Minggu, 23 September 2012

Menyikapi Film Penistaan Nabi


Menyikapi Film Penistaan Nabi
Fajar Kurnianto ;  Peneliti pada Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK), Universitas Paramadina, Jakarta
SINAR HARAPAN, 22 September 2012


Film Innocence of Muslims yang disutradarai Nakoula Basseley alias Sam Bacile, yang cuplikannya diunggah di situs Youtube, menuai reaksi keras dari masyarakat muslim dunia.

Dalam cuplikan itu, seorang aktor memerankan Nabi Muhammad yang sedang mabuk dan predator biseksual. Film yang sangat provokatif itu memicu kemarahan muslim sehingga pecah protes di mana-mana. Tidak ada satu pun pemeluk agama, entah itu Yahudi, Kristen, ataupun Islam yang rela nabinya dinistakan dengan gambaran buruk semacam itu.

Bukan kali ini saja Nabi Muhammad dinistakan. Ketika masih hidup pun beliau dinistakan. Penistaan dimulai ketika beliau mendakwahkan Islam di Mekah. Tetapi, reaksi beliau terhadap berbagai penistaan terhadap dirinya tidak sama.

Kadang, beliau mendoakan keburukan bagi mereka. Kadang mendoakan kebaikan dan memaafkan. Kadang hanya bereaksi biasa-biasa saja, terlihat toleran dan malah menolak cara-cara buruk serupa dari mereka yang menistakan beliau.

Nabi mendoakan keburukan, misalnya, dalam kasus Abu Jahal dan kawan-kawannya yang menistakan beliau.

Dikisahkan, ketika beliau sedang beribadah di depan Baitullah (Kakbah), seorang petinggi Quraisy yang getol menentang dakwah beliau, yaitu Abu Jahal, duduk bersama kawan-kawannya tidak jauh dari situ. Mereka berkumpul untuk menjalankan siasat menghentikan dakwah beliau. Pada saat itu, Abu Jahal teringat temannya yang baru menyembelih unta, sehingga dalam pikirannya tebersit untuk berbuat jahat dan keji kepada beliau.
Abu Jahal lalu meminta salah satu rekannya untuk mengambil kotoran itu, lalu meletakkannya di atas punggung Nabi ketika sujud. Abu Jahal kemudian memuji-muji rekannya itu dan bersama yang lain dia pun bersorak kegirangan, tertawa terbahak-bahak.

Ketika itu, Fatimah, yang diberi tahu soal ayahnya yang dinistakan di Baitullah segera ke sana. Setelah membersihkan kotoran dari punggung ayahnya yang masih sujud, dia mencela Abu Jahal dan teman-temannya. Selesai ibadah, Nabi juga menghampiri Abu Jahal dan mendoakan keburukan baginya dan rekan-rekannya. Doa beliau makbul. Pada Perang Badar (2H), mereka yang menistakan beliau tewas semua.

Nabi mendoakan kebaikan, misalnya, terjadi pada orang-orang Thaif. Dikisahkan, beliau ke sana dalam rangka mendakwahkan Islam. Tetapi, sambutan mereka sangat kejam. Tidak hanya mengusir beliau, mereka bahkan menyuruh seluruh keluarga mereka untuk melempari beliau dengan batu. Hujan batu itu mengenai pelipis beliau hingga berdarah.
Dalam kondisi seperti itu, beliau berjalan keluar Thaif dan berteduh di sebuah kebun kurma. Malaikat Jibril kemudian datang, menawarkan bantuan; jika Nabi ingin, dia bisa mengangkat gunung untuk dijatuhkan kepada warga Thaif. Nabi menolaknya, malah mendoakan kebaikan bagi orang-orang Thaif. Doa beliau makbul. Setelah Fathu Mekah (8H), orang-orang Thaif datang ke Madinah menyatakan masuk Islam.

Nabi bereaksi biasa-biasa saja kepada orang yang menistakan beliau, misalnya, terjadi dengan sekelompok Yahudi. Dikisahkan, beberapa orang Yahudi menemui beliau, lalu mengucapkan salam yang tidak lazim, “As-Samu alaika” (Semoga kebinasaan segera menimpamu!) Aisyah, istri beliau, yang mengetahui arti ucapan itu pun langsung bereaksi, “Wa alaikum as-sam wal la’nah” (Semoga kebinasaan dan laknat Allah menimpa kalian!) Mendengar itu, Nabi berkata, “Tenanglah, Aisyah. Sesungguhnya Allah suka sikap lemah lembut dalam segala hal.” Aisyah berkata, “Apakah Anda tidak mendengar yang mereka ucapkan?” Beliau menjawab, “Aku sudah menjawab mereka dengan ucapan ‘Wa alaikum’ (semoga bagi kalian juga begitu).”

Pada masa-masa berikutnya, gambaran buruk dan penistaan terhadap Nabi Muhammad juga seperti tidak ada matinya. Dalam buku Popular Attitudes Towards Islam in Medieval Europe, misalnya, juga dalam Western Views of Islam in Medieval and Early Modern Europe (editor Michael Frasseto and Davis R Blanks), Pierre Maurice pernah menegaskan bahwa Mahomet (Muhammad) adalah an evil man (orang jahat) dan satan (setan) karena mengajarkan anti-Kristus.

Novel The Satanic Verses (1988) termasuk buku terkenal yang menghina Nabi, ditulis oleh Salman Rushdie, orang India yang tinggal di Inggris. Ulama-ulama Iran sampai mengeluarkan fatwa halal darah Salman.

Novel itu memang banyak dibaca masyarakat Barat dan sedikit banyak menginspirasi sebagian mereka untuk menulis buku-buku tentang Nabi Muhammad secara negatif. Karen Armstrong, dalam pengantar bukunya, Muhammad: A Biography of the Prophet (edisi revisi 2001) menulis bahwa gambaran buruk tentang Muhammad sudah sangat lazim terjadi di Barat.

Dia menyayangkan bahwa gambaran buruk tentang Nabi Muhammad yang diberikan oleh Salman Rushdie melalui novelnya, The Satanic Verses itulah yang justru banyak diserap oleh masyarakat Barat.

Sebetulnya tidak semua orang Barat menggambarkan sosok Nabi Muhammad secara buruk. Malah banyak juga yang memuji dan mengapresiasi beliau secara positif. Michael Hart, misalnya, dalam bukunya yang terkenal, The 100, a Ranking of the Most Influential Persons in History (1978), menulis: Muhammad adalah satu-satunya tokoh dalam semua sejarah yang sukses dengan kesuksesan sangat tinggi pada tingkat agama dan dunia.

Ada banyak rasul, nabi dan para pemimpin yang memulai dengan misi-misi agung. Namun, mereka meninggal tanpa penyempurnaan misi-misi tersebut, seperti Isa di Kristen, atau yang lain telah mendahului mereka, seperti Musa di Yahudi.

Menyikapi Penistaan
Penistaan manusia terhadap sesama manusia adalah perbuatan terlarang. Apalagi terhadap manusia yang dianggap istimewa karena pangkat kenabian atau kerasulan dari Tuhan. Manusia yang dihormati dan dimuliakan oleh para pengikutnya. Bentuk penistaan terhadap para nabi saat ini tidak lagi secara fisik karena mereka sudah wafat.

Bentuk penistaan sekarang adalah dengan visualisasi yang menggambarkan hal yang tidak benar, malah melecehkan. Seperti dalam film Innocence of Muslims gambaran Nabi Muhammad sebagai pemabuk dan biseksual jelas tidak benar, tidak autentik, dan sangat menyesatkan.

Secara visual, orang-orang Barat pernah menggambarkan Nabi dengan sosok pembawa pedang di tangan kanan dan Alquran di tangan kiri. Pada September 2005, karikatur di harian Denmark Jyllands-Posten menggambarkan Nabi memakai sorban berbentuk bom.
Semua visualisasi ini merupakan bentuk penistaan terhadap agama, dalam konteks ini Islam. Dalam Islam visualisasi terhadap semua nabi dan rasul, mulai dari Adam hingga Muhammad, adalah terlarang. Apalagi visualisasi yang menggambarkan sesuatu yang tidak benar. Semua agama juga melarang tindakan penistaan terhadap para nabi.

Film Innocence of Muslims secara artistik juga sangat buruk. Secara isi lebih buruk lagi. Aktor-aktor dalam film ini sendiri merasa ditipu sutradara. Bacile menyebut film ini “film politik”, tetapi jelas ini film provokasi terhadap umat Islam dengan menistakan dan menodai Nabi umat Islam.

Untuk ini, sepatutnya dia dihukum berat. Sementara itu, reaksi umat Islam juga tidak perlu berlebihan, apalagi sampai dengan demonstrasi berdarah-darah dan ada korban meninggal dunia. Bagi umat beragama, termasuk Islam, semua nabi dan rasul akan tetap suci dan akan tetap begitu meskipun dinistakan dalam berbagai bentuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar