Penguatan
Teknologi dalam Ekonomi
Firmanzah ;
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi
dan Pembangunan
|
KORAN
SINDO, 19 Mei 2014
|
Capaian
ekonomi nasional dalam satu dekade telah mendorong upaya pergeseran orientasi
ekonomi masa depan. Menguatnya fundamental ekonomi dan semakin kokohnya
struktur ekonomi nasional merupakan stimulus untuk mendorong akselerasi
produktivitas nasional. Setelah berhasil memperkuat struktur ekonomi dan daya
beli domestik selama 10 tahun terakhir, ekonomi nasional dihadapkan pada
tantangan lima tahun berikutnya. Yaitu menjadi negara yang lebih berdaya
saing, produktif dan bernilai tambah di setiap aktivitas perekonomian.
Periode lima tahun ke depan (2014-2019) merupakan momentum pembangunan
ekonomi yang ketiga pasca-Reformasi.
Momentum
pertama yakni pada periode 1999-2004, di mana penataan kelembagaan dan
peraturan perundang-undangan dilakukan untuk mewujudkan tata kehidupan
bernegara secara demokratis, good-governancedan lebih partisipatif. Orientasi
kebijakan pembangungan pada periode ini diarahkan melalui rancang bangun
kelembagaan ekonomi dan instrumen regulasi yang mengaturnya.
Momentum
selanjutnya adalah momentum kedua atau periode 2004-2014 yang dijalankan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan dua agenda nasional yaitu
menjalankan produk kelembagaan pasca-Reformasi dan penguatan ekonomi
domestik. Pada periode ini, sejumlah kemajuan signifikan berhasil diwujudkan
khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat terjaga positif,
stabil dan berkesinambungan di tengah krisis ekonomi global yang banyak
menggerus ekonomi negaranegara lain.
Bahkan
pada periode ini, ekonomi nasional menjadi salah satu ekonomi di dunia yang
dipandang berhasil mengelola ekonominya sehingga mampu meminimalkan risiko
global akibat sejumlah krisis ekonomi dunia. Positifnya kinerja ekonomi
nasional di periode ini dipertegas dengan naiknya peringkat investasi
Indonesia ke zona investment grade
oleh S&P, Fitch, Moodys, dan R&I; serta bergabungnya Indonesia dalam
kelompok G-20. Bahkan beberapa waktu lalu, Bank Dunia merilis data yang
menunjukkan ekonomi Indonesia di peringkat 10 dunia berdasarkan gross domestic product purchasing power power parity (GDP-PPP) bersamasamadengan Amerika Serikat, China,
India, Jepang, Jerman, Rusia, Brasil, Prancis, dan Inggris.
Momentum
ketiga yakni periode lima tahun ke depan 2014-2019, momentum di mana
pembangunan dan peningkatan ekonomi nasional masuk ke fase berikutnya yaitu
ekonomi bernilai-tambah (value added
economy). Dalam value added economy
peran teknologi sangatlah penting dan strategis. Sistem ekonomi perlu
memberikan ruang lebih besar bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi
dalam sistem produksi nasional. Tingkat utilisasi dan intensitas teknologi
merupakan penggerak ekonomi-ekonomi modern saat ini.
Teknologi
tidak hanya hadir sebagai pembaharu dalam globalisasi tetapi juga telah
mendorong kemajuan peradaban, efisiensi penggunaan faktor produksi, produktivitas,
dan tentunya berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan. McKinsey pada
Mei 2013 merilis laporan bagaimana teknologi telah mengubah banyak hal dalam
keseharian manusia di dunia saat ini. Dalam laporannya, perkembangan
teknologi telah mengubah hampir seluruh aktivitas manusia di dunia. Tidak
hanya itu, teknologi telah mendorong efek ekonomi yang besar baik bagi
individu, kelompok/perusahaan, komunitas, negara, bahkan dunia.
Difusi
dampaknya pun tersebar hampir di seluruh sektor mulai kesehatan, produksi,
manufaktur, pendidikan, administrasi pemerintahan, dan sebagainya. Kemajuan
teknologi berhubungan linear dengan perkembangan ekonomi dan daya saing suatu
bangsa. McKinsey memberi ilustrasi bagaimana multiplier effect dari kemajuan
teknologi cloud saat ini dapat meningkatkan produkstivitas
perusahaan-perusahaan global saat ini. Atau bagaimana advanced robotic yang mampu mereformulasi biaya tenaga kerja
global di masa mendatang.
Negara
yang memiliki utilisasi dan intensitas teknologi yang tinggi dapat
menghasilkan output ekonomi (dan tentunya daya saing) yang lebih baik
dibanding negara yang tidak/belum mengintegrasikan teknologi. Maka tidak
heran negaranegara yang menempati peringkat atas daya saing global yang
dikeluarkan oleh World Economic Forum
merupakan negara-negara dengan intensitas penggunaan teknologi dan R&D
yang tinggi seperti Finlandia, Swiss, Jerman, Amerika Serikat (AS),Jepang,
Hong Kong, Taiwan, dan lain sebagainya.
Negara-negara
ini dikelompokkan sebagai innovation- driven economies yang tidak lain adalah
ekonomi bernilai tambah tinggi. Bagi Indonesia, sepanjang periode 2009-2014,
pemerintah telah mendorong kebijakan industrialisasi dan hilirisasi yang
diharapkan akan menjadi mesin untuk mendorong produktivitas dan daya saing
nasional. Industrialisasi dan hilirirsasi diaarahkan untuk menghasilkan
barang-barang bernilai tambah yang memiliki keuuunggulan daya saing di
tingkat global. Namun industrialisasi dan hilirisasi bukanlah kebijakan
tunggal yang berdiri sendiri.
Berbasis
pengalaman di negara-negara berbasis teknologi/inovasi, kebijakan
industrialisasi kerapkali diikuti oleh rangkaian kebijakan lainnya sebagai
satu kesatuan. Untuk periode lima tahun berikutnya (2014-2019), Indonesia
setidaknya membutuhkan akselerasi pembangunan industrialisasi dan hilirisasi
melalui beberapa rangkaian kebijakan: diharapkan lebih mengakselerasi dengan
melakukan serangkaian kebijakan: Pertama, optimalisasi lembagalembaga
penelitian seperti LIPI, BATAN, Puspitek Serpong, universitas, lembaga penelitian
dan pengembangan di bawah kementerian dan lembaga untuk lebih terlibat lebih
aktif dalam sistem produksi nasional.
Hal ini
dapat dilakukan melalui sejumlah program kerja sama pemanfaatan hasil riset
dan penelitian baik dengan administrasi pemerintahan, BUMN dan yang
terpenting dunia usaha. Sinergi lembaga penelitian dengan dunia usaha dapat
dilakukan melalui memperbayak konsep science-park di kawasan industri. Kedua,
insentif fiskal dapat menjadi kebijakan untuk memberikan ruang pengembangan dan
pemanfaatan teknologi dalam sistem produksi perusahaan di Indonesia.
Pemberian
keringanan pajak bagi perusahaan yang memiliki porsi alokasi anggaran R&D
dapat menjadi salah satu kebijakan. Ketiga, Kementerian BUMN dapat dijadikan
salah satu motor bagi pengembangan dan pemanfaatan teknologi melalui
penugasan sejumlah persentase anggaran untuk R&D. Selain itu juga,
pemanfaatan dana CSR juga dapat diberikan muatan bagi pendanaan aktivitas
kreatif dan inovatif yang memiliki kandungan teknologi solutif bagi sejumlah
tantangan sosial dan lingkungan hidup.
Keempat,
kerja sama antara Kementerian Riset dan Teknologi dengan kementerian lainnya
seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian UKM dan Koperasi, Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Perdagangan, perlu terus diintensifkan. Menjadikan Kementerian Riset dan
Teknologi untuk meningkatkan pemanfaatan dan pengembangan teknologi bagi
sistem birokrasi, daya saing produk nasional serta produktivitas ekonomi
domestik.
Dan
kelima, penggunaan dan pemanfaatan teknologi hasil putra-putri Indonesia
perlu menjadi gerakan nasional. Melalui hal ini diharapkan dapat lebih mendorong
dan menggairahkan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nasional.
Budaya-berteknologi bagi masyarakat Indonesia perlu dikembangluaskan.
Sehingga masyarakat tidak hanya menjadi pihak yang hanya mengonsumsi
teknologi saja, melainkan juga mampu mengembangkan dan menggunakan teknologi
bagi aktivitas-aktivitasyangproduktif.
Melalui
optimalisasi potensi pengembangan teknologi dan utilisasinya bagi aktivitas
produksi, akan semakin terbuka lebar kesempatan bagi Indonesia untuk dapat
menjadi ekonomi berbasis inovasi atau ekonomi bernilai tambah tinggi sejajar
dengan negara-negara maju lainnya.
Dengan
kelima kebijakan di atas, periode pembangunan lima tahun berikutnya yakni
2014-2019 akan menjadi tonggak baru pembangunan nasional untuk membawa
ekonomi selangkah lebih maju lagi, menuju ekonomi yang lebih kompetitif dan
berdaya saing. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar