Sri
Mulyani dan Presiden Bank Dunia
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo, PENGAMAT EKONOMI
Sumber
: SINDO, 27 Februari 2012
Perkembangan
menarik terjadi di salah satu lembaga keuangan internasional terpenting di
dunia yaitu Bank Dunia. Bank Dunia merupakan produk Perang Dunia II.Sebelum
berakhirnya perang tersebut,berbagai ekonom dari seluruh dunia berkumpul di
sebuah desa di BrettonWoods, negara bagian New Hampshire, Amerika Serikat.
Konferensi internasional yang diselenggarakan pada Juni 1945 itu akhirnya memutuskan dibentuknya tiga lembaga internasional yaitu International Monetary Fund (IMF), International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) atau yang lebih dikenal sebagai Bank Dunia,dan lembaga perdagangan internasional yang semula dibayangkan akan berupa International Trade Organization ITO. ITO akhirnya berubah menjadi General Agreement on Tariffs and Trades (GATT),yang kemudian berubah rupa menjadi World Trade Organization,yang lebih mendekati ide awalnya.
Keanggotaan lembaga internasional tersebut terwakili dalam ”saham” mereka. Negara- negara Eropa memiliki saham secara keseluruhan sekitar 40%, sementara Amerika Serikat memiliki saham sekitar 17%. Dengan demikian, kepemilikan saham di dua lembaga, yaitu IMF dan Bank Dunia, pada hakikatnya dikuasai secara mayoritas oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Meskipun kepemilikan ini telah berevolusi sedemikian rupa, pada hakikatnya pengaruh mayoritas masih tetap dimiliki kelompok negara Eropa dan Amerika Serikat.
Itulah sebabnya, ada semacam tradisi pada kelompok negara Barat tersebut: IMF selalu di bawah pimpinan wakil dari Eropa, sementara Bank Dunia secara turun-temurun berasal dari Amerika Serikat. Karena itu,kita bisa memaklumi pada saat pimpinan IMF Dominique Staruss Kahn mengundurkan diri karena skandal seks,kepemimpinan IMF pada akhirnya kembali dipegang penggantinya dari Prancis yaitu Christine Lagarde.
Adapun Augustin Carstens, yang merupakan Gubernur Bank Sentral Meksiko, tidaklah mendapatkan dukungan untuk menempatkan diri pada pimpinan puncak lembaga tersebut. Dari negara-negara berkembang, dukungan bahkan bisa dikatakan sangat minim. Perkembangan terakhir ini kembali terjadi pada pimpinan puncak Bank Dunia. Robert Zoellick, yang merupakan Presiden lembaga tersebut saat ini,menyatakan tidak akan melanjutkan kepemimpinannya lagi untuk masa jabatan yang kedua kalinya.
Dia memastikan diri akan mundur pada Juni mendatang. Keputusan tersebut terjadi saat kredibilitas negara-negara Barat sedang berada pada titik nadir. Setelah Amerika Serikat mengalami krisis yang terutama dipicu oleh jatuhnya Lehman Brothers, dewasa ini kita melihat negara-negara Eropa didera krisis perekonomian, terutama karena beban utang pemerintah yang sedemikian berat.
Sebagai akibatnya, rating negara-negara tersebut juga berjatuhan.Amerika Serikat bahkan mengalami penurunan rating mereka yang pertama kali dalam sejarah negara tersebut yang dilakukan oleh lembaga rating yang notabene juga berasal dari negara adidaya tersebut. Dengan catatan kredibilitas semacam ini, tidak pelak lagi ada semacam suara untuk memberikan kesempatan lebih besar kepada negara-negara berkembang untuk mulai tampil memegang tampuk pimpinan lembaga keuangan internasional tersebut.
Karena itulah, kita melihat memanasnya media oleh munculnya nama-nama baru dalam percaturan calon pimpinan Bank Dunia. Berbagai nama muncul dari negara berkembang, baik yang berasal dari Turki, Afrika Selatan, negaranegara Amerika Latin, dan Indonesia. Kita juga mengetahui terjadi percaturan serupa di Amerika Serikat. Nama-nama seperti Hillary Clinton, Lawrence Summer, dan Timothy Geithner muncul sebagai nama yang akan ditampilkan dalam ajang pemilihan tersebut.
Dengan latar belakang itu, merupakan hal menarik melihat kemunculan mantan Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati dalam percaturan tersebut. Sri Mulyani bahkan memperoleh suara tertinggi dalam polling yang dilakukan oleh Bank Dunia dengan jumlah suara sampai 80%, mengalahkan Kemal Devis yang berasal dari Turki yang hanya memperoleh 13%. Ini berarti seorang warga Indonesia secara serius mulai diperhitungkan dalam percaturan pimpinan lembaga keuangan global.
Kita tentu akan melihat berbagai manuver baru bermunculan dalam bulan-bulan mendatang sehingga perkembangan ini tentu akan menarik perhatian banyak pihak. Dengan melihat perkembangan ini, kita tentu melihat semakin besarnya pengaruh Indonesia dalam percaturan perekonomian global. Sri Mulyani mulai ramai dibicarakan bukan hanya karena kepintaran mantan menteri keuangan tersebut.
Sri Mulyani dalam hal ini membawa bobot yang kian besar bagi Indonesia. Pengaruh yang sedemikian ini tentu perlu dimanfaatkan secara sungguh-sungguh dalam percaturan diplomasi internasional di masa-masa mendatang. Jika selama ini terdapat kesan perasaan inferior kita dalam percaturan diplomasi internasional, perkembangan terakhir ini menggambarkan perkembangan yang sebaliknya.
Secara kebetulan kita juga memiliki banyak pribadi yang memiliki kapasitas seperti itu misalnya Mari Elka Pangestu, Gita Wirjawan, dan beberapa nama lagi. Karena itu, kita seharusnya mampu memanfaatkan bobot yang semakin banyak kita miliki tersebut untuk semakin aktif dalam percaturan diplomasi internasional,termasuk dalam pencalonan orang-orang Indonesia pada puncak pimpinan lembaga dunia.
Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir, kita melihat munculnya wakil dari Thailand sebagai pimpinan WTO.Demikian juga kita melihat Ban Ki-moon sebagai pimpinan Perserikatan Bangsa- Bangsa. Karena itu, pemerintah perlu menyiapkan sejumlah champions yang bisa tampil semacam itu dan dapat menyumbangkan nama bagi keharuman bangsa. Dalam konteks yang lebih mikro, ternyata orang-orang Indonesia sudah pula mampu untuk mengisi jabatan-jabatan penting dalam perusahaan multinasional.
Unilever misalnya hanya memiliki beberapa ekspatriat dalam manajemen mereka di Unilever Indonesia. Kendati demikian, dewasa ini terdapat hampir 50 orang Indonesia dalam posisi manajer ke atas di perusahaan Unilever di seluruh dunia. CEO dari Unilever Malaysia Singapura, dewasa ini diduduki oleh orang Indonesia yaitu Andre Rompies. Unilever bahkan menyiapkan training bagi orangorang Indonesia bukan hanya untuk menyiapkan mereka menjadi pimpinan Unilever Indonesia,melainkan Unilever global.
Dengan melihat perkembangan yang terakhir ini seberapa besar kans Sri Mulyani Indrawati untuk berhasil menduduki posisi puncak Bank Dunia? Jika dalam perkembangan ini terdapat proses transformasi yang besar di tubuh lembaga keuangan tersebut, kans Sri Mulyani akan besar.
Tetapi jika tidak ada perubahan yang signifikan, calon dari Amerika Serikatlah yang tetap akan menempati posisi puncak. Kendati demikian, yang penting nama Sri Mulyani sudah berkibar bukan hanya dalam percaturan politik di Indonesia, melainkan juga dalam kancah global. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar