Dari Cash Cow
ke BUMN Berkelas
Reffli ; Menempuh S-3 di Universitas Udayana,
Menyusun disertasi kajian budaya di salah satu
BUMN
|
JAWA
POS, 05 November 2012
HARI ini Dahlan Iskan siap diperintahkan Badan Kehormatan DPR
untuk membuka nama-nama pemalak BUMN. Sebelumnya, isu tentang nama-nama
anggota DPR yang memeras BUMN membuat gerah, baik anggota DPR yang
disebut-sebut mirip inisialnya maupun yang sama sekali tidak ada kaitannya.
Sebagai sebuah institusi yang beranggota 560 orang, mereka sibuk
mencocok-cocokkan dan menebak-nebak inisial dengan nama-nama anggotanya. Jika
kebetulan ada yang sama dengan inisial yang beredar, buru-buru minta
diklarifikasi kemudian dipublis ke media bahwa inisial itu tidak terkait
dengan namanya.
Serangan
balik beberapa anggota DPR kepada menteri BUMN dan jajarannya juga tidak
kalah seru. Bola panas pun dilempar dari segala penjuru, khususnya kepada
sang menteri yang dianggap suka mengumbar sensasi murahan. Tidak dapat
dimungkiri Dahlan Iskan memang salah satu menteri yang fenomenal di jajaran
Kabinet Indonesia Bersatu jilid dua Presiden SBY ini. Banyak yang
mengapresiasi sikap kepemimpinannya sejak menjadi Dirut PLN. Masyarakat
merasa terhibur dengan aksi-aksinya sebagai pemimpin yang dianggap sangat
egaliter dan mendedikasikan sepenuh hidupnya kepada bangsa, negara, dan
masyarakat. Masyarakat haus akan pemimpin yang merakyat, jujur, dan bekerja
sungguh-sungguh.
Isu pemerasan oleh DPR ke BUMN sesungguhnya bukan isu baru. Sudah
banyak yang tahu hal ini, termasuk dalam buku yang diterbitkan. BUMN
dijadikan sapi perah (cash
cow) oleh anggota DPR yang
notabene merupakan partai politik. Selain DPR, oknum birokrat dan tokoh
berpengaruh yang memiliki akses dengan kekuasaan juga memeras BUMN.
Modus pemerasannya pun sangat beragam. Mulai hal sepele, seperti minta
dibayari hotel, makan, hiburan, dan segala macam akomodasi baik pada saat
tugas kerja ataupun keperluan pribadi dan keluarga. Juga pada hal-hal yang
menyangkut urusan negara, seperti isu yang mengemuka saat ini, bahwa anggota
DPR minta persentase dari penyertaan modal pemerintah pada BUMN kecil.
Menikmati Diperas
Praktik pemerasan ini sudah berlangsung sangat lama. Namun, anehnya, mengapa
orang-orang BUMN sepertinya juga "menikmati" aksi tidak terhormat
oknum anggota DPR, para oknum birokrat, partai politik, dan orang-orang yang
dianggap berkuasa atau setidaknya dekat dengan poros kekuasaan. Jawabannya
adalah, pertama, para direksi dan komisaris BUMN
bisa jadi memiliki kontrak politik dengan DPR guna memuluskan dirinya
menduduki jabatan yang diinginkan. Kompensasinya adalah setoran dalam
berbagai modus operandi. Artinya, para pejabat BUMN menyerahkan diri kepada
DPR untuk dijadikan sapi perah.Kedua, para
direksi dan komisaris BUMN bisa juga orang-orang titipan atau penyusup
berkedok profesional dari partai-partai tertentu yang bertugas mencarikan
dana segar di BUMN dan mendistribusikan ke partai-partai yang digunakan untuk
operasional partai.
Ketiga, ini yang
perlu disorot, BUMN adalah perusahaan milik negara yang konon tidak akan
bangkrut dan tidak takut rugi. Kalau bangkrut diinjeksi oleh pemerintah dan
kalau rugi tidak seorang pun yang merasa kehilangan karena BUMN milik
pemerintah yang notabene milik rakyat Indonesia.
Jika ditarik mundur, nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda
menjadi perusahaan milik pemerintah Indonesia (1959-1965) yang sekarang
disebut BUMN ini juga mengalami rekayasa. Pemerintah Indonesia mendapatkan
perusahaan yang lebih dahulu diperas asetnya sebelum diserahkan. Akibatnya,
pemerintah Indonesia harus menggelontorkan modal untuk membangun BUMN yang
diasumsikan dapat menjadi penggerak ekonomi negara.
Kemudian pada zaman Orde Lama, presiden memberikan jabatan direktur
kepada militer sebagai kompensasi politik. Hasilnya sama saja. Lagi-lagi
pemerintah harus menginjeksikan modal agar BUMN bisa tetap eksis sekalipun
rugi karena salah kelola dan korupsi. Begitupun pada masa pemerintahan Orde
Baru. BUMN yang semestinya mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap
masyarakat dan pembangunan negara malah menjadi beban negara. Kondisi yang
sama tetap terjadi sampai sekarang sekalipun sudah berganti-ganti menteri.
Sejak ditangani Dahlan Iskan, tanda-tanda BUMN tumbuh menjadi
perusahaan negara yang lebih kompetitif mulai terlihat. BUMN Bank Mandiri,
BNI, dan BTN memberikan laba yang signifikan. BUMN Semen Gresik, Pelindo,
Garuda Indonesia, dan Telkom semakin berkembang dan menjadi BUMN yang
kompetitif di Asia. Banyak lagi BUMN yang hampir kehabisan darah kemudian
bangkit membangun kembali organisasi dengan lebih banyak suntikan semangat
daripada modal.
Fenomena kebangkitan BUMN merupakan fenomena kebangkitan Indonesia
baru. Ada harapan besar yang diletakkan di punggung BUMN untuk menggerakkan
roda perekonomian Indonesia yang dapat menciptakan ketahanan ekonomi nasional
bangsa melalui BUMN-BUMN yang bersinergi hingga mampu berkibar di
mancanegara. Sebaliknya, jika conflict
of interest di negeri ini
terlalu banyak membebani BUMN, sudah dapat dipastikan BUMN akan kembali
mundur ke sejarah kelamnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar