Jumat, 14 Juni 2013

Gaya Sehat Sedekah Darah

Gaya Sehat Sedekah Darah
Arif Afandi ;   Ketua Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) Jatim,
Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Surabaya
JAWA POS, 14 Juni 2013



HARI ini warga dunia memperingati Hari Donor Darah Internasional. Upacara peringatan di tingkat dunia dipusatkan di Prancis, sedangkan di seluruh pelosok dunia diperingati dengan berbagai kegiatan: terutama dengan donor darah masal. Peringatan ini dilakukan masyarakat internasional sebagai penghormatan terhadap para pendonor darah sukarela. Mereka berhak mendapat penghormatan ini karena mereka pada dasarnya adalah pahlawan.

Jadi, secara internasional pun, pendonor sukarela disebut seorang pahlawan. Mengapa? Sebab, pada dasarnya, mereka adalah para penyelamat jiwa orang lain. Setiap tetes darah sehat yang disedot dari tubuh seseorang jelas menyelamatkan nyawa orang lain yang sedang membutuhkan. Mulai orang yang sedang menjalani operasi bedah sampai mereka yang karena penyakitnya membutuhkan tambahan darah dari orang lain.

Pendonor darah sukarela berbeda dengan donor dari saudara pasien maupun donor yang dibayar. Mereka ini adalah para penderma kehidupan bagi manusia lainnya. Mereka menjadi luar biasa karena bersedekah dan beramal kehidupan untuk orang lain. Maka, bukan suatu yang istimewa jika ada jargon: bersedekah harta itu sudah biasa, bersedekah darah baru luar biasa. Sesuatu yang luar biasa jelas layak mendapat apresiasi maupun penghargaan.

Persoalannya, bagaimana komposisi pendonor darah sukarela kita? Sejauh mana kesadaran kita untuk berperan serta dalam menyelamatkan jiwa manusia lainnya? Dua pertanyaan itu akan menuntun kita dalam merumuskan gerakan memperluas kesadaran donor darah di Indonesia.

Jika dibanding negara-negara di sekitarnya, jumlah donor di Indonesia masih sangat kurang. Berdasar data, saat ini baru ada 6 orang setiap seribu penduduk. Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai sepuluh orang dan 24 orang di Singapura setiap seribu penduduk. Yang tertinggi adalah Jepang. Negeri Sakura itu telah berhasil mencatatkan 68 donor setiap seribu penduduk.

Mencari Darah Muda 

Idealnya, setiap negara harus mampu menyediakan dua persen kantong darah dari jumlah penduduknya. Dengan penduduk 250 juta jiwa, kita harus bisa menyediakan 5 juta kantong darah setiap tahun. Menurut Ketua PMI Jusuf Kalla, jumlah pendonor di Indonesia berkisar 2.250.000 orang. Dari jumlah tersebut, bisa dihasilkan 3,5 juta kantong darah. Itu berarti masih kurang 1,5 juta dari target idealnya.

Diperkirakan, kebutuhan kantong darah di Indonesia setiap tahun bertambah 5 persen. Apalagi, daerah kita dikenal sebagai daerah rawan bencana dengan tingkat kecelakaan lalu lintas yang tinggi. Kenyataan tersebut masih ditambah tingginya angka kematian ibu melahirkan karena pendarahan. Berdasar data terakhir, tingkat kematian ibu di Indonesia mencapai 263 per 100 ribu. Selain itu, penyakit degeneratif kardiovaskuler dan penyakit kelainan darah seperti hemofilia dan talasemia terus meningkat.

Kenyataan tersebut mengharuskan kita lebih serius menggenjot persediaan darah secara nasional. Persoalan itu masih ditambah kenyataan kesenjangan ketersediaan kantong darah antardaerah. Di satu sisi, ada daerah yang mengalami surplus, sedangkan di pihak lain kekurangan. Jawa Timur yang sudah surplus selalu menjadi andalan bagi Provinsi Sumatera Utara dan Bali yang kekurangan. 

Tapi, haruskah daerah yang surplus persediaan lantas mengendalikan pertumbuhan pendonornya? Tentu tidak. Baik di tingkat nasional maupun daerah, gerakan untuk menumbuhkan pendonor sukarela masih tetap dibutuhkan. Apalagi, secara usia, pendonor di Indonesia tergolong tua. 

Rata-rata umur pendonor kita di kisaran 35 tahun. Pada umumnya, untuk bisa menjadi pendonor sukarela seratus kali, minimal dibutuhkan waktu 25 tahun. Dengan demikian, jika ingin menjadi pendonor sukarela utama, harus dimulai sejak usia muda. Karena itulah, PMI bertekad memperkuat rata-rata usia pendonor ini menjadi 25 tahun.

Sangat terlihat bahwa dominasi kalangan usia tua sangat kentara. Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) yang menjadi organisasi para donor juga cenderung diisi kalangan tua. Masih sangat jarang kalangan anak muda maupun remaja yang terlibat dalam organisasi tersebut. Belum ada gerakan khusus yang menyasar anak muda dan kalangan remaja untuk menjadi pendonor darah sukarela.

Mendorong anak muda menjadi pendonor darah berarti juga mendorong mereka untuk hidup sehat. Sebab, mereka tidak akan bisa mendonorkan darahnya jika tidak dalam keadaan sehat. Berarti, donor darah menjadi bagian dari upaya mencegah generasi muda kita terjerembap dalam kehidupan yang tidak sehat seperti menelan narkoba dan semacamnya. Donor darah itu gaya hidup sehat. Tidak hanya sehat raga, namun juga sehat sosial karena bisa membangun kebersamaan, gotong royong, serta budaya tolong-menolong antarsesama.

Ayo, menjadi orang luar biasa dengan bersedekah darah! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar