Haji
dan Moratorium
Aidi Johansyah, Kasi Bimbingan Jamaah dan Petugas Bidang HAZAWA Kanwil
Kementerian Agama Provinsi DIY
Sumber
: REPUBLIKA, 27 Februari 2012
Akhirnya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mendorong moratorium pendaftaran haji.
Hal ini dis ampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, ketika dengar
pendapat dengan Komisi VIII DPR terkait rencana perubahan UU Nomor 13 Tahun
2008, Selasa, 21/2, lalu (republika.co.id,
22/2).
Menurut
Busyro, dengan dibukanya pendaftaran haji sepanjang tahun secara terus-menerus
maka jumlah dana setoran awal akan terus bertambah.
Padahal, kuota relatif tetap. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan Pasal 22 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2008 yang menghendaki setoran awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dihentikan setelah kuota tahun berjalan dipenuhi.
Padahal, kuota relatif tetap. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan Pasal 22 ayat 2 UU Nomor 13 Tahun 2008 yang menghendaki setoran awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dihentikan setelah kuota tahun berjalan dipenuhi.
Kuota
haji Indonesia didasarkan dengan rumus 1/1.000 penduduk Muslim atau sekitar 211
ribu pada 2011. Sampai hari ini, jelasnya, setoran haji sudah mencapai Rp 38
triliun. Dana tersebut ditempatkan pada sukuk Rp 23 triliun, di deposito Rp 12
triliun dan giro Rp 3 triliun. Bunganya sudah mencapai Rp 1,7 triliun sehingga
diperlukan pengaturan dana yang ketat. Dan, tanpa adanya moratorium maka
dikhawatirkan nanti berpotensi korupsi.
Mengatur Rekening
Moratorium
pendaftaran haji adalah salah satu opsi yang berkembang akhir-akhir ini. Hal
ini dimaksudkan untuk menghentikan banyaknya daftar tunggu yang sampai hari ini
(misalnya saja) di DIY mencapai 32.793 orang atau sekitar 1,4 juta orang secara
nasional. Dengan banyaknya daftar tunggu tersebut maka jamaah haji yang
mendaftar sekarang baru dapat berangkat pada 2023 atau selang 11 tahun dari
sekarang.
Pertanyaannya,
sampai kapankah pendaftaran haji tersebut akan dihentikan? Jika moratorium
pendaftaran haji harus dilaksanakan, mungkin pemerintah akan memberangkatkan
dulu semua jamaah yang masuk daftar tunggu. Dengan jumlah daftar tunggu
sebanyak 1,4 juta orang kemudian dibagi jumlah kuota haji Indonesia sebanyak
211 ribu orang, berarti penghentian ini --jika disamaratakan seluruh provinsi
yang ada di Indone sia--lamanya sekitar 6,6 tahun.
Apalagi, jika jamaah yang sudah pernah haji tidak boleh berangkat, kecuali
petugas, maka dimungkinkan dapat dipersingkat sekitar 6,5 tahun.
Tingginya
minat untuk haji membuat menjalankan sistem pendaftaran haji sepanjang tahun.
Sistem ini menggunakan prinsip first come
first served bagi jamaah haji reguler dan haji khusus. Artinya, calon
jamaah haji yang mendaftar lebih dulu juga harus berangkat lebih dulu.
Ada
banyak manfaat dari sistem ini. Pertama, jamaah haji bisa mendaftar setiap saat
sesuai dengan keinginan dan waktu yang dia miliki. Kedua, ada rasa keadilan
karena yang mendaftar lebih dulu, dia yang harus berangkat dulu.
Ketiga, ada dana setoran awal yang bisa dikembangkan oleh pemerintah untuk
kepentingan penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya.
Sebagaimana
diketahui bahwa setiap calon jamaah yang daftar haji harus membayar setoran
awal sebanyak Rp 25 juta dan sampai sekarang sudah terkumpul sekitar Rp 38
triliun. Dari dana setoran awal inilah yang dikembangkan oleh pemerintah
sebagaimana diterangkan oleh KPK di atas yang jasanya sekitar 1,7 triliun.
Pengembangan
dana setoran awal ini disebut dengan dana optimalisasi BPIH, yang penggunaannya
dikembalikan lagi kepada jamaah, baik secara langsung maupun tidak. Tentu saja,
penggunaannya melalui pembahasan yang ketat dengan DPR RI.
Adapun
penggunaan dana tersebut yang secara langsung dirasakan oleh jamaah haji adalah
paket buku manasik, blanko-blanko, gelang identitas, dan sebagainya. Sedangkan,
secara tidak langsung di antaranya adalah untuk biaya online Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) dan pembangunan
atau pemeliharaan asrama haji seluruh Indonesia.
Kasus Malaysia
Banyak
orang yang membandingkan antara realitas penyelenggaraan haji Indonesia dan
Malaysia, termasuk wakil ketua KPK, Busyro Muqoddas. Ia mengatakan, Indonesia
perlu belajar ke Malaysia yang memasukkan dana haji ke rekening atas nama yang
bersangkutan sehingga transparan. Pertanyaan nya, apakah sistem seperti ini
bisa menjamin tidak adanya korupsi?
Harian
Utusan Malaysia Online, Senin (6/2)
lalu, di halaman muka memberitakan hasil pemeriksaan Suruhan Jaya Pencegahan
Rasuah Malaysia (SPRM)--kalau di Indonesia adalah KPK--menduga sebab banyaknya
orang Malaysia mengikuti Haji Ekspres /Haji Plus adalah karena lemah dalam
sistem pendataan. Ada yang memanfaatkannya untuk kepentingan pihak lain (yang
mungkin karena tidak sabar) menunggu lama untuk berangkat haji sehingga kuat
dugaan telah terjadi perbuatan korupsi.
Perlu
diketahui bahwa masa tunggu haji Malaysia sekarang adalah 26 tahun, sedangkan
Indonesia rata-rata enam tahun. Biaya total jamaah haji Indonesia (BPIH)
sebesar Rp 32 juta, sedangkan Malaysia Rp 49 juta. Biaya yang dibayar langsung
oleh jamaah haji Indonesia sekitar Rp 27 juta, sedangkan Malaysia Rp
29.940.000. Biaya yang disubsidi dari dana optimalisasi BPIH sekitar Rp 6 juta
per jamaah, sedangkan Malaysia diambilkan dari tabung haji sebanyak Rp 19 juta.
Sewa
pondokan jamaah haji Indonesia di Makkah 3.400 riyal, sedangkan Malaysia 6.000 riyal.
Prinsip pengelolaan keuangan haji di Indonesia adalah nirlaba, sedangkan
Malaysia komersial. Maka jangan heran, kebun kelapa sawit yang ada di Pekanbaru
adalah milik Tabung Haji Malaysia.
Mengapa
kita harus belajar ke Malaysia? Padahal, sudah ada 10 negara lain yang minta
untuk diajarkan manajemen haji dari Indonesia, yaitu Rusia, Iran, Nigeria,
Turki, Aljazair, Suriah, Yordania, Tunisia, dan Etiopia. Mengapa kita harus
terpesona kepada Tabung Haji Malaysia yang memiliki gedung bertingkat 39?
Padahal, kita sudah mempunyai 14 asrama haji embarkasi dan 15 asrama haji
transit dengan gedung bertingkat-tingkat.
Itu semua bisa dilakukan oleh pemerintah,
salah satu sebabnya adalah karena adanya dana optimalisasi BPIH. Dengan dana
ini pemerintah berharap agar BPIH di masa yang akan datang bisa lebih murah.
Dan bahkan, mungkin jamaah haji hanya membayar biaya penerbangan. Ini semua
bisa dilakukan dengan adanya sistem pendaftaran first come first served. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar