Minggu, 09 Juni 2013

Lelang Jabatan Jokowi dan RUU ASN

Lelang Jabatan Jokowi dan RUU ASN
Owen Podger ;    Pendamping dan Konsultan
berbagai Birokrasi Pusat di Indonesia sejak 1971
JAWA POS, 07 Juni 2013



GUBERNUR DKI Joko Widodo memulai praktik "lelang" untuk mengisi kembali semua jabatan. Masyarakat antusias mendukung langkah Jokowi, karena akhirnya jabatan bisa diisi berdasar kompetensi.

Menengok sejenak, pada Juli 2011, DPR sudah merespons rancangan undang-undang tentang aparatur sipil negara (RUU ASN) dengan memberikan catatan. Berdasar UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pemerintah wajib menyampaikan daftar isian masalah (DIM) atas RUU dalam waktu dua bulan. Sampai sekarang, pemerintah belum menuntaskannya. Rupanya, sulit bersepakat dalam langkah detail reformasi birokrasi.

Apakah DPR dan pemerintah akan mengatur lelang jabatan ala Jokowi dalam undang-undang? Ya dan tidak.

RUU ASN dan draf DIM memang mengatur pengisian jabatan senior, tetapi tidak mengatur bagaimana "pengosongan"-nya supaya dapat diisi. Ini hal yang menarik, karena Jokowi bukan pemimpin baru pertama yang ingin membongkar tim senior yang diwariskan kepadanya.

Pada 2011, Wapres Budiono sebagai ketua komite pengarah reformasi birokrasi pernah memutuskan agar beberapa pejabat di Kemen Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN & RB) diganti. Pada akhir 2012 kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengumumkan semua jabatan LAN akan dipilih kembali, dan pada April lalu mengumumkan nama pelamar yang lulus dari ujian. Tetapi, pemerintah belum tergerak agar pengalamannya mengisi kekosongan jabatan itu dimasukkan dalam undang-undang.

Kedua, baik RUU ASN maupun DIM mengatur pejabat tinggi harus dipilih berdasar kompetensi, kualifikasi, dan integritas, serta persyaratan lain yang dibutuhkan. Keduanya mengatur jabatan senior dapat berasal dari non-PNS dengan persetujuan presiden. Dalam versi DPR, non-PNS akan dapat melamar bersama PNS. Tapi, dalam versi pemerintah non-PNS hanya dapat melamar bila terbukti tidak ada PNS yang memenuhi syarat.

Ketiga, DPR dan pemerintah belum sepakat tentang aturan jabatan senior yang lain. DPR merancang istilah jabatan eksekutif senior (JES) untuk jabatan tinggi. PNS dari instansi mana saja, yang punya kompetensi, kualifikasi, dan integritas serta memenuhi persyaratan yang lain, dapat mengisi JES. Pengisian JES dilakukan oleh suatu komisi aparatur sipil negara (KASN) lewat proses pengumuman lowongan, penerimaan lamaran, seleksi, dan penetapan keputusan oleh presiden. Dengan ini tidak ada seleksi JES oleh menteri atau kepala daerah.

Pemerintah lebih suka istilah jabatan pimpinan tinggi (JPT). Pemerintah mengusulkan tiga tingkat JPT, yaitu JPT utama (untuk sekretaris jenderal dan setaranya), JPT madya (untuk dirjen dan setaranya serta sekretaris provinsi), dan JPT pratama (untuk direktur, Sekda kabupaten/kota, kepala dinas, dan setaranya). Di daerah hanya Sekprov yang diisi secara terbuka pada tingkat nasional. JTP lain di daerah (misalnya kepala SKPD) diisi terbuka pada tingkat "provinsi, atau antarinstansi dalam 1 (satu) kabupaten/kota."

Namun, pemerintah tidak mau memberi KASN kuasa atas seleksi JPT. Pemerintah mengatur proses tiga langkah untuk seleksi. Pelamar diuji kompetensinya melalui assessment center dan penelusuran jejak jabatan dan kinerja. Dengan persyaratan ini, assessment center yang ada sekarang ditetapkan dalam undang-undang. 

Setelah itu, suatu panitia seleksi instansi menilai lamaran dengan cara terbuka. Panitia ad hoc ini berdiri atas unsur internal dan eksternal dan dibentuk di daerah oleh Sekda untuk seleksi calon untuk setiap lowongan JPT dalam satu tahun di instansinya. Untuk JPT utama dan madya, panitia tersebut memilih tiga calon untuk disampaikan kepada presiden untuk dipilih dan ditetapkan salah satu. JPT pratama di daerah ditetapkan oleh Sekda. Tidak diatur bahwa panitia wajib memberikan tiga nama calon Sekda untuk dipilih salah satu. Tidak diatur juga siapa yang menetapkan Sekda kabupaten/kota. Pemerintah juga mengusulkan pengisian JPT dapat dikecualikan pada instansi yang telah menerapkan sistem merit asal disetujui KASN. 

Keempat, DPR tidak mengatur masa jabatan JES atau masa uji coba. Dalam versi pemerintah, JPT diduduki maksimal lima tahun dan tidak boleh diganti selama dua tahun sejak dilantik. Bila dalam satu tahun pejabat yang terpilih belum mencapai kinerja yang memadai, dia diberi masa enam bulan lagi untuk memperbaiki kinerjanya. 

Walaupun sistem Jokowi tidak diatur dalam RUU ASN atau DIM-nya, DPR dan pemerintah punya semangat yang sama. Yakni, ingin supaya setiap jabatan senior diisi dengan orang yang berkompeten dan berintegritas, melalui proses terbuka yang menerima lamaran dari orang yang merasa kompeten. RUU perlu ditetapkan secepat mungkin agar segera kita dapat pejabat yang berkompeten, berintegritas, dan berdedikasi untuk kepentingan masyarakat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar