Selasa, 12 Juni 2012

OJK dan Organisasi Kejahatan


OJK dan Organisasi Kejahatan
Natsir Kongah ; Pembelajar Masalah-masalah Tindak Pidana Pencucian Uang
SUMBER :  KOMPAS, 11 Juni 2012


Dalam dua minggu ini, Dewan Perwakilan Rakyat RI akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 14 calon komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Jika tidak ada aral melintang, pada 19 Juni 2012 anggota Dewan Komisioner definitif sudah dapat diumumkan.

Inilah hari-hari yang penuh dengan kasak-kusuk bagi sejumlah pihak agar dirinya, orang yang didukungnya, atau pihak yang dicalonkannya, mendapatkan suara terbanyak untuk dapat dipilih.

Sebagai pejabat negara sekaligus negarawan, anggota DPR yang memilih perlu ekstra hati-hati penuh hati nurani dalam mengambil keputusan terbaik. Sebab, nasib Rp 7.700 triliun aset industri perbankan dan nonbank akan berada di pundak anggota Dewan Komisioner OJK yang terpilih nantinya untuk dapat mengawasi dan menjaga sesuai ketentuan.

Lebih Berkuasa

Dihitung dari sisi nilai, kekuasaan yang dimiliki para anggota OJK ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kekuasaan Presiden RI yang ”hanya” mengelola dana sebesar Rp 1.311 triliun anggaran pendapatan negara dan hibah tahun 2012. Lebih dari itu, infrastruktur yang dimiliki Presiden jauh lebih memadai, dengan adanya BPK, KPK, kejaksaan, kepolisian, dan institusi lainnya yang dapat mengawasi proses pengelolaan dana yang ada.

Selain kekuasaan, tanggung jawab yang diemban Dewan Komisioner OJK juga begitu besar. Jika kita lihat uang hasil kejahatan yang diputar dalam sistem keuangan global, maka akan terlihat angka yang begitu memukau: 2-5 persen dari PDB dunia. Michel Camdessus, mantan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional, menyebutkan persentase itu setara 800 miliar dollar AS-2 triliun dollar AS. Penelitian lain yang dilakukan Walker dan Unger dalam Review of Law and Economics, Vol 5, No 2, tahun 2010 menyebut angka antara 1,061 miliar dollar AS dan 1,599 miliar dollar AS per tahun.

Indonesia belum mengetahui jumlah pasti berapa uang hasil kejahatan yang dicuci pada industri perbankan dan nonperbankan disebabkan sifat dan kegiatannya yang tersamar dan tak tecermin dalam angka-angka statistik.

Jika kita mengacu pada angka yang dikutip Camdessus dan PDB Indonesia 2012 yang 852,24 miliar dollar AS (angka perhitungan IMF), maka akan diperoleh angka perkiraan hasil kejahatan yang dicuci di Indonesia sebesar Rp 153 triliun lebih (2 persen x 852,24 miliar dollar AS x Rp 9.000 [kurs per dollar AS]). Sebuah angka yang sungguh fantastis tentunya.

Uang hasil kejahatan, terutama yang berasal dari tindak kejahatan berat dan serius, seperti korupsi, perdagangan obat bius, perdagangan senjata dan manusia, penyeludupan, kejahatan di bidang perpajakan, kejahatan di pasar modal, dan kejahatan di industri asuransi, akan dominan berputar di industri bank dan nonbank. Para pelaku merasa lebih nyaman dalam melakukan upaya menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil kejahatan lewat instrumen ini.

Karena itu, pengawasan OJK terhadap kejahatan pencucian uang yang dilakukan pelaku kejahatan terorganisasi mutlak dilakukan. Hal itu mengingat pengaruh buruk yang ditimbulkan begitu kuat, antara lain berupa instabilitas sistem keuangan, distorsi ekonomi, dan kemungkinan gangguan pada pengendalian jumlah uang beredar.

Pelaku kejahatan terorganisasi mengakui, kegiatan pencucian uang merupakan bisnis kriminal yang sangat menguntungkan, dan mereka menyadari pula bahwa untuk membuktikan tindak kejahatan pencucian uang tidaklah mudah, sebab dalam kegiatan bisnis tersebut banyak pihak yang terkait. Pihak terkait ini terdiri dari oknum dari berbagai macam profesi, seperti pegawai dan pengelola bank, akuntan, penasihat hukum, penegak hukum, otoritas pengawas pasar keuangan, dan anggota lembaga resmi lainnya. Walaupun tidak terlibat dalam kejahatan pencucian uang secara langsung, yang bersangkutan ikut aktif membantu melakukan berbagai kegiatan, seperti menyembunyikan data atau informasi, melakukan transfer atau pemindahan hasil kejahatan, dan melakukan kegiatan administrasi.

Esensi kegiatan pencucian uang bukanlah hal sederhana—misalnya hanya ingin menyembunyikan hasil-hasil kejahatannya—tetapi lebih jauh dari itu adalah bagaimana memanfaatkan kembali hasil kejahatan tersebut melalui berbagai proses yang begitu rumit dan kompleks sehingga akhirnya seakan-akan telah menjadi sumber keuangan yang sah.

Penggunaan badan usaha atau lembaga terselubung untuk menyembunyikan hasil kejahatan di bank-bank luar negeri—dan mendaur ulangnya melalui sistem keuangan untuk berspekulasi dalam bentuk uang atau barang—merupakan pilihan atau metode yang lazim digunakan para pencuci uang. Peran industri bank dan nonbank dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang menjadi penting. Bank dan nonbank harus mengambil langkah konkret untuk melakukan identifikasi, memperkecil dan mengelola setiap risiko yang berasal dari uang haram yang mengancam kelangsungan usaha individual bank dan nonbank.

Untuk dapat melakukan itu, bank dan nonbank sendiri harus memiliki mekanisme audit yang efektif dan mekanisme manajemen risiko serta sumber daya yang cukup baik untuk dapat memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan, seperti prinsip mengenal pengguna jasa sebagaimana diatur oleh UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pedoman yang dikeluarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

OJK punya peran penting mengawasi industri bank dan nonbank agar terhindar atau tak terlibat pencucian uang. Jika pengawasan OJK lemah, pelaku kejahatan atau organisasi kejahatan dapat memanfaatkan kekurangan yang ada untuk meraup limpahan dana lewat hasil kejahatan yang berhasil dicucinya, dan uang tersebut dapat pula digunakan untuk mendikte jalannya penyelenggaraan negara.

Pelaku, anggota atau kelompok kejahatan dengan uang yang mereka miliki, mampu menduduki kursi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Apa jadinya jika bangsa dan negara ini dijalankan dan diawasi para begundal? Agar terhindar dari risiko yang ada, OJK perlu sosok-sosok yang memiliki profesionalisme, integritas, dan moral tinggi untuk mengemban tugas cukup berat ini. Terlebih diperlukan pula paling tidak seorang anggota yang memahami betul seluk-beluk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, plus jaringan yang kuat dengan aparat penegak hukum untuk lebih memudahkan dan lebih cepat dalam penanganan tindak pidana pencucian uang yang terjadi. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar