Jumat, 14 Juni 2013

Memasifkan Kemiskinan Rakyat

Memasifkan Kemiskinan Rakyat
Maria M Bhoernomo ;   Budayawan di Kudus, Jawa Tengah
SINAR HARAPAN, 13 Juni 2013


Ada kliping koran yang memberitakan, musim kampanye pemilihan umum kepala daerah di Blora, Jawa Tengah, 2010, diwarnai kasus pembagian ikan asin (gereh) kepada masyarakat setempat. Konon gereh tersebut dari tim sukses salah satu kandidat.

Banyak pihak kemudian menyebutnya sebagai gereh politik. Untuk konteks Blora, yang notabene daerah miskin, gereh adalah lauk-pauk yang paling populer, karena mayoritas masyarakat suka mengonsumsinya.
Kasus gereh tersebut telah memperpanjang daftar jenis politik uang yang menyertai perkembangan demokrasi di negeri ini.

Pada titik ini, tampaknya fenomena pelecehan kedaulatan rakyat semakin mengejawantah di banyak pelosok daerah. Artinya, rakyat semakin sering diposisikan seperti kucing-kucing lapar yang mudah dijinakkan dengan secuil ikan asin oleh elite politik yang sedang berebut kekuasaan.

Kekuatan Uang

Politik uang dengan berbagai jenis sebagai pelecehan kedaulatan rakyat sulit dihentikan, atau bahkan akan semakin marak, jika mayoritas rakyat tetap hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan kata lain, derajat demokrasi akan selalu paralel dengan derajat ekonomi rakyat; maka siapa ingin berkuasa harus punya banyak uang.

Konkretnya, siapa saja yang paling kaya dan berminat menjadi pemimpin (terutama di daerah) dianggap paling berpotensi untuk menang secara demokratis, karena kekuatan politik selalu menguasai proses demokrasi.

Dengan kata lain, kekuatan uang memang sulit dikalahkan dalam ranah demokrasi, ketika mayoritas rakyat sedang dirundung kemiskinan.

Konkretnya, jarak pandang rakyat dalam kondisi lapar sangat terbatas. Pada kondisi demikian, rakyat hanya akan bisa mengenal dan kemudian mendukung siapa pun yang mendekatinya dengan memberikan sesuatu yang dibutuhkan.

Lebih gamblangnya, kampanye politik paling efektif adalah mendekati rakyat dengan memberikan bantuan. Sekecil apa pun bantuan yang diterima rakyat akan lebih berarti. Model kampanye dengan berlomba memasang gambar besar-besaran yang tidak bisa dinikmati rakyat akan sia-sia saja.

Di banyak daerah yang relatif makmur, kekuatan uang yang dikelola dengan efektif akan tetap menarik. Misalnya, masyarakat yang relatif makmur akan cenderung mendukung kandidat yang bersedia mendanai pembangunan infrastruktur seperti jalan dan gorong-gorong yang nyata-nyata bisa dirasakan manfaatnya.

Kemiskinan Abadi

Jika pelecehan kedaulatan rakyat dibiarkan berkembang di negeri ini, efeknya bisa sama dengan memasifkan kemiskinan. Artinya, pihak yang berkuasa dan ingin memperpanjang kekuasaan akan sengaja membiarkan mayoritas rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, agar sewaktu-waktu bisa diperlakukan seperti kucing-kucing lapar yang mudah dirayu dengan secuil ikan asin.

Pada konteks nasional, bangsa dan negara bisa saja sengaja dibiarkan tetap miskin oleh suatu rezim yang ingin berkuasa dalam jangka panjang. Konkretnya, kemenangan politik karena berhasil mendapatkan dukungan mayoritas rakyat bisa saja menjadi tanda akan abadinya kemiskinan.

Kasus rezim orde baru yang berhasil memperpanjang kekuasaan selama tiga dasawarsa lebih tanpa mengurangi angka kemiskinan secara signifikan bisa terulang lagi di masa-masa mendatang jika pelecehan kedaulatan rakyat dibiarkan semakin marak.

Oleh karena itu, jika rezim sekarang akan membagi-bagikan bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) kepada rakyat miskin sebagai kompensasi naiknya harga BBM, efeknya sangat mungkin akan mengabadikan kemiskinan juga. Pada titik ini, rakyat miskin ditindas dengan mahalnya berbagai kebutuhan hidup, tapi juga dibantu dengan uang tak seberapa secara kontinu agar hidupnya tetap miskin.

Sulit Dihentikan

Pelecehan kedaulatan rakyat juga akan sulit dihentikan dengan regulasi, selama mayoritas rakyat tetap miskin. Dengan demikian, satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah dengan menghapus kemiskinan secara signifikan.

Konkretnya, jika rakyat sudah mampu membeli gereh sendiri tentu tidak akan mau diperlakukan seperti kucing lapar ketika hendak memilih pemimpin.

Oleh karena itu, jika memang mendambakan demokrasi berkembang lebih bermartabat di negeri ini, semua pihak harus sepakat untuk tidak memperlakukan rakyat seperti kucing-kucing kelaparan. Misalnya, BLSM diganti dengan memperbanyak akses ekonomi dan bantuan modal secara kontinu (tidak hanya ketika menjelang pemilu) yang bisa digunakan rakyat untuk mengembangkan berbagai usaha kecil.

BLSM yang diberikan secara kontinu hanya pada saat menjelang pemilu kepada rakyat miskin akan membuat rakyat miskin semakin mudah diperlakukan seperti kucing-kucing lapar, jika pada waktu bersamaan harga sembako naik dan pasar-pasar tradisional yang notabene menjadi habitat berkembangnya perekonomian rakyat digilas dengan pusat-pusat perbelanjaan modern yang notabene menjadi habitat merajalelanya investor besar.

Kini, di banyak daerah, kemiskinan cenderung semakin meluas, karena rakyat dibiarkan terjajah secara ekonomi oleh menjamurnya pusat-pusat perbelanjaan modern yang telah menggilas pasar-pasar tradisional. Pada titik ini, pelecehan kedaulatan rakyat tampaknya akan makin sulit dihentikan atau bahkan sebaliknya akan semakin marak.

Kini, BLSM akan kembali dibagikan kepada rakyat miskin terkait agenda politik menaikkan harga BBM menjelang Pemilu 2014. Dalam hal ini, Partai Demokrat yang notabene partai berkuasa tampaknya ingin mengulangi kesuksesannya merebut simpati rakyat berkat adanya pembagian BLSM.

Jika boleh menduga juga, Partai Demokrat tampaknya mengerti bahwa naiknya harga BBM akan dibenci 
oleh kalangan kelas menengah atas yang notabene konsumen BBM nonsubsidi.

Mereka akan dibiarkan memilih golput dalam Pemilu 2014 nanti, karena jumlah mereka kalah jauh dengan jumlah rakyat miskin yang kemungkinan besar tidak akan golput atau tetap setia mendukung partai yang berkuasa karena sebagian telah menerima BLSM.

Begitulah, demokrasi di negeri ini tampaknya akan tetap diwarnai politik uang, di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan desa, karena semua elite politik tampak senang-senang saja menikmati kemenangan di atas masifnya kemiskinan mayoritas rakyat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar