Selasa, 18 Juni 2013

Gebrakan-Gebrakan Taufiq Kiemas

Gebrakan-Gebrakan Taufiq Kiemas
Ardi Winangun ;   Pengamat Sosial-Politik
SUAR OKEZONE, 17 Juni 2013


Kepergian Ketua MPR Taufiq Kiemas untuk selamanya pada 8 Juni, Sabtu petang, di Singapore General Hospital, Singapura, membawa rasa sedih bagi seluruh rakyat Indonesia. Ungkapan kesedihan itu terlihat dari tak putus-putusnya para facebooker, twitter, dan pengguna jaringan media sosial lainnya menulis dalam statusnya yang mendoakan kepergian suami Megawati itu ke alam yang kekal. Facebooker, twitter, dan pengguna media sosial lain menulis di statusnya yang demikian bukan sebuah rekayasa namun sebuah bentuk rasa cinta dan kehilangan.

Mengapa pria kelahiran Jakarta, 31 Desember 1942, ditangisi banyak orang ketika jantung tak lagi berdetak dan nafas tak lagi berhembus? Ini karena sikap dia yang ramah dan merangkul semua golongan. Banyak hal-hal yang selama ini tak terungkap oleh banyak orang namun ketika terungkap semakin menunjukkan sikap dia yang berada di tengah bagi semua.

Saat bedah bukunya yang berjudul Gelora Kebangsaan Tak Kunjung Padam, 70 Tahun Taufiq Kiemas, terungkap bahwa Taufiq adalah orang sholeh. Salah satu pembedah, Ade Armando, menuturkan setelah membaca buku itu dirinya menjadi tahu siapa Taufiq Kiemas. “O, Pak Taufiq itu ternyata dari keluarga Masyumi,” ujarnya. “O, Pak Taufiq ternyata rajin sholat lima waktu,” tambahnya. Hal demikian menurut Ade Armando berkebalikan dengan tuduhan yang selama ini ditujukan kepada partainya, sebagai partai sekuler, abangan, dan non-Muslim.

Kesan Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia sebagai partai sekuler, abangan serta non-Muslim, ingin diluruskan oleh Taufiq. Taufiq berpandangan bahwa partai berlambang banteng moncong putih itu adalah partai seluruh rakyat Indonesia sehingga untuk menjauhkan kesan sebagai partai yang sekuler, abangan, dan non-Muslim, dirinya mengundang ummat Islam untuk bergabung dan masuk ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Caranya? Ia membentuk Baitul Muslimin Indonesia. 

Membentuk Baitul Muslimin Indonesia tentu bukan yang mudah, pastinya ada resistensi dari kalangan internal. Namun karena ketokohan dirinya dan juga karena suami Megawati, halangan itu bisa diatasi. Untuk memperlancar sayap partai itu makanya dirinya bersilaturahmi ke berbagai organisasi Islam seperti KAHMI, Muhammadiyah, dan NU. Ketua Umum PP. Muhammadiyah Dien Syamsuddin serta Ketua Umum PBNU, saat itu, Hasyim Muzadi, pun diajak urun rembug dan akhirnya mendukung pembentukan Baitul Muslimin Indonesia.
Dari terbentuknya Baitul Muslimin Indonesia inilah maka Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tak lagi mengesankan sebagai partai yang sekuler namun ramah dengan Islam. Lewat organisasi itulah antara partai dengan Ummat Islam terjembatani.

Gebrakan yang dilakukan Taufiq tak hanya di internal partai, sebagai Ketua MPR, dirinya pun juga membuat kejutan dan gebrakan. Memudarnya pemahaman akan Pancasila membuat dirinya mengencarkan program Sosialisasi 4 Pilar, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Gerakan yang berpayung hukum pada UU. No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, itu bertujuan untuk menyegarkan kembali masyarakat akan pentingnya penerapan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila. 

Gebrakan yang gencar ini mendapat respon yang sangat luar biasa dari masyarakat, baik yang pro dan kontra. Kelompok kontra tidak setuju hanya karena penggunaan kata pilar pada Pancasila, itu saja. Sedangkan dukungan yang pro jumlahnya melimpah dan tersebar di mana-mana. 

Gerakan yang saat ini masih dilakukan oleh MPR secara massif itu membuat dirinya mendapat gelar Dr (HC) dari Universitas Tri Sakti. Gelar diberikan oleh perguruan tinggi yang beralamat di Grogol, Jakarta Barat, itu karena dirasa Taufiq, sebagai Ketua MPR, telah melahirkan gagasan Sosialisasi 4 Pilar. Sosialisasi itulah yang membuat nilai-nilai 4 Pilar dapat dipahami oleh para pejabat negara dalam berbangsa dan bernegara. Selanjutnya sosialisasi ini juga diberikan kepada masyarakat sehingga nilai-nilai itu dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi seluruh rakyat Indonesia, di mana saja, dan siapa saja.

Dalam pidato ilmiah untuk pengukuhan yang berjudul Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Sebagai Sumber Moralitas dan Hukum Nasional, Taufiq menjelaskan kekurangpahaman dari kelompok yang kontra. Menurutnya gerakannya menggunakan istilah pilar bukanlah mengandung pengertian sebagai tiang penyangga, tetapi sebagaimana disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna sebagai sesuatu yang dasar, pokok atau induk. Penyebutan 4 Pilar tidaklah dimaksudkan bahwa keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat. 

Adanya kritik dari banyak pihak karena Pancasila dijadikan pilar dijawab oleh pria asal Palembang, Sumatera Selatan, itu dengan mengatakan, pada prinsipnya Pancasila tetap diposisikan sebagai dasar dan ideologi negara yang kedudukannya berada di atas 3 pilar  lainnya.

Taufiq berpikiran apa-apa yang dilakukan tadi tidak akan ada manfaatnya bila di tengah-tengah masyarakat masih ada perpecahan, faksi, dan dendam politik. Untuk itu dirinya membuat gebrakan lagi, yakni mendirikan Forum Silaturahmi Anak Bangsa. Forum ini dimaksudkan untuk membentuk rekonsiliasi atau menyudahi masalah-maslaah yang pernah dilakukan oleh orangtua mereka akibat berbedaan pandangan dalam membangun bangsa. 

Dalam forum ini ada Hutomo Mandala Putra anak Presiden Soeharto, Ahmad Zahedi cucu dari Tengku M. Daud Beureueh, Perry Oemar Dani putera Marsekal Oemar Dani, Sardjono Kartosurwiryo putera dari SM Kartosuwiryo, Amelia Yani puteri dari Ahmad Yani, dan Ilham Aidit putera dari DN Aidit, serta masih banyak lagi yang lainnya.

Forum yang memiliki motto Berhenti Mewariskan Konflik, Tidak Membuat Konflik Baru, itu dianggap sebagai sebuah tauladan bagi yang lain bahwa masalah lalu adalah sebuah pelajaran yang dijadikan modal untuk membangun bangsa dan negara serta dendam politik harus diakhiri. Persatuan dan kerukunan anak bangsa paling penting.  ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar