Membumikan
Pemerintahan Terbuka
Ilham
B Saenong ; Koordinator CSO Day OGP Asia Pacific;
Direktur
Program Transparency International Indonesia
|
KOMPAS,
24 Mei 2014
INDONESIA
baru menyelenggarakan Konferensi Open
Government Partnership se-Asia Pasifik pada 6-7 Mei lalu di Bali. Perhelatan
ini merumuskan agenda strategis dan operasional Open Government Partnership (OGP) pada masa kepemimpinan
Indonesia sebagai ketua hingga November 2014.
Tantangan
OGP tidak semata memperbesar jumlah anggota di Asia Pasifik, tapi juga
meningkatkan mutu pencapaian komitmen 64 negara anggota saat ini. Saat
bersamaan, Indonesia harus pula memperbaiki proses dan capaian OGP di dalam
negeri. Pertanyaannya, apa makna strategis Konferensi Bali, dan OGP secara
umum, bagi rakyat Indonesia?
Kepemimpinan
Indonesia merupakan yang pertama bagi kawasan Asia Pasifik, setelah Amerika
Serikat, Brasil, dan Inggris. Refleksi masyarakat sipil Asia Pasifik selama
di Bali menemukan, OGP harus memperbaiki kualitas demokrasi dan pemerintahan
di kawasan ini.
Oleh
karena itu, OGP seyogianya ditempatkan dalam kerangka strategi demokrasi.
Banyak negara di kawasan ini masih dalam proses belajar berdemokrasi. Pemilihan
umum diwarnai kecurangan dan kekerasan, hak-hak sipil masih belum dijamin,
hingga kesejahteraan rakyat yang tergadai akibat korupsi.
Lembaga-lembaga
negara dan pilar-pilar demokrasi mungkin sudah terbentuk, tetapi belum
menjalankan fungsi-fungsinya dalam check and balances. Saluran aspirasi dan
representasi warga mampat sehingga kekuasaan tidak dapat dikontrol.
Dalam
kondisi tersebut, pembuatan kebijakan publik tidak dapat diserahkan kepada
oligarki politik dan segelintir elite birokrasi. Mereka yang merupakan bagian
dari politik transaksional dalam pemilu tidak memiliki visi kerakyatan dan
komitmen membangun masyarakat. Dalam konteks Indonesia, kita tidak dapat
menunggu siklus formal lima tahunan untuk dapat mengarahkan pembangunan dan
berpartisipasi dalam pemerintahan.
OGP
merupakan terobosan untuk memperbesar ruang politik warga. Setiap negara
anggota OGP dalam mengembangkan rencana aksi diwajibkan menyelenggarakan
konsultasi publik yang tertata. Rencana aksi yang disusun mencakup kebutuhan
dan usulan masyarakat, sekaligus mencari solusi terhadap hambatan-hambatan
tata kelola untuk membuat pemerintah lebih bertanggung jawab, terbuka, dan
akuntabel. Selain itu, dilakukan Mekanisme Penilaian Independen (IRM) yang
hasilnya harus pula dikonsultasikan kepada masyarakat sipil untuk diakui
keabsahannya dan rekomendasinya dijalankan pemerintah.
Membumikan OGP
Kita tak
ingin OGP hanya bertabur gegap gempita, tetapi gagal menjawab kebutuhan warga
yang sesungguhnya. Pemerintah dan masyarakat sipil perlu memanfaatkan
prasyarat partisipasi dalam OGP untuk merumuskan agenda prioritas yang
mencerminkan kepentingan Indonesia.
Ada tiga
hal yang dapat dilakukan guna membumikan OGP. Pertama, OGP perlu
memprioritaskan kegiatannya pada isu-isu yang berkenaan dengan peningkatan
layanan publik, pengelolaan pendapatan negara dan instrumen-instrumen untuk
mendukung transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.
Kedua,
deliberasi proses pengambilan keputusan. Perumusan rencana aksi dilakukan
sedemikian rupa agar melibatkan aktor- aktor masyarakat sipil yang kredibel
dan kapabel. Belajar dari pengalaman OGP di Indonesia, proses perumusan
rencana aksi masih minim dialog dan perdebatan yang bermutu meski partisipasi
aktor masyarakat sipil semakin meningkat dan meluas.
Ketiga,
kepemimpinan politik dan kepemilikan bersama. Untuk jadi platform reformasi
yang efektif, OGP tak boleh jadi program sambilan. Ia harus dipimpin langsung
oleh kepala negara dan dikelola kementerian yang dapat mengarusutamakan tata
kelola keterbukaan hingga ke level daerah dan komunitas. Saat yang sama, OGP
harus mengidentifikasi dan memberi ruang kepada para reformer dari
pemerintahan dan masyarakat sipil untuk mengambil peran dan memperluas
kepemilikan bersama.
Pelaksanaan
OGP di Indonesia dapat becermin dari kepemimpinan dan proses negara lain.
Inggris merupakan negara yang memanfaatkan OGP untuk kepentingan diplomasi,
tanpa mengabaikan kepentingan nasional yang dirumuskan bersama.
Pada 9
Juli nanti kita akan memilih pemimpin bangsa-negara yang baru. Sayangnya
dukungan calon presiden terhadap platform pemerintahan terbuka dan OGP tak
cukup terdengar. Hilang dalam ingar-bingar tawar-menawar politik yang fana. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar