Harapan
Baru untuk Reformasi Birokrasi
Penny K. Lukito, PEGAWAI,
BEKERJA DI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN/BAPPENAS
Sumber
: KORAN TEMPO, 24 Februari 2012
Memasuki tahun 2012 ini, di tengah berbagai
sorotan yang ditujukan kepada pemerintah terkait dengan kelambanan sistem
birokrasi kita, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi menggulirkan rencana Program Percepatan Reformasi Birokrasi. Tentunya
hal ini memberikan kembali harapan agar ada langkah cepat untuk terjadinya
reformasi birokrasi yang belakangan ini banyak dipermasalahkan oleh banyak
pihak.
Tidak Kurang dari Presiden
Presiden SBY sendiri, dalam suatu rapat kerja
pemerintah, mengatakan bahwa ada tiga faktor utama yang menghambat laju
perekonomian Indonesia. Pertama, masalah birokrasi yang dianggap menjadi
penghalang. Kedua, infrastruktur backlog. Dan ketiga, korupsi.
"Kita tidak hanya butuh berkomitmen, tapi juga mengubah segalanya secara
fundamental," kata Presiden ihwal berbagai permasalahan birokrasi, baik
yang terjadi di pusat maupun daerah.
Permintaan Presiden SBY beberapa waktu lalu
agar setiap kementerian dan lembaga (KL) melaporkan kinerjanya kepada publik,
disertai adanya sistem pelaporan cepat agar anggota kabinet lebih responsif
terhadap masalah yang berkembang dalam masyarakat, kiranya merupakan hal yang
sangat penting yang menunjukkan niat baik dan keseriusan pemerintah dikaitkan
dengan akuntabilitas politisnya untuk melaporkan kinerja kepada rakyat.
Selain itu, pernyataan Wakil Presiden
Boediono, bahwa pemerintahan adalah untuk mereka yang ingin berkontribusi dan
bukan untuk mereka yang ingin kaya, dapat diartikan bahwa birokrasi memang bagi
mereka yang ingin berkarya untuk kepentingan yang bernilai lebih dari sekadar
perbaikan gaji (remunerasi) semata. Birokrasi sebaiknya dibangun agar pegawai
negeri sipil dapat berkinerja tinggi untuk bisa memberikan insentif kebanggaan
dan kepuasan diri lebih dari sekadar materi belaka, tetapi lebih dari itu,
yakni untuk menjadi bagian dari kerja mulia membangun bangsa ini.
Kepemimpinan Kinerja
Meski demikian, tidak dapat dimungkiri bahwa
atribut dari birokrasi yang sering dimaknai dengan karakteristik feodalisme,
ketertutupan, dan jauh dari sifat egalitarian mengungkapkan persoalan birokrasi
yang cenderung menjadi penghambat untuk suatu kinerja yang optimum.
Sesungguhnya, pentingnya keterbukaan di dalam birokrasi ini dikaitkan dengan
realitas bahwa keputusan publik yang terbaik hanya dapat muncul dari dialog
yang terbuka, jujur, dan untuk tujuan kepentingan yang lebih luas. Mungkin ini
masih dianggap utopia di dalam birokrasi kita, tetapi hal tersebut dapat
menjadi realitas bila dilakukan melalui pendekatan reformasi birokrasi yang
lebih mengacu pada kinerja, dengan kemauan dan kepemimpinan yang kuat untuk
melaksanakannya.
Reformasi birokrasi tanpa membangun
kepemimpinan kuat yang berorientasi pada perubahan dan kinerja merupakan
kesia-siaan. Bahkan, apabila dikatakan bahwa kepemimpinan adalah kombinasi dari
kemampuan strategis dan integritas, dan sekiranya pun kita harus memilih salah
satunya, pilihlah yang mempunyai karakter berintegritas yang kuat. Sebab,
dengan basis integritas, kepemimpinan strategis kemudian dapat dibangun melalui
penempaan dari penyelesaian satu tugas ke tugas selanjutnya melalui jalur
pembinaan karier dan kepemimpinan. Terkait dengan hal ini, rekrutmen, promosi,
dan mutasi kepemimpinan yang transparan perlu didukung dengan pembinaan karier
dan kepemimpinan yang kontinu serta terjamin kepastian pelaksanaannya di
birokrasi.
Melihat begitu besar dan banyaknya tantangan
dalam pembangunan bangsa dewasa ini, kepemimpinan untuk membangun budaya
organisasi birokrasi yang berorientasi kinerja dibutuhkan pada seluruh jenjang
birokrasi. Sebab, dalam suatu organisasi, penciptaan etika dan budaya kerja
bukan hanya tugas manajemen puncak semata, tapi juga tugas setiap pemimpin di
level pelaksanaan. Pemimpin di jenjang level mana pun di birokrasi tentunya
diharapkan mampu dengan tepat mengenali masalah, menetapkan agenda dan arah,
serta mempunyai keberanian untuk segera melangkah dan kalau perlu mengambil
risiko dalam implementasinya. Lebih tidak kalah penting adalah kapasitas untuk
memantau dan mengevaluasi hasil dari langkah yang diambil tersebut untuk
menjadi input perbaikan bagi agenda dan arah yang kurang tepat atau
tidak memberikan hasil yang optimum dalam pelaksanaannya.
Karakteristik dari sektor publik memang
terkadang sumir menempatkan pertanggungjawaban terhadap hasil dari produk dan
pelayanan publik yang tidak jelas ada di pundak siapa. Kondisi ini bahkan dapat
membuat strategi kepemimpinan yang dikenalkan oleh John Maxwell, “get things
done through others” (merampungkan pekerjaan melalui orang lain), pun
disalahartikan oleh mereka yang pada dasarnya memang tidak mau bertanggung
jawab tetapi hanya ingin menikmati kursi jabatan, bahkan kalau bisa melemparkan
tanggung jawab kepada pihak lain. Untuk itu, memang menjadi semakin penting
adanya transparansi dan akuntabilitas pelaksana kepemerintahan kepada publik,
baik akuntabilitas individu maupun hasil pembangunan secara kolektif. Di mana
akuntabilitas mengandung makna keharusan untuk menjelaskan dan menjawab segala
hal menyangkut langkah dari seluruh keputusan dan proses yang dilakukan, serta
pertanggungjawaban terhadap hasil atau kinerjanya. Sangatlah penting untuk
disadari bahwa pada dasarnya akuntabilitas birokrasi adalah kepada masyarakat,
dengan indikator pada kualitas produk dan pelayanan publik (output) yang
lebih baik dan yang seharusnya mampu memberikan hasil manfaat (outcomes)
yang dapat dirasakan sebagai perubahan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarakat secara umum.
Bagi pemerintah sendiri, tuntutan (demand)
terhadap pelaporan kinerja kepada publik ini akan menjadi pendorong bagi
peningkatan kapasitas kinerja pemerintah yang semakin membaik. Dengan demikian,
juga dituntut kualitas data/informasi kinerja yang tepat dan baik yang
betul-betul menggambarkan kondisi yang sesuai. Sesuatu yang tidak pernah diukur
dan dilaporkan dapat dianggap menjadi tidak penting untuk diselesaikan.
Pelaksanaan anggaran publik harus dimonitor dengan indikator kinerja yang baik,
dievaluasi, dan dilaporkan kepada publik dalam suatu sistem proses umpan balik.
Apa yang sudah dilakukan oleh UKP4 dalam pemantauan target-target kinerja
prioritas pembangunan sudah baik, namun perlu dikembangkan tidak hanya untuk
kepentingan menilai kinerja pimpinan suatu kementerian atau lembaga saja,
tetapi juga kembali menjadi input perbaikan bagi proses perencanaan dan
penganggaran program-program pembangunan yang lebih efisien dan efektif.
Pidato dari James Madison (Presiden AS ke-4)
yang terpatri di ruang James Madison Memorial, Library of Congress, di
Washington, DC, yang berarti sebagaimana berikut, “esensi dari pemerintahan
adalah kekuasaan, dan kekuasaan yang ada dalam genggaman manusia umumnya akan
berpotensi untuk disalahgunakan”, mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap
kinerja pemerintahan. Untuk itulah perlunya pengawasan, hukum, dan peraturan
sepenuhnya ditegakkan dengan kepastian yang tinggi. Karena itu, reformasi
birokrasi harus dapat mengubah birokrasi kita menjadi mampu menumbuhkan
kepemimpinan yang diliputi budaya berorientasi kinerja dan keterbukaan. Dengan
demikian, penyelewengan kekuasaan dan kelambanan dalam birokrasi tidak lagi
menjadi atribut negatif yang direkatkan pada pemerintahan, sehingga tidak lagi
menjadi faktor penghambat bangsa ini untuk bangkit dan maju. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar