga tahun terakhir, pada tahun ini harga-harga pangan
lebih bergejolak dan pada level yang lebih tinggi. Ada tiga jenis pangan yang
menyedot perhatian publik dan menyibukkan pemerintah untuk mengatasinya, yaitu
daging sapi, cabai merah, dan bawang merah.
Yang patut
dicatat, fluktuasi harga ketiga pangan tersebut tetap berlangsung, padahal pemerintah
telah berupaya meredamnya dengan berbagai kebijakan, termasuk memperlancar
distribusi, memberi kesempatan mempercepat impor bagi yang sudah memperoleh
izin, dan menambah alokasi volume impor yang cukup besar. Perilaku pergerakan
harga ketiga komoditas tersebut ternyata tidak terjadi pada harga beras, yang
mempunyai nilai stategis secara ekonomis, sosial, dan politis.
Pengelolaan
stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok merupakan kewajiban pemerintah yang
diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 13).
Dalam UU Pangan ini dinyatakan bahwa sumber utama penyediaan pangan nasional
berasal dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional (CPN). Bila
dari kedua sumber tersebut tidak mencukupi, barulah dapat dipenuhi dari impor,
(Pasal 14).
Dengan
demikian, ada dua hal yang sangat jelas dan tegas diamanatkan UU Pangan.
Pertama, impor merupakan upaya terakhir atau the last resort dalam rangka menyediakan pangan yang cu- kup bagi
seluruh penduduk dengan harga terjangkau daya beli masyarakat. Kedua, CPN
merupakan instrumen penting dalam memenuhi penyediaan pangan dan untuk menjaga
stabilisasi harga pangan.
Indonesia
baru memiliki cadangan pangan pemerintah untuk beras saja, yang pelaksanaannya
dikelola Bulog. Memasuki awal Ramadhan tahun ini volume beras di bawah
pengelolaan Bulog sebesar 2,94 juta ton, dan seminggu setelah Lebaran masih
pada tingkat aman dengan volume 2,80 juta ton.
Sebenarnya,
saat ini volume cadangan beras pemerintah (CBP) relatif sedikit. Dari hampir
tiga juta ton beras yang dikelola Bulog, hanya 350 ribu ton yang merupakan CBP.
Beras ini siap dimanfaatkan kapan saja untuk operasi pasar guna menjaga
stabilitas harganya dan didistribusikan kepada masyarakat yang terkena bencana
guna mengatasi rawan pangan transien (sementara).
Dalam
iklim ekstrem yang susah diprediksi, pasar internasional pangan yang tidak
dapat dipercayai sepenuhnya bagi pemenuhan volume dan harga yang diingin kan,
dan masyarakat yang tidak menghendaki adanya ketergantungan pada pangan impor,
maka amanat UU Pangan yang mewajibkan pemerintah mengembangkan CPN menjadi
suatu langkah yang sangat strategis. Dengan membentuk CPN yang cukup,
diharapkan gejolak harga pangan akan dapat diredam.
Untuk
membangun CPN tersebut, ada empat hal yang harus dirancang. Pertama, perlu
ditetapkan komoditas pangan yang perlu dijaga stabilisasi pasokan dan harganya,
karena untuk membangun CPN ini biaya yang harus ditanggung pemerintah akan
cukup besar. Pemilihan komoditas sebaiknya difokuskan pada pangan yang mempunyai
dampak strategis bagi ekonomi, sosial, dan politik nasional.
Untuk
tahap awal, lima komoditas pangan pokok, yaitu beras, jagung, kedelai, minyak
goreng, dan gula, serta bawang merah dan cabai merah dapat dipertimbangkan
untuk dibentuk cadangan pangannya, namun tidak perlu semuanya. Pemilihan jenis
dan jumlah komoditas akan terkait dengan perencanaan sistem pengadaan,
penyimpanan, dan penyalurannya.
Sesuai UU
Pangan, CPN terdiri atas cadangan pangan pemerintah (pusat) dan cadangan pangan
pemda provinsi, kabupaten/kota, desa, serta cadangan pangan masyarakat (Pasal
23 dan 27). Karena itu, langkah kedua perlu dibuat pengaturan pembagian tugas
yang jelas dan terukur antara pemerintah pusat dan daerah, serta peran
masyarakat. Salah satu pengaturan tugas tersebut di antaranya pemda tidak harus
memiliki cadangan pangan yang sama dalam jenis dan jum- lahnya dengan yang
dimiliki pemerintah pusat, tetapi dapat disesuaikan dengan pola konsumsi pangan
setempat.
Ketiga
adalah pembagian beban dalam membagun CPN tersebut. Porsi terbesar tetap harus
diambil oleh pemerintah pusat, karena stabilisasi harga terkait erat dengan
aspek ekonomi makro dan stabilitas ekonomi dan politik nasional. Peran pemda
disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan besarnya jumlah penduduk di
wilayahnya.
Cadangan
pangan masyarakat dibangun oleh masyarakat sendiri dalam bentuk lumbung pangan
masyarakat atau cadangan pangan desa. Selain itu, sesuai dengan keperluannya,
cadangan pangan beras berada pula pada setiap rumah tangga, penggilingan,
pedagang, industri pengolahan, dan pengguna pangan seperti restoran.
Keempat
berupa penetapan besarnya volume CPN yang dapat memainkan peran untuk menjaga
stabilitas harga. Pada prinsipnya besarnya volume CPN untuk setiap komoditas
pangan ditentukan oleh jenis pangan, sifat fisik dan kimia pangan, peran
penting komoditas tersebut dalam ekonomi nasional, dan frekuensi kejadian dan
beratnya volatilitas harga pangan, serta antisipasi kerawanan pangan akibat
kekurangan pangan (gagal panen) dan bencana. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar