Kemiskinan
Indonesia Menurun?
Mulyono D Prawiro, DOSEN PASCASARJANA DAN ANGGOTA SENAT
UNIVERSITAS SATYAGAMA, JAKARTA
Sumber
: SUARA KARYA, 29 Februari 2012
Bila diperhatikan data kemiskinan yang dikeluarkan Badan Pusat
Statistik (BPS), angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun secara
persentase mengalami penurunan. Sehingga, terlihat pemerintah yang berkuasa
saat ini telah bekerja keras dan telah melakukan program pengentasan kemiskinan
sesuai yang diharapkan. Dukungan dari berbagai pihak termasuk kemitraan yang
dilakukan oleh pemerintah, utamanya upaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan
cukup berhasil. Sehingga dimata rakyat, pemerintah mulai menunjukkan
keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan.
Tetapi, data BPS yang notabene adalah lembaga resmi pemerintah
seringkali dianggap tidak independen. Sebagian pihak bahkan meragukan
keakuratan data dimaksud dan menyatakan bahwa angka kemiskinan turun itu hanya
di atas kertas, sedangkan rakyat yang miskin jumlahnya terus bertambah. Rakyat
yang menderita dan hidup serba kekurangan bahkan meningkat, sehingga ada yang
menganggap data itu berbeda dengan kenyataan di lapangan.
Seperti halnya pada 2004 lalu, Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) mencatat, angka kemiskinan Indonesia 16,7 persen. Satu tahun
berikutnya, kemiskinan turun menjadi 16,0 persen. Karena, gejolak ekonomi dan
politik serta stabilitas dalam negeri terganggu, pada 2006 angka kemiskinan
naik itu lagi menjadi 17,8 persen. Namun, kenaikkan angka kemiskinan ini
membuat geram pemerintah karena perlu bekerja lebih keras lagi dalam
penanggulangan kemiskinan. Pemerintah dengan berbagai kesempatan terus mengajak
seluruh komponen bangsa untuk bergotong-royong mengentaskan kemiskinan.
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia,
pemerintah pada waktu itu membuat terobosan dengan berbagai program pengentasan
kemiskinan dan program-program pro-rakyat lainnya, seperti Bantuan Langsung
Tunai (BLT) untuk rakyat miskin. Memang terlihat hasilnya, angka kemiskinan
sedikit turun, namun program BLT sendiri tidak sepenuhnya mendapat dukungan
dari masyarakat terutama dari kelompok yang pro pemberdayaan dan tidak ingin
melihat bangsa ini sebagai bangsa peminta-minta.
BLT tidak sepenuhnya berjalan lancar, karena program ini
kadang-kadang timbul dan tenggelam. Bagaikan ombak yang tertiup angin, ada dan
tiada, sehingga program ini banyak yang menentang, dianggap melanggar hak-hak
azasi manusia, karena rakyat seperti dibuat miskin dan tidak berbuat apa-apa
hanya sebagai peminta-minta serta menadahkan tangannya saja. Upaya ini dianggap
mematikan kreativitas rakyat. Bahkan dinilai, upaya yang dilakukan pemerintah
melalui BLT secara perlahan-lahan merupakan proses pembodohkan kepada rakyat,
karena rakyat hanya diberi (charity) bukan didorong bagaimana melakukan
kegiatan usaha agar mampu diberdayakan (empowerment) dan bisa mandiri.
Pemerintah sendiri sibuk bekerja keras dan rakyat hanya sebagai penonton
pembangunan. Rakyat tidak diberi peran apalagi kesempatan untuk ikut
berpartisipasi dalam pembangunan. Anggapan itu mungkin ada benarnya.
Rakyat
yang termasuk kategori miskin mendapat bantuan BLT, mereka diberi ikan dan
tinggal makan, besoknya mereka miskin lagi dan terus mengharapkan ada bantuan
dari pemerintah untuk yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Dengan demikian
rakyat miskin ini akan terus malas karena merasa dirinya diperhatikan oleh
pemerintah sehingga tidak berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan
berusaha untuk mandiri.
Dari sudut pandang rakyat miskin, mungkin saja pemerintah dianggap
dewa penyelamat yang dapat membantu mereka, dikala mereka sedang membutuhkan
dan sedang dalam keadaan sulit walaupun sifatnya hanya untuk sementara. Dilain
pihak, kita sebagai bangsa merasa malu dan harga diri terasa diinjak-injak,
karena dianggap sebagai bangsa yang besar dan terhormat ini, rakyatnya hanya
menunggu belas kasihan dan uluran tangan pemerintah yang berkuasa. Rakyat tidak
lagi bisa saling bantu-membantu sesama anak bangsa, karena upaya gotong-royong
dari rakyat sendiri mulai memudar dan bahkan ada yang tidak berkembang dan ada
yang hilang.
Sampai 2011 lalu, angka kemiskinan dinyatakan terus mengalami
penurunan, dan menurut Susenas, angka kemiskinan di Indonesia tercatat hanya
12,5 persen. Akhir tahun ini diprediksi kemiskinan akan mengalami penurunan
lagi menjadi 11,5 persen.
Dalam waktu singkat ini, pemerintah akan memberikan
semacam BLT lagi kepada rakyat miskin dan jumlahnya tidak tanggung-tanggung
sehingga hampir pasti, angka kemiskinan menurun drastis apabila saat bersamaan
BPS melakukan survei. Karena, rakyat miskin saat di data mereka memiliki dana
yg cukup dan dianggap tidak miskin lagi.
Pertanyaannya adalah, apakah melalui program membagi-bagikan uang
seperti ini pengentasan kemiskinan dilakukan? Bila dicermati lagi, perkembangan
ekonomi Indonesia secara makro mengalami kenaikan yang cukup baik, seperti yang
selalu diutarakan Presiden SBY, pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun ke
tahun terus mengalami kenaikan dan pada 2012 ini telah mencapai 6,5 persen.
Namun, disisi lain dan masih kurang mendapat perhatian, tingkat kesenjangan
makin besar dan melebar. Angka kesenjangan ini jarang dikemukakan di depan
publik, sehingga publik hanya mendapatkan informasi, dan terkesan dengan upaya
pemerintah itu.
Kalau angka kemiskinan turun dan kesenjangan semakin melebar,
berarti orang miskin bertambah miskin dan orang kaya semakin kaya. Artinya,
keadilan belum merata. Di sisi lain kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, bahwa akhir-akhir ini sudah mulai bermunculan adanya pimpinan daerah,
termasuk perguruan tinggi yang sangat concern dengan upaya mengurangi
kesenjangan tersebut, antara lain dengan membentuk dan pengembangkan pos-pos
pemberdayaan keluarga (posdaya) di setiap desa dan di kampung-kampung.
Akhirnya, semoga kita menjadi bangsa yang beradab dan terhormat. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar