Siapa
Peduli Nasib Sopir Bis?
J. Sumardianta, GURU,
TINGGAL DI YOGYAKARTA
Sumber
: KORAN TEMPO, 22 Februari 2012
Akhir-akhir ini kecelakaan maut melibatkan
bus antarkota antarprovinsi kembali merajalela. Bus Sumber Kencono (SK) terjun
ke sungai sehabis bertabrakan dengan mobil sedan di Magetan. Bus Karunia Bakti
mengalami kecelakaan karambol di Cisarua, Bogor. Bus Mira menerjang pohon
mahoni menghindari tabrakan dengan truk gandeng di Ngawi. Belasan orang tewas
mengenaskan dalam ketiga tabrakan bus itu.
Awal 2012, bus Mira menabrak Isuzu Panther di
Sragen dan menewaskan tujuh orang. Tahun 2012 merupakan tahun paling tragis
Perusahaan Otobus (PO) Sumber Kencono. SK menabrak truk pengangkut buruh tebu
di Saradan, Madiun, yang menewaskan 32 orang. SK juga bertabrakan dengan
minibus biro travel di Mojokerto, yang menewaskan 21 orang, termasuk
sopir bus dan minibus. Ironisnya, sopir minibus biro travel-nya mantan
sopir SK.
Perilaku PO SK di jalanan memang mengerikan.
Jauh sebelum semua peristiwa maut itu terjadi, Pemerintah Provinsi dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur sudah merekomendasikan pencabutan izin
trayek PO SK. Sampai hari ini, PO SK terus beroperasi. Penegak hukum terkesan
tak berdaya menghadapi PO SK. Padahal, saking seringnya kecelakaan, masyarakat
sampai memparodikan PO SK sebagai Sumber Bencono. Pada dekade 1980, boleh
dibilang penegak hukum lebih tegas. PO Flores dicabut izin trayeknya karena
diterjang kereta api di Purwosari, Solo.
Secara umum kecelakaan bus antarkota
disebabkan oleh faktor kelaikan kendaraan, human error, dan kondisi
jalan. Spesifik untuk kasus SK, terjadi karena faktor kelalaian manusia.
Pengemudi SK dikenal sebagai raja jalanan. SK dijuluki sebagai "kuburan
berjalan" semata akibat perangai kru. Faktor kendaraan harus diabaikan. PO
dengan 250 bus ini armadanya relatif muda. Usia mesin tidak ada yang di atas
delapan tahun. Semua menggunakan seri mesin Hino AK, seri tangguh untuk
kebut-kebutan dengan suhu mesin tinggi. Semua bodi bus non-AC menggunakan seri
Protheus. Bus AC menggunakan Legacy. Semua produk terbaru Karoseri Laksana
Semarang dengan interior dan eksterior unggul untuk memikat calon penumpang.
PO SK melayani tiga trayek:
Surabaya-Solo-Wonogiri, Surabaya-Solo-Yogyakarta, dan Surabaya-Solo-Semarang.
Setiap hari, selama 24 jam, di ketiga jalur, setiap jam rata-rata melintas enam
bus SK dari dan ke Surabaya. Trayek pertama diperuntukkan bagi para pengemudi
baru. Trayek kedua bagi pengemudi berpengalaman. Trayek ketiga dipakai untuk
mendisiplinkan para pengemudi trayek kedua yang tertangkap basah ugal-ugalan
melalui peranti GPS yang terpasang di bus AC.
Pada 2011, PO SK, dalam rangka memperbaiki
citranya, mengeluarkan merek dagang baru, Sumber Selamat (SS). Sayangnya,
imagologi SK telanjur babak-belur. Tidak mampu menjamin keselamatan, tapi malah
merilis merek baru yang justru memberi kesan langgam tragis komedi serampangan.
Saking buruknya citra, bus-bus PO SK sering menjadi sasaran pelemparan batu,
bahkan saat melaju normal tanpa kecelakaan.
Trayek Surabaya-Solo-Yogyakarta bercorak
oligopoli dikuasai dua pemain: PO SK dan PO SS di satu pihak dengan PO Eka dan
PO Mira di pihak lain. Keempat PO harus bersaing keras dengan pelbagai PO lain
yang melayani trayek Trenggalek-Surabaya dan Ponorogo-Surabaya di sepanjang irisan
jalur Surabaya-Kertosono serta Kertosono-Madiun. Oligopoli itulah penyebab
mengapa kasus tabrakan bus antarkota di jalur tengah Pulau Jawa bagian timur
selalu menimpa keempat PO itu.
Mengingat jumlah armada PO SK paling besar,
tak mengherankan bila mereka yang paling banyak tertimpa musibah. Kasus-kasus
tabrakan PO SK kebanyakan menimpa bus trayek kedua. Sebagian besar terjadi pada
malam atau dinihari. Penumpang jarak jauh membuat para pengemudi memacu bus
sekencang-kencangnya. Pada malam hari, bus jarang menaik-turunkan penumpang
jarak dekat di jalan. Pengemudi ingin lekas sampai di kota tujuan agar punya
lebih banyak waktu beristirahat. Terlebih untuk bus dengan durasi waktu sampai
di tujuan dan keberangkatan kembali ke kota asal sangat mepet.
Waktu tempuh trayek Surabaya-Yogya
pulang-pergi 17 jam. Rata-rata awak bus hanya beristirahat lima jam.
Penghasilan awak bus sangat minim. Sopir mendapat 10 persen, kondektur, 7
persen, dan kernet 4 persen dari pendapatan bersih PP. Pada Senin sampai Jumat
penumpang sepi. Penumpang ramai hanya Sabtu dan Minggu. Status awak bus bukan
karyawan, melainkan mitra PO. Posisi kru lebih tepat disebut budak bila
mengingat porsi pembagian pendapatan 79 persen untuk PO dan 21 persen untuk
awak bus.
Sebagai ilustrasi, pada hari sepi penumpang,
pendapatan bersih PP setelah dipotong solar Rp 100 ribu. Jatah pengemudi Rp 100
ribu. Paling banter dalam sebulan pengemudi hanya kuat bekerja 18 hari. Bila
terjadi kecelakaan ringan, kaca spion pecah atau bodi rusak, pengemudi kena
klaim PO harus mengganti biaya perbaikan. PO mengutip klaim dari uang setoran.
Tertekan, jenuh, letih, dan frustrasi. Itulah
derita umum yang membuat pengemudi bus seakan berpacu menuju ajal. Pendapatan
minim. Jam kerja panjang dan melelahkan. Risiko sangat tinggi. Tanpa jaminan
kesehatan dan hari tua. Sekali terlibat kecelakaan maut menelan banyak nyawa,
apabila pengemudi tidak ikut jadi korban tewas, pengemudi itu seumur hidup
harus melunasi utang kepada PO.
Seorang pengemudi bus PO Eka mengalami
kecelakaan maut menabrak minibus, yang menewaskan belasan orang di Ngawi pada
pertengahan 1990-an. Tak lama, selepas dari tahanan, pengemudi itu sudah
bekerja menjalankan bus Patas pada PO yang sama. Sopir itu dikenal sangat
santun. Pengemudi beradab saja bisa apes, apalagi yang berandalan. Bus mautnya,
setelah diperbaiki, menjalani trayek serupa, dengan dikemudikan sopir yang
lebih garang. Menekuni pekerjaan sebagai sopir bus itu sesungguhnya hanya
menunda kekalahan. Setiap saat bencana mengintai. Para sopir bus hanya menunggu
giliran sial.
Para pengemudi bus sejujurnya menjadi korban
penindasan sistematis pemilik PO. Fenomena mendasar inilah yang luput dari
perhatian khalayak ramai. Saatnya tiba semua penindasan dan ketidakadilan
berujung maut di jalan raya itu harus dihentikan. Sistem bagi hasil pendapatan
PO dengan kru seharusnya 60 : 40. Semata buat meningkatkan kesejahteraan awak
bus. Para awak bus akan bekerja dengan bahagia bila kesejahteraan terjamin.
Jaminan kesejahteraan merupakan langkah awal guna menurunkan angka musibah
kecelakaan.
Para pemilik PO, supaya keamanan bus
antarkota mencapai zero accident, seharusnya berubah pada saat
perusahaan mereka tumbuh. Bukan kalang-kabut saat mereka terancam bangkrut
karena gagal memberi jaminan keamanan. Paradigma reproduksi kapital dengan mengabaikan
penumpang mesti diubah menjadi melayani dan menyelamatkan penumpang.
PO maut sudah saatnya menghentikan perilaku
buruknya menjadi lebih visioner. Mengejar keuntungan jangka pendek dengan
menindas buruh dan mengabaikan keselamatan terbukti hanya mendekatkan hari
kiamat. Lingkaran setan harus diubah menjadi lingkaran malaikat keselamatan. PO
mesti memiliki nilai-nilai budaya perusahaan yang muaranya menghargai hidup dan
menyantuni keselamatan. Nilai-nilai ini harus menjadi jiwa pemilik, manajer, staf
administrasi, kru, mekanik, dan kontroler. Jika tidak, kasus-kasus tabrakan
maut bus antarkota bakal selalu terulang. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar