Jumat, 23 Mei 2014

Berharap Legislator yang Amanah

Berharap Legislator yang Amanah

Kusnadi Chandrajaya  ;   Alumnus FISIP Universitas Diponegoro,
Tinggal di Semarang
SUARA MERDEKA,  22 Mei 2014

                                                                                                                       
                                                                                         
                                                      
"Kita berharap ke depan lebih banyak legislator beriman kuat sehingga tahan menghadapi berbagai godaan"

HASIL pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi/kabupaten/kota 2014, bakal membalikkan peta kekuatan politik dan wajah lembaga legislatif, baik di tingkat pusat maupun daerah. Selain terjadi perubahan kekuatan politik juga muncul banyak pendatang baru. Di DPR masuk lagi sejumlah selibriti dan mantan menteri. Sementara itu sejumlah tokoh nasional yang kembali mencalonkan diri, banyak yang gagal. Sebagaimana diumumkan KPU berdasarkan hasil rekapitulasi, PDIP meraih kemenangan dengan perolehan suara 18,95% (23.681.471 pemilih) atau naik hampir 5% dari Pileg 2009. Partai yang berkuasa, Demokrat, melorot tajam dari posisi 20,8% ke 10,19% (12.728.913).

Konsekuensinya, di DPR periode mendatang wakil PDIP akan berjumlah 106 dari sebelumnya 94. Adapun Demokrat yang kini meraih 148 kursi, kehilangan 87 kursi. Gerindra yang melejit ke posisi 11,81% (14.760.371 suara) mendapat 73 kursi (dari hanya 26). Kenaikan siginfikan juga dialami PKB yang meraih 9,04% (11.298,957) dan kursi lama 28 pun menjadi 47. Di sejumlah daerah, terutama di Jawa, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota juga akan terjadi perubahan posisi keanggotaan DPRD yang umumnya didominasi PDIP. Partai peserta pemilu lainnya, ada yang turun sedikit tetapi juga ada yang naik sedikit. 

Yang menarik, Golkar termasuk naik sedikit, dari 14,4% ke 14,75% (18.432.312) justru "kehilangan" banyak kursi, semula 106 menjadi 91. Hal itu mungkin karena partai ini mengalami banyak kekalahan di Jawa yang BPP-nya tinggi. Lima partai lain: PAN 49 kursi, PKS 40, PPP39, Hanura 16, dan partai baru, Nasdem, meraih 6,72% (8.402.812 suara) atau 35 kursi. Adapun PBB dan PKPI karena perolehan suaranya tidak mencapai ambang batas (parliamentary threshold) 3,5%, tidak lolos ke DPR.

Perolehan suara partai yang naik cukup tinggi seperti PDIP, PKB dan Gerindra sangat dipengaruhi oleh peranan figur ketika kampanye. PDIPkarena efek pencapresan Jokowi, sedangkan PKB karena memunculkan capres Rhoma Irama dan Mahfud MD. Adapun Gerindra karena figur Prabowo Subianto yang sangat kreatif mempromosikan diri dan partainya sejak lama. Anjloknya suara Demokrat jelas tidak lepas akibat perilaku koruptif para kadernya dan banyak pihak menilai pemerintahan Presiden SBYlima tahun terakhir kurang berhasil.

Halalkan Cara

Kesertaan rakyat dalam ikut mencoblos di TPS yang mencapai lebih dari 75% dapatlah kita terima sebagai fakta menggembirakan. Sayang, Pileg 2014 memunculkan banyak praktik tidak terpuji dari caleg. Persaingan keras antarcaleg satu partai dan berbeda partai, berdampak kemunculan perilaku menghalalkan segala cara, ditandai merajalelanya politik uang, menggelembungkan dan menghilangkan suara, serta berkampanye melanggar aturan. Kondisi ini tambah memprihatinkan dengan terjadinya suara tertukar di 600 TPS. Polisi menerima laporan 202 tindak pidana dan 61 tersangka di antaranya adalah caleg, sedangkan ICWmencatat 313 kasus pidana pemilu.

Ujungnya, gugatan ke Mahkamah Konstitusi pun cukup tinggi mencapai 702 berkas, lebih tinggi ketimbang Pileg 2009 yang "hanya" 672. Persaingan ketat terjadi juga tidak lepas dari motivasi caleg dan jumlah mereka yang cukup banyak, sekitar 200.000 orang, memperebutkan 16.895 kursi DPRD kabupaten/kota, 2.112 DPRD provinsi, 560 DPR, dan 132 anggota DPD.

Mengapa banyak yang berminat? Ada banyak kemungkinan. Pertama; demi mengejar prestise sebagai anggota DPRD (yang terhormat). Kedua; harapan memperoleh penghasilan lumayan dan sangat lumayan jika di tingkat pusat (lebih dari Rp 51 juta/bulan plus berbagai fasilitas untuk periode 2009-2014). Ketiga; investasi meraih peluang jabatan-jabatan lain atau keuntungan lainnya. Keempat; pengabdian atau perjuangan politik. Kelima; sebagai alternatif pekerjaan. Demi mewujudkan ambisi, banyak caleg rela mengeluarkan uang ratusan juta, bahkan miliaran rupiah. Hasil penelitian LPEM UI dan Wakil Ketua DPR Pramono Anung, seorang caleg DPR mengeluarkan dana Rp 1 miliar-Rp 5 miliar.

Bagi yang berhasil mungkin masih bisa berharap balik modal, tetapi yang gagal tentu bisa bermacam-macam dampaknya apalagi kalau uang yang dikeluarkan berasal dari pinjaman. Menyedihkan, seorang caleg gagal dari Pekalongan berniat menjual ginjal guna membayar utang biaya kampanye ratusan juta rupiah. Apa yang bisa diharapkan dari legislator (nanti) khususnya yang berperilaku “tujuan menghalalkan cara” dan telah mengeluarkan banyak uang. Jangan-jangan tidak berbeda jauh dari kebanyakan rekannya periode sebelumnya yang sering membolos, tidak serius mengikuti sidang, tidur atau ber-BBM-ria, prestasi penyelesaian prolegnas/perda rendah, menyalahgunakan jabatan termasuk terjebak korupsi. Formappi mengungkap, 83% anggota DPR 2009- 2014 berkinerja buruk/sangat buruk. Jadi yang baik hanya 17%?

Bercermin dari fakta plus-minus para wakil rakyat periode lalu, kita berharap ke depan lebih banyak legislator memiliki semangat pengabdian tinggi, senantiasa berusaha amanah, jujur dan tidak merlupakan janji kampanye. Juga beriman kuat sehingga tahan menghadapi berbagai godaan, termasuk menyalahgunakan kedudukan untuk korupsi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar