|
KOMPAS, 11 Juni 2013
Tulisan
sejawat Agus Suwignyo (Kompas, 23 Mei 2013) dan Terry Mart (Kompas, 13 Mei
2013), mengenai perlunya Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi memiliki standar
yang jelas tentang definisi dan kategori jurnal ilmiah yang baik, sangat perlu
didukung.
Untuk
saat ini, berdasarkan tanya jawab di laman Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi (Ditjen Dikti) yang berjudul ”Jurnal yang Perlu Dipertimbangkan untuk
Kenaikan Pangkat/Jabatan Dosen”, dapat disimpulkan bahwa Dikti menempatkan
daftar yang dibuat oleh Jeffrey Beall hanya sebagai salah satu acuan. Keputusan
akhir berada pada Tim Penilai Angka Kredit (TPAK) yang ada di masing-masing
perguruan tinggi (PT) ataupun di tingkat nasional (baca: Ditjen Dikti).
Hal
ini dapat disimpulkan berdasarkan salah satu jawaban administrator laman Dikti
tertanggal 30 April 2013: ”Laman Jeffrey
Beall, Scimagojr, Microsoft Academic Research hanyalah merupakan masukan
tambahan. Tetap saja karya yang diusulkan akan diperiksa TPAK sesuai dengan
bidangnya dan keputusan penilaian ada di beliau.”
Mengenai
daftar penerbit dan jurnal predator yang banyak meresahkan ilmuwan, khususnya
di negara berkembang—termasuk Indonesia, sangatlah menarik untuk disimak.
Sebab, belakangan ini muncul suara miring mengenai daftar tersebut.
Daftar
Jeffrey Beall
Ketertarikan
penulis untuk mendapatkan informasi terbaru terkait penerbit/jurnal predator
membuat penulis secara teratur menyambangi laman Jeffrey Beall. Pada 23 Mei
2013, terdapat komentar berjudul ”Predators
and Prey - The Plot Thickens”, yang mengarah ke laman ”The Scholarly Kitchen”. Laman tersebut sebenarnya dikelola
pendukung Jeffrey Beall.
Akan
tetapi, laman tersebut membawa penulis ke dua laman lainnya, yaitu ”Jeffrey
Beall Scam” (penipuan oleh Jeffrey Beall) dan ”editor JCCR” yang menuduh bahwa
Jeffrey Beall sengaja membuat daftar penerbit dan jurnal predator dan
memasukkan juga yang bukan predator ke dalam daftar dengan tujuan mendapatkan
uang.
Berikut
ini adalah surat elektronik (surel) dari Jeffrey Beall yang ditujukan kepada
pemilik Ashdin Publishing yang berada
dalam daftar penerbit predator. Di sana diyatakan: ”Saya telah menyusun daftar penerbit open access yang dimuat di laman
saya, http://Scholarlyoa.com. Penerbit Anda termasuk dalam daftar edisi 2012.
Artikel saya yang dimuat di jurnal Nature dapat Anda baca di
http://www.nature.co....”
”Saya bersedia menilai ulang jurnal-jurnal
Anda untuk daftar edisi 2013. Hal tersebut menyita banyak waktu dan sarana
karenanya, biaya penilaian ulang penerbit Saudara adalah 5.000 dollar AS. Jika
nama penerbit Anda tidak berada dalam daftar saya, kepercayaan terhadap
berbagai jurnal Anda akan meningkat, yang akan meningkatkan jumlah artikel yang
masuk. Bila Anda menginginkan penilaian kembali, Anda dapat menghubungi saya.
Wassalam, Jeffrey Beall.”
Tentu
saja Jeffrey Beall tidak mengakui bahwa dialah yang mengirim surel itu. Akan
tetapi, usaha pendukung Beall bernama Richard Poynder, yang berusaha
membuktikan bahwa surel tersebut tidak berasal dari Beall, belum membuahkan
hasil. Sementara itu, penerima surel yang diwawancarai Richard Poynder merasa
sangat yakin bahwa surel tersebut memang berasal dari Jeffrey Beall.
Pertanyaannya
sekarang, apakah daftar penerbit dan jurnal predator masih dapat dijadikan
acuan? Menurut hemat penulis, banyak penerbit/jurnal yang berada dalam daftar
memang sudah dibuktikan oleh Jeffrey Beall sebagai predator, seperti yang
diuraikan dalam berbagai ulasan di lamannya. Akan tetapi, banyak pula
penerbit/jurnal yang tidak pernah diulas, tetapi berada dalam daftar sebagai
jurnal predator versi Jeffrey Beall.
Keberadaan
penerbit/jurnal yang belum pernah diulas di dalam daftar tentulah patut
dipertanyakan. Sebab, hingga sejauh ini, tidak ada bukti bahwa penerbit/ jurnal
tersebut adalah predator. Jadi, usul penulis untuk Ditjen Dikti, untuk jurnal
yang pernah diulas dalam laman Pak Beall dan alasannya memang mengena serta
masuk akal, sudah selayaknya dimasukkan ke dalam ”daftar hitam”.
Berangkat
dari dugaan
Meski
demikian, daftar ”Predatory Open Access
Publishers” dari Beall juga memuat jurnal yang tidak open access. Karena itu, penulis masuk ke laman Beall untuk
mempertanyakannya dan jawabannya adalah: ”Saya
menduga bahwa mereka berusaha mengisi jurnalnya dengan artikel dan sesudah itu
akan berubah menjadi model open access yang penulisnya harus membayar.”
Jadi,
dasar Jeffrey Beall memasukkannya dalam daftar hanya berdasarkan dugaan dan
tidak berdasarkan bukti. Apakah maksudnya? Jangan-jangan memang benar ada
jurnal ”baik-baik” yang juga berada dalam daftar, yang diharapkan memohon untuk
dinilai kembali? Tentu saja karena alasan proses peninjauan ulang disebut-sebut
menyita banyak waktu dan sarana, maka ada biaya yang harus dikeluarkan.
Hal
lain yang agak tidak umum, ada kecenderungan laman Beall menolak komentar yang
mengkritiknya. Karena sering memantau laman Beall, penulis mendapat kesan bahwa
ia sangat sinis terhadap penerbit/jurnal baru. Bahkan, terkesan ingin membunuh
penerbit/jurnal baru yang tumbuh bak jamur di musim hujan.
Akan
tetapi, bila penulis mempertanyakan penerbit besar dan mapan, yang kemungkinan
juga predator, Beall membelanya dengan alasan bahwa pada penerbit tersebut open access adalah pilihan. Ada apa
sebenarnya? Apakah ada udang di balik batu?
Kini
penulis tidak lagi dapat memasukkan komentar ke laman Beall. Tak jelas alasan
pemblokiran, tetapi kuat dugaan karena komentar penulis yang ingin mengetahui
apakah penerbit besar juga predator tidak disukainya. Mula-mula penulis masih
dapat masuk menggunakan nama samaran, tetapi kini nama samaran itu pun telah
diblokir.
Benarkah
penerbit besar dan mapan tidak ada yang predator? Penerbit besar dan mapan,
seperti Elsevier, banyak menerbitkan jurnal baru, yang penulisnya dapat memilih
agar artikelnya dijadikan open access,
dengan bayaran rata-rata 3.000 dollar AS. Menurut hemat penulis, semua jurnal
dengan pilihan open access patut
dicurigai karena siapa yang dapat menjamin bahwa peer review dilakukan sama ketat seperti yang tidak open access?
Akhir
kata, penulis sangat mendukung opini agar Ditjen Dikti memiliki standar yang
jelas dan membuat daftar hitam jurnal yang sudah terbukti sebagai predator
untuk dijadikan acuan bagi para penulis memilih jurnal untuk menurunkan laporan
hasil penelitiannya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar