|
Segera setelah kita merayakan Hari
Ulang Tahun Kemerdekaan RI yang ke-68, seluruh pengurus, anggota organisasi
sosial dan perorangan yang peduli terhadap pembangunan sosial kemasyarakatan di
Indonesia berkumpul di Kota Pahlawan Surabaya untuk menyegarkan tekad dan
perjuangan memberdayakan keluarga Indonesia. Kegiatan ini guna mengisi
kemerdekaan melalui saling peduli dan mengajak semua kalangan bekerja keras
untuk maju, mengurangi kesejangan dengan hati nurani dan kasih sayang yang
mantap sebagai satu bangsa yang kokoh dan maju.
Secara bulat semua kalangan
berpihak kepada upaya pemberdayaan yang mengacu pada keberpihakan pada rakyat
kecil dengan mengajak semua kalangan bekerja keras dan cerdas untuk
memperjuangkan kebersamaan, kepedulian, berbagi kesejahteraan yang adil dan
merata. Hakekatnya menjadi barang berharga karena dunia makin manja dan
diselimuti keserakahan yang memberikan bobot sangat tinggi pada upaya pemenuhan
kebutuhan pribadi yang tidak pernah ada habisnya.
Padahal, para sesepuh bangsa sejak
awal perjuangannya sepakat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai negara kesejahteraan yang semua upayanya diabdikan sepenuhnya kepada
sebesar-besar kepentingan seluruh anak bangsa. Pernyataan tekad itu mematri
secara kuat kepada para sesepuh dan pejuang bangsa yang sering dianggap sebagai
phenomena ideal yang sukar dipraktekkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Dunia nyata, kata sebagian orang, bukanlah dunia ideal karena tidak pernah
lepas dari hawa nafsu dan keserakahan pribadi yang pada hakekatnya selalu
melekat dengan marak dalam cerita fiktif seakan memenuhi bayang-bayang
pengukiran pribadi diatas selaput mega tanpa bentuk.
Kepedulian sosial adalah suatu
nilai luhur yang tidak boleh mengalah pada kepentingan sesaat yang sangat sarat
dengan nafsu menguasai dan memiliki secara gegabah tanpa rasa iba dan belas
kasihan, baik dalam sikap, pengetahuan maupun langkah-langkah tingkah laku
berbagi yang mendorong pelampiasan nafsu yang tidak punya batas. Nafsu itu
dikerubuti dengan batasan-batasan semu yang dikekang oleh kecerobohan nilai
murka yang ingin menjadi nomor satu sebagai wajah superman, padahal bangsanya
menghendaki adanya super team yang menenggang rasa karena solidaritas antar
sesama.
Selama empat hari bertemu di
Surabaya sekarang ini, nampak sekali sangat menonjol adanya kekecewaan atas
rusaknya nilai-nilai kegotongroyongan yang menjadi landasan kokoh dibentuknya
bangsa ini dari kumpulan saling menghargai karena sifat toleransi yang
dijadikan suri tauladan oleh para sesepuh bangsa. Sifat yang digali dari
khasanah kekayaan leluhur itu, karena berbenturan dengan sistem nilai lain, dan
karena kalah rekayasa, seakan tidak dianggap cocok dengan kepribadian bangsa
dan secara sistematis diganti dengan pendekatan pragmatis yang konon dikabarkan
berlaku universal kalau kita mau hidup berdampingan, mampu bersaing secara
terhormat dengan bangsa lain yang dianggap beradab, modern dan maju.
Pertemuan yang akan berlangsung
hangat selama empat hari ini akan menyaksikan bahwa di Indonesia masih ada
tenaga muda maupun tua yang sanggup berpikir jernih karena peduli menyegarkan
dan mengembalikan jati diri bangsa sebagai bangsa yang peduli terhadap
sesamanya dan tidak terkena keracunan kekinian yang melihat kepuasan pribadi
dan materi sebagai akhir segalanya. Bangsa ini masih memiliki militansi yang
indah dan dinamis yang kalau diberikan dukungan politik yang memadai bisa
menjadi pendorong nilai hakiki bangsa yang luhur yang diperlukan untuk
membangkitkan kekuatan dahsyat guna membangun kembali kekuatan spiritual dan
budaya bangsa yang adiluhung dan berdemensi luas.
Para pemikir dan andalan sosial
kemayarakatan masih sangat peduli terhadap nilai-nilai luhur yang nampaknya
absrak dan tidak banyak padanannya di alam sekitar. Tetapi, sesungguhnya
mempunyai relevansi yang tinggi dan hanya terpaksa bersembunyi terkalahkan oleh
hiruk pikuknya persaingan komunikasi modern yang mendapat dukungan luas karena
tidak lagi menyembunyikan diri dari rasa malu dan serakah. Banyak kalangan
mengira dunia sudah akan kiamat dan kalau tidak segera memperoleh kekuasaan
fisik dan asset yang melimpah, tidak akan mampu bertahan serta bergerak secara
nyata dan berhasil. Banyak yang buru-buru takut tidak lagi kebagian sehingga
menjauhkan rasa malu dan tidak segan memakan teman sendiri untuk sampai pada
tujuan tanpa memikirkan apakah etika masih jadi pertimbangannya atau sama
sekali tidak ada lagi dalam kamus atau perbendaharaan sikap, tingkah laku dan
budaya bangsanya.
Arus inilah yang bergerak gencar
seakan tidak ada batasnya. Arus ini menjadi kekuatan legitimate yang seakan
harus dianut oleh mereka yang ingin berhasil dan selamat diantara gelombang
dahsyat yang melanda ibu pertiwi dan "pantas" disejajarkan dalam
kancah dunia yang bengis. Arus ini menguasai sebagian besar para pemimpin kita
yang malas untuk berandai-andai dan secara telaten mau bersabar dalam proses
panjang pemberdayaan sumber daya yang berkarakter tetapi langka dan mungkin
saja sumbernya sudah cacat terkontaminasi sukar ditelusur satu demi satu di
dunia nyata.
Pertemuan Munas DNIKS yang
didirikan oleh para tokoh yang peduli serta masih yakin akan kekuatan bangsa
berada pada kebersamaan, persatuan dan kesatuan yang kokoh, tidak mau bergeming
untuk tetap ingin bersatu, kalau perlu melawan arus, berada mantab pada kepercayaan
untuk memelihara persatuan, kesatuan dan kesiapsiagaan untuk mempertahankan
jati diri bangsa yang secara tegas menolak pengembangan superman dan tetap
lebih menghendaki adanya upaya pengembangan super team yang mampu
mengartikulasikan kebersamaan sebagai kekuatan solidaritas persatuan dan
kesatuan bangsa yang kuat, utuh dan percaya pada maraknya kemampuan dan
kearifan lokal yang maha dahsyat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar