Kamis, 15 Mei 2014

Solusi Kelangkaan Pupuk

Solusi Kelangkaan Pupuk

Toto Subandriyo  ;   Alumnus IPB dan Magister Manajemen Unsoed,
Asisten Administrasi Pembangunan Sekda Kabupaten Tegal
SUARA MERDEKA,  14 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
KELANGKAAN pupuk bersubsidi kembali terjadi setelah selama beberapa musim tanam sepi dari pemberitaan, yang berarti penyalurannya cukup aman. Namun berita kelangkaan pupuk tenggelam oleh kegaduhan partai politik menggalang koalisi capres/cawapres, serta berita tentang kasus pedofilia di beberapa daerah. Beberapa hari terakhir petani sulit memperoleh sarana produksi terpenting. Andai ada pun harganya tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 122/Permentan/SR.130/11/2013 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2014 menyebutkan, HET pupuk bersubsidi jenis urea Rp 1.800/kg, SP36 Rp 2.000, ZA Rp 1.400, NPK Rp 2.300, dan pupuk organik Rp 500/kg.

Faktor utama pemicu gonjang-ganjing pupuk bersubsidi ini antara lain karena ada ketentuan baru penyaluran. Kebijakan itu untuk menekan kebocoran anggaran pupuk bersubsidi. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2005 jo Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2011 menegaskan bahwa pupuk bersubsidi adalah barang dalam pengawasan.

Saat ini pemerintah menerapkan distribusi pupuk bersubsidi dengan sistem tertutup. Petani yang boleh mengakses pupuk bersubsidi hanyalahanggota kelompok tani dan tercatat dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Di samping itu, mulai TA 2014 pemerintah memverifikasi dan memvalidasi ketat pendistribusiannya.

Pemerintah hanya membayar subsidi pupuk yang penyalurannya bisa dipertanggungjawabkan. Pupuk yang disalurkan produsen lewat pengecer harus mendapatkan verifikasi dan validasi ketat oleh petugas, ke mana disalurkan (by name by address). Ketentuan baru ini menjadikan produsen/pengecer ekstrahati-hati menyalurkannya kepada petani karena takut subsidi sarana produksi yang mereka salurkan tidak terbayar.

Faktor lain adalah kemenurunan volume pupuk yang dialokasikan pemerintah pusat. Berdasar perencanaan dari bawah, kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian 2014 mencapai 9,55 juta ton. Meski anggaran subsidi pupuk naik dari Rp 15,8 triliun tahun 2013 menjadi Rp 18,048 triliun tahun 2014, dana tersebut hanya mampu untuk menyediakan 7,778 juta ton pukupk sehingga kurang 1,8 juta ton.

Khusus Jawa Tengah, pada TA 2014 ini mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi sektor pertanian 1.450.700 ton, terinci untuk urea 664.400 kg, SP36 137.500, ZA 149.400, NPK 325.900, dan pupuk organik 173.500 ton.

Solusi jangka pendek dan bersifat darurat untuk mengatasi persoalan pupuk kali ini adalah segera mempercepat distribusi pada daerah-daerah yang secara riil membutuhkan. Jika alokasi bulanan yang tertuang dalam perbup/perwalkot tak mencukupi maka dapat dipecahkan dengan menggeser alokasi bulan mendatang, asalkan tidak melebihi plafon yang ditetapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar