Nestapa Angeline
Endang Suarini ; Pemerhati
Kesehatan Masyarakat
|
KORAN TEMPO, 17 Juni 2015
Angeline adalah salah
satu contoh dari jutaan anak di negeri ini yang hak-hak dasarnya dilanggar.
Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 sudah mengamanatkan
beberapa hak dasar anak, yakni hak hidup, hak perlindungan, dan hak
tumbuh-kembang.
Memilukan, sejak
keluar dari rahim ibu kandungnya (Hamidah), Angeline tidak merasakan ciuman
seorang ayah atau dekapan kasih sayang ibu dan ayah kandungnya.Tak ada air
susu ibu (ASI), yang tak tergantikan fungsinya bagi pertumbuhan anak. Tak ada
lagu nina bobok atau doa yang mengiringi tidur malamnya.
Banyak yang menyebut
adopsi atau pengangkatan Angeline tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Seperti diketahui, ada sekitar 10 regulasi mengenai adopsi anak di negeri
kita. Regulasi itu antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 54/2007 tentang
Pelaksanaan Pengangkatan Anak, Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia
Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, UU Nomor 12/2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dan UU Nomor 23/ 2002 tentang
Perlindungan Anak.
Pemerintah telah
mengatur syarat pengangkatan anak secara jelas dan detail sekali. Misalnya,
calon orang tua asuh juga harus mendapatkan surat keterangan sehat jasmani
dan rohani dari rumah sakit atau klinik yang dirujuk. Kemudian, kartu
identitas (KTP) harus terang terkait dengan proses pernikahan yang tidak
boleh kurang dari 5 tahun. Lalu, apabila sudah punya anak, harus ada persetujuan
izin orang tua kandung.
Juga harus ada proses
home visit-warga negara Indonesia meminta izin ke Dinas Sosial provinsi,
sedangkan warga negara asing meminta izin ke Kementerian Sosial. Setelah
melakukan proses home visit, permohonan akan dirapatkan oleh Tim Pipa
(pertimbangan perizinan pengangkatan anak) yang di dalamnya terdiri atas
Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, dan
Kementerian Hukum dan HAM.
Sesudah memenuhi
prosedur pengangkatan anak, anak juga perlu habitat atau tempat tinggal dan
lingkungan yang sehat. Angeline ternyata justru hidup di lingkungan yang
kotor. Ia sering ke sekolah dengan wajah kuyu dan kotor, bahkan pernah
dimandikan di sekolah. Maklum dia harus memberi makan sekitar 50 ayam
peliharaan ibu angkatnya. Bila tidak memberi makan ayam, ibu angkatnya pasti
marah. Rumahnya pun sering ditutup dan dikunci. Hak dasar Angeline, untuk
mendapat lingkungan yang sehat sehingga bisa bertumbuh dengan wajar, tidak
terpenuhi. Padahal lingkungan yang sehat adalah syarat utama untuk
pertumbuhan anak. Yang paling memilukan dari semuanya, sebelum dibunuh,
pelaku mengaku memperkosa Angeline.
Belajar dari tragedi
Angeline, mari kita jadikan rumah kita ramah dan layak bagi anak, entah itu
untuk anak kandung atau anak angkat. Mari, siapa pun kita, bersinergi
mengupayakan sebuah dunia, yang sehat dan kondusif bagi tumbuh-kembang anak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar