Kompensasi
Kenaikan BBM
Razali Ritonga, DIREKTUR STATISTIK KEPENDUDUKAN DAN
KETENAGAKERJAAN BPS RI
Sumber
: REPUBLIKA, 28 Februari 2012
Pemerintah
tampaknya segera menaikkan harga BBM untuk mengurangi tekanan terhadap APBN.
Diketahui, dengan meningkatnya harga minyak di pasaran global, subsidi BBM juga
akan meningkat. Meski demikian, Presiden SBY berjanji akan memberi bantuan
langsung sementara kepada masyarakat yang terkena dampak kenaikan BBM, terutama
masyarakat miskin. Kebijakan ini merupakan perulangan dari kebijakan yang
pernah dilakukan pada 2005 dan 2008.
Namun,
kenaikan harga BBM pada 2005 ternyata meningkatkan angka kemiskinan dari 15,97
persen menjadi 17,75 persen (BPS, 2007). Sebaliknya, angka kemiskinan justru
menurun dari 15,42 persen pada 2008 menjadi 14,15 persen pada 2009 (BPS, 2009)
pascakenaikan harga BBM pada 2008.
SLT versus BLT
Pemberian
kompensasi atas kenaikan harga BBM memang perlu diberikan kepada masyarakat
terutama kepada masyarakat miskin. Sebab, kenaikan harga BBM akan menurunkan
daya beli masyarakat sehingga berpotensi meningkatkan penduduk miskin, baik
dari sisi jumlah maupun dari sisi keparahan kemiskinan.
Kenaikan
angka kemiskinan pada 2005, antara lain, disebabkan dua hal.
Pertama, pemerintah hanya memberikan kompensasi cukup singkat, yakni selama tiga bulan berupa santunan langsung tunai (SLT) yang besarnya per bulan sebanyak Rp 100 ribu. Padahal, kenaikan harga BBM terjadi dua kali, yaitu 1 Maret 2005 dan 1 Oktober 2005. Kedua, pendistribusian SLT dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan sasaran karena tidak seluruhnya bantuan diterima penduduk miskin yang membutuhkan.
Pertama, pemerintah hanya memberikan kompensasi cukup singkat, yakni selama tiga bulan berupa santunan langsung tunai (SLT) yang besarnya per bulan sebanyak Rp 100 ribu. Padahal, kenaikan harga BBM terjadi dua kali, yaitu 1 Maret 2005 dan 1 Oktober 2005. Kedua, pendistribusian SLT dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan sasaran karena tidak seluruhnya bantuan diterima penduduk miskin yang membutuhkan.
Sedangkan,
kompensasi kenaikan harga BBM pada 2008 dinilai lebih baik dibandingkan
kompensasi kenaikan harga BBM pada 2005. Pertama, pemerintah memberikan bantuan
yang sama besarnya Rp 100 ribu berupa bantuan langsung tunai (BLT), tapi
dilakukan selama setahun. Bahkan, pemerintah sempat menurunkan harga BBM dari
Rp 6.000 menjadi Rp 4.500 pada 2009. Kedua, sistem pendistribusi dilakukan
dengan lebih baik, yakni dengan menerbitkan kartu BLT melalui Departemen
Keuangan.
Pemerataan Pendapatan
Pengalihan
subsidi BBM menjadi bantuan kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin
diharapkan dapat menjadi instrumen pemerataan pendapatan. Secara faktual, angka
rasio gini sebagai salah satu ukuran kesenjangan pendapatan menunjukkan keadaan
yang belum membaik meski angkanya cenderung menurun. Pada 2005, angka rasio
gini tercatat sebesar 0,34, kemudian meningkat menjadi sebesar 0,38 pada 2008.
Setelah itu, angkanya menurun menjadi 0,33 pada 2010 (BPS, 2011). Ini berarti
kesenjangan pendapatan pada 2010 sama dengan pada 2005.
Meningkatnya
harga BBM akan menyebabkan dampak yang berbeda antarkelompok masyarakat
sehingga berpotensi meningkatkan kesenjangan pendapatan. Pada kelompok penduduk
hampir miskin (near poor), kenaikan
harga BBM akan berpotensi menggiring mereka ke jurang kemiskinan. Penduduk
hampir miskin umumnya berada sedikit di atas garis kemiskinan sehingga dengan
penurunan daya beli akan memindahkan mereka ke bawah garis kemiskinan.
Penurunan
daya beli dapat terjadi, baik langsung maupun tak langsung. Secara langsung
berkaitan dengan penduduk yang menggunakan BBM untuk melakukan aktivitasnya,
seperti nelayan, petani, dan transportasi umum yang menggunakan mesin.
Sementara, secara tak langsung, kenaikan harga BBM akan menyebabkan kenaikan
harga barang dan jasa.
Dari
dua fenomena itu, penduduk yang terkena dampak langsung akan merasakan akibat
yang lebih parah dari pada penduduk terkena dampak tak langsung. Sebab,
penduduk terkena dampak langsung selain pendapatannya menjadi lebih kecil,
pengeluarannya akan semakin membesar untuk mengonsumsi barang yang sama.
Sementara
itu, untuk kelompok miskin dan miskin kronis, dampak kenaikan harga BBM akan
semakin memperparah kemiskinan. Keterlambatan dalam pemulihan akibat dampak itu
akan menggiring mereka dalam kemiskinan kronis yang permanen dan kian sulit
dientaskan. Maka, untuk memperkecil risiko peningkatan kemiskinan, pemerintah
perlu mempelajari secara saksama dampak kenaikan harga BBM terhadap
masing-masing kelompok masyarakat.
Kelompok
miskin dan miskin kronis umumnya bisa diturunkan melalui pemberian bantuan.
Sebab, kecil kemungkinannya untuk diberdayakan khususnya penduduk miskin
kronis. Semakin besar bantuan yang diberikan, semakin besar kemungkinannya
untuk keluar dari kemiskinan.
Untuk
mengatasi penduduk hampir miskin menjadi jatuh miskin, pemerintah perlu
mempertahankan aktivitas mereka agar tetap berjalan normal. Di sejumlah negara,
subsidi tetap diberikan kepada mereka yang menjalankan usaha yang menggunakan
BBM. Di Malaysia, misalnya, subsidi BBM diberikan kepada nelayan dan
transportasi umum. Sementara, di Bangladesh dan Kazhakstan, subsidi BBM
diberikan kepada petani (World Bank, 2009). ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar