Kamis, 22 Mei 2014

Membaca Gairah Rupiah

Membaca Gairah Rupiah

Apressyanti Senthaury  ;   Bekerja di BNI
KORAN JAKARTA,  22 Mei 2014
                                                
                                                                                         
                                                      
Peningkatan keyakinan konsumen Indonesia yang dilaporkan Bank Indonesia (BI) dalam survei konsumen Maret 2014 dibanding bulan sebelumnya (118,2 vs 116,2) dipercaya kian mengokohkan optimisme pasar ke depan. Kontribusi positif itu pun membuka peluang akan membaiknya ekonomi domestik. Apalagi pada akhir Juni ada kenaikan permintaan menyambut puasa. Ini meningkatkan permintaan konsumsi, khususnya rumah tangga.

Besaran penduduk menjadikan daya tarik negara-negara penghasil produk-produk konsumsi. Bagaimana tidak, dengan jumlah penduduk 260 juta jiwa, Indonesia berpotensi menjadi pangsa pasar besar buat Amerika Serikat, China, Korea, dan lainnya. Kemeriahan bulan puasa menjadikan perekonomian domestik begitu marak dihidupkan aneka ragam kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.

Sementara itu, data cadangan devisa akhir April 2014 meningkat 3 miliar dollar AS dari bulan sebelumnya (dari 102,6 miliar dollar AS menjadi 105,6 miliar dollar AS). Kondisi itu memunculkan angin segar perekonomian nasional di tengah beragam persoalan internal yang mendera.

Di satu sisi, kecemasan pasar karena pelemahan rupiah pun berpeluang berkurang yang kini di sekitar 11.400-an per dollar AS. Tambah lagi sinyal kuat semakin stabilnya ekonomi dalam negeri. Begitu pula dengan dukungan kebijakan moneter yang mendorong tetap stabilnya perekonomian domestik. Di sisi lain, suku bunga acuan BI kokoh bertahan di level 7,5 persen berlangsung bersamaan dengan tren penurunan inflasi. Hal itu diprediksi menyokong kepercayaan diri pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan sembari mempersiapkan pesta demokrasi Juli mendatang.

Bahkan, ekspektasi sokongan stabilitas perekonomian menjelang pelaksanaan puncak pesta demokrasi megindikasikan kesuksesan melalui tahapan penting dalam catatan sejarah kenegaraan.

Teradang

Dukungan optimisme situasi ekonomi dalam negeri memberi nilai tambah tersendiri bagi valuta rupiah. Aura positif pun memicu membaiknya pasar domestik pada bulan-bulan mendatang. Walau patut disadari bermacam ancaman mungkin terjadi, baik internal maupun eksternal, termasuk kondisi politik menjelang Pilpres.

Bibit masalah perpolitikan secara nyata mengemuka di tengah penyelesaian hasil pemilu legislatif yang berlarut-larut. Padahal, penyelenggaraan sudah berlangsung pada April 2014. Bahkan, finalisasi hasilnya sempat tampak buram terkait penghitungan suara dan bermacam penyimpangan pelaksanaan pileg.

Pro-kontra pun bermunculan mengenai solusi terbaik yang harus diambil guna memperoleh hasil pemilu legislatif terbaik, adil, dan sesuai undang-undang. Gambaran konflik yang mewarnai puncak pesta demokrasi Juli nanti pun mengental sehingga berpeluang membebani pergerakan rupiah. Yang masih mengkhawatirkan pasar adanya ancaman keberhasilan pemilu presiden.

Mencermati tren pergerakan rupiah, perlu memperhatikan banyak faktor terkait dengannya. Tidak hanya seputar data ekonomi dalam negeri yang dirilis setiap awal bulan, tetapi juga melibatkan kebijakan moneter BI, perkembangan transaksi ekspor impor, serta keluar-masuk dana asing. Seiring perkembangan zaman, sentimen rupiah semakin dipengaruhi banyak faktor.

Yang perlu disyukuri adalah aspek-aspek terkait valuta rupiah tidak serumit mata uang asing dunia lainnya, seperti dollar AS, euro, poundsterling, dan yen. Sebabnya mereka adalah negara maju, sedang Indonesia masih berkembang. Maka, pemerintah tak boleh meremehkan persoalan dari arah mana pun, baik internal maupun eksternal, sebab dampaknya tentu berimbas ke sektor ekonomi dan bidang-bidang penting lainnya.

Untuk saat ini, posisi rupiah memang cukup stabil daripada beberapa waktu lalu (Agustus–Oktober 2013), namun tetap belum bisa dikatakan aman sepenuhnya, lebih-lebih rupiah masih di atas 11.000 per dollar AS. Di samping itu, potensi pelemahan rupiah masih terbuka bersamaan dengan ancaman sentimen negatif lainnya. Begitu pula dengan potensi konflik internal sebagai efek dari penyelenggaraan pesta demokrasi Juli 2014 juga bisa mengancam rupiah.

Parahnya, ekonomi Indonesia juga masih harus bergelut dengan kondisi global yang diselimuti pelambatan. Berlakunya era perdagangan internasional pun tak kalah turut menggempur dengan aneka macam problem eksternal negara asing. Misalnya, kembali pecahnya aksi pertempuran di wilayah timur Ukraina memicu pasar melakukan aksi lindung portofolio.

Rupiah pun bisa ditinggalkan dan sangat mungkin akan jauh menguntungkan posisi dollar AS mengingat kecenderungan pelaku pasar lebih memilih memegang aset-aset safe-haven. Belum lagi dengan ketidakpastian situasi moneter yang tecermin dari kebijakan bank sentral negara-negara besar dunia, dan Amerika Serikat sekalipun.

Kabut gelap problem pasar global pun berpeluang ikut menggiring rupiah kembali terdepresiasi mendekati level 12.000 per dollar AS. Sama halnya dengan kentalnya nuansa ketidakpastian perekonomian dunia di tengah kegalauan bank sentral sekelas Amerika Serikat. Maka, mau tidak mau, dampak negatifnya tentu menyentuh perekonomian domestik. Pengawalan ketat BI, ketangguhan ekonomi domestik, dan komitmen pemerintah masih memunculkan optimisme.

Kekhawatiran akan depresiasi rupiah yang terus-menerus berikut imbas negatifnya pada ekonomi Indonesia sangatlah wajar. Namun, pesimisme tidak boleh menghalau harapan ke depan dan menutup masa depan yang cerah. Memang harus ada perbaikan, dan bila dilakukan bersama, tentu bisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar