Revolusi
Efisiensi Anggaran
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ; Pengamat
Ekonomi
|
SINDO,
19 November 2012
Pekan lalu
masyarakat terkejut dengan beredarnya video di You Tube yang berisikan rapat
antara Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih
populer disebut Ahok dengan birokrasi dari Dinas Pekerjaan Umum DKI.
Rapat tersebut mengulang rapat serupa yang dilakukan Ahok dengan Dinas Perhubungan DKI. Dari video itu mencuat beberapa hal yang bukan tidak mungkin akan menghasilkan tren, suatu revolusi, bagi terpacunya efisiensi anggaran di jajaran birokrasi pemerintahan di seluruh Indonesia. Hal pertama yang menurut saya sangat penting adalah berperannya seorang wakil gubernur dalam optimalisasi kapasitas dari jabatannya. Pembagian tugas antara Gubernur Joko Widodo (Jokowi) dengan Ahok ternyata memungkinkan seorang wakil gubernur tidak lagi tampil sebagai sekadar “ban serep”, tetapi bahkan memungkinkan Ahok memainkan peran yang sangat penting dalam birokrasi.Jelas ini merupakan suatu anomali yang mudah-mudahan dengan media sosial akan menghasilkan tren dan bukan tidak mungkin suatu “revolusi” bagi optimalisasi peran dari jabatan wakil gubernur, wakil bupati, wakil wali kota, dan sebagainya. Mengingat peran DKI yang menjadi benchmark penting bagi daerah lain, diharapkan apa yang terjadi di DKI segera menular ke daerah lain, minimal daerah-daerah yang perkembangan media sosialnya sudah sedemikian kuat. Hal kedua yang sangat penting muncul dalam pertemuan tersebut adalah permintaan Ahok untuk memotong anggaran Dinas PU,dengan tanpa mengubah spesifikasi (spek) proyek, sebesar 25%.Alasan yang dikemukakan Ahok sangat jelas,karena sebetulnya pemotongan tersebut bahkan bisa mencapai 40%. Angka 25% tersebut tampaknya kecil, tetapi sebetulnya sangat besar. Jika dari anggaran Dinas PU DKI yang nilainya sebesar Rp2,5 triliun dipotong seperempatnya saja, jumlah potongan tersebut langsung mencapai Rp625 miliar. Belum lagi jika ditambah dengan penghematan yang diperoleh dari rapat dengan Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan,dan sebagainya. Bukan tidak mungkin dari hanya rapat yang berlangsung dua kali itu saja diperoleh efisiensi yang melebihi Rp1 triliun. Ini suatu peningkatan efisiensi yang luar biasa. Jika uang hasil penghematan dari Dinas Pekerjaan Umum itu saja, yang berjumlah Rp625 miliar, digunakan untuk membeli bus TransJakarta yang tunggal (bukan gandeng), apalagi dengan harga yang berhasil diefisienkan, bukan tidak mungkin akan diperoleh 625 bus TransJakarta baru dari penghematan tersebut. Jumlah bus sebanyak itu telah melampaui seluruh armada TransJakarta saat ini yang hanya berjumlah 529 unit (itu pun banyak yang rusak). Padahal penghematan ini hanya terjadi pada satu tahun anggaran saja. Ini berarti dalam jangka lima tahun pemerintahan Jokowi-Ahok,akan dihasilkan penghematan anggaran yang mampu menghasilkan sekitar 3.000 bus TransJakarta baru. Ini sungguh hasil yang sangat luar biasa. Hal ketiga yang muncul dari kasus tersebut adalah terciptanya transparansi keuangan pemerintah yang luar biasa. Pemerintah provinsi sekelas DKI pada waktu sebelumnya memiliki APBD yang tidak transparan. Saya yang sangat rajin menelusuri data-data demikian untuk mengisi kolom di media ini selalu kesulitan untuk memperoleh data APBD DKI. Itulah sebabnya pada 2011 lalu muncul angka gelondongan bahwa terjadi sisa anggaran sebesar Rp6,5 triliun, saya melihat suatu hal yang luar biasa sedang terjadi di provinsi utama Indonesia ini. Dengan upaya transparansi yang dicanangkan pemerintah baru Jokowi-Ahok, tradisi untuk membuat APBD transparan menjadi dimulai. Bahkan bisa dikatakan tradisi tersebut dimulai dengan suatu big bang, suatu ledakan besar. Hal keempat yang merupakan imbas dari peristiwa ini adalah diperolehnya efektivitas penggunaan anggaran yang lebih tinggi. Jika pada tahun lalu APBD sebesar Rp36 triliun mungkin hanya akan menghasilkan jalan sepanjang 500 km,dengan proses transparansi dan efisiensi anggaran yang baru akan diperoleh jalan sepanjang 750 km atau lebih dengan tanpa mengubah kualitas apa pun.Dampak dari perkembangan ini adalah dimulainya tradisi pengerjaan proyek yang memberikan kualitas lebih baik dari sebelumnya. Saya kebetulan tinggal di Jakarta Barat. Dalam beberapa hari terakhir ini telah terjadi pengaspalan jalan, pembangunan trotoar yang menurut hemat saya berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Meskipun dalam hal timing memang selalu terjadi pada bulan-bulan seperti sekarang ini, pengerjaan jalan tersebut tampak lebih rapi dan dengan ketebalan aspal yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya.Tampaknya muncul suatu deterrence effect (efek penggentar) dari upaya yang dilakukan Jokowi dan Ahok. Inspeksi mendadak ke Rusun Marunda maupun sekolah yang ambruk memberikan suatu contoh bahwa Jokowi bisa sidak ke mana saja yang dia mau dan dengan waktu yang tidak bisa diduga sama sekali. Sementara Ahok memiliki kemampuan mengontrol di angka hulunya,yaitu APBD, tetapi sekaligus juga memiliki pengalaman lapangan karena dibesarkan oleh orang tua yang juga kontraktor. Kombinasi inilah yang merupakan senjata yang sangat ampuh untuk mengobrak-abrik tradisi penghamburan anggaran yang telah terjadi selama ini. Hal kelima yang muncul dari peristiwa ini adalah perkataan Ahok bahwa DKI membutuhkan dana yang banyak untuk membebaskan lahan daerah kumuh. Dari pernyataan yang pendek,nyaris sambil lalu tersebut, kita bisa memperkirakan, pemerintah Jakarta yang baru akan berkonsentrasi pada perbaikan daerah kumuh dengan membebaskan daerah yang ada, membangun rumah deret atau rumah susun di atasnya, kemudian membangun lahan sisanya untuk penghijauan Jakarta, termasuk pembangunan taman dan fasilitas sosial lainnya. Jika untuk perbaikan sebuah kampung kumuh memerlukan Rp40 miliar (sebagaimana yang pernah dilontarkan), jumlah uang yang dibutuhkan untuk membereskan 300 daerah kumuh memang menjadi sangat besar, yaitu sekitar Rp12 triliun. Dengan langkah pertama yang dilakukan saat ini serta dengan anggaran yang memang sudah disiapkan sebelumnya untuk pembangunan daerah kumuh, kita akan menyaksikan proses perbaikan kampung dalam skala sangat besar yang akan terjadi selama lima tahun ke depan. Provinsi DKI sungguh beruntung memperoleh pemimpin yang memiliki kualitas prima seperti ini.Mari kita jaga kedua pemimpin kita agar terus selamat sampai selesainya masa pengabdian mereka. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar