Rabu, 19 Desember 2012

Usut Perampokan Uang Rakyat


Usut Perampokan Uang Rakyat
Khaerudin ;  Wartawan Kompas
KOMPAS, 19 Desember 2012



Sepanjang Januari hingga awal Desember 2012, Komisi Pemberantasan Korupsi menjerat 16 anggota DPR/DPRD yang menjadi pelaku tindak pidana korupsi. Jumlah itu meningkat tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya lima orang. Tahun ini, KPK juga menetapkan seorang jenderal polisi dan menteri aktif sebagai tersangka korupsi. 
Tahun 2012 menjadi tahun pertama pimpinan KPK jilid ketiga bekerja. Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain terpilih sebagai komisioner KPK jilid ketiga pada awal Desember 2011. Keempatnya mendampingi Busyro Muqoddas yang terpilih lebih dahulu pada November 2010. Komposisi baru KPK jilid ketiga dengan ketua Abraham dilantik Presiden pada 16 Desember 2011, tak lama setelah KPK jilid kedua menangkap buronan kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI), Nunun Nurbaeti, di Thailand.
Sejumlah kasus besar menunggu pimpinan KPK jilid ketiga. Tak hanya itu, ketika melakukan uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan KPK di DPR, Abraham sempat berjanji bakal mundur jika tak mampu mengungkap sejumlah kasus besar, seperti skandal dana talangan Bank Century, dalam setahun bekerja.
Sebenarnya, komposisi pimpinan periode ketiga sempat dinilai jauh dari ideal. Bagaimana tidak, DPR enggan memakai rekomendasi penilaian panitia seleksi pimpinan KPK. Sebelum menyerahkan delapan nama calon pimpinan KPK ke DPR, panitia seleksi memang membuat ranking. Ranking pertama sampai delapan versi panitia seleksi saat itu adalah Bambang, Yunus Husein (mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan), Abdullah Hehamahua (penasihat KPK), Handoyo Sudrajat (Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK), Abraham, Adnan, dan Aryanto Sutadi (pensiunan Polri berpangkat inspektur jenderal). Yunus, Abdullah, dan Handoyo, yang menduduki rangking tertinggi, terpental, tak dipilih DPR.
Kecurigaan merebak. DPR sengaja tak memilih komposisi terbaik agar kinerja KPK jilid ketiga jeblok. Kecurigaan ini memang sempat ada benarnya. Terutama jika mencermati tindakan Abraham saat memimpin KPK. Abraham pernah mengumumkan seorang tersangka yang belakangan diketahui tak disertai surat perintah penyidikan (sprindik). Sprindik di KPK harus ditandatangani dan diketahui semua komisioner sebagai bagian dari model kepemimpinan kolektif kolegial. Abraham juga sempat blunder ketika rapat bersama Tim Pengawas Century DPR pada November lalu, sempat menyebut KPK tak bisa memeriksa Wakil Presiden Boediono dalam kasus Century. Padahal, dalam pertemuan tersebut, KPK tengah menyampaikan perkembangan terbaru karena mereka sudah pasti menetapkan tersangka kasus Century, sekaligus menaikkan status penanganan kasusnya dari penyelidikan ke penyidikan.
Belakangan sempat muncul suara sumbang dari mantan penyidik KPK yang kembali ke Polri. Mereka menyebut Abraham tak profesional dalam memimpin. Abraham, dalam suatu kesempatan, kepada Kompas menyatakan sangat yakin dengan apa yang dia perbuat. Dia sangat percaya bantuan Tuhan pasti datang kepada orang-orang seperti dirinya yang berjihad melawan korupsi di negeri ini. Ungkapannya yang sering dikutip media adalah, ”Karena nanti Tuhan yang akan membawa bukti-bukti itu kepada KPK. Biar Tuhan yang bawa buktinya.”
Sejarah Ditorehkan
Namun, lepas dari sejumlah kelemahan pimpinan KPK jilid ketiga, pada periode inilah sejumlah catatan sejarah ditorehkan. Jenderal polisi dan menteri aktif jadi tersangka. Bahkan, jika ukurannya kinerja, periode pertama pimpinan KPK jilid ketiga ini tak mengecewakan.
Tercatat ada 74 perkara tindak pidana korupsi (tipikor) yang tengah diselidiki KPK sepanjang tahun ini. Jumlah perkara yang sedang dalam tahap penyidikan mencapai 44, sementara yang dalam tahap penuntutan 33 perkara. Jumlah perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) ada 24 dan 26 perkara telah dieksekusi. Bandingkan pada tahun sebelumnya. Terdapat 78 perkara yang diselidiki, 39 perkara disidik, 40 perkara masuk ke penuntutan, 34 yang inkracht dan 35 perkara yang dieksekusi.
Di antara perkara yang disidik itu, beberapa di antaranya menyita perhatian publik. Biasanya publik tertarik dengan kasusnya ketika menyeret sejumlah politikus atau pejabat pemerintah terkenal, seperti kasus suap wisma atlet, Hambalang, dan Century. Jika pun bukan pelakunya, publik juga tersita perhatiannya ketika kasusnya sensitif, seperti korupsi pengadaan Al Quran.
Dalam kasus-kasus itu, pelaku bukanlah pemain tunggal. Apalagi jika yang dikorupsi adalah anggaran yang dibahas di DPR. Dalam kasus Hambalang, misalnya, awalnya hanya Deddy Kusdinar yang merupakan pejabat eselon II di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Berikutnya KPK menetapkan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengibaratkan penanganan kasus Hambalang bak menaiki sebuah tangga. Dari anak tangga bawah terus naik ke anak tangga atas. Ada beberapa anak tangga lain karena kasus ini, menurut Bambang, melibatkan banyak pejabat, politisi, dan swasta dalam satu persekongkolan korup merampok uang rakyat triliunan rupiah.
Pekerjaan rumah bagi KPK saat ini mengungkap tuntas kasus-kasus besar tersebut. KPK punya pengalaman mengusut tuntas sebuah kasus korupsi, dari pelaku pinggiran hingga ke aktor utama. Dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran, KPK menyisir kepala daerah yang terbukti korupsi hingga akhirnya mereka menjerat mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno, aktor utama dalam kasus ini.
Hal sama terjadi dalam kasus suap pemilihan DGS BI. KPK awalnya menjerat anggota DPR penerima suap. Berikutnya, mereka yang menjadi perantara suap, seperti Nunun. Yang terakhir, KPK menjerat Miranda Swaray Goeltom, DGS BI terpilih kala itu. Satu-satunya yang belum tuntas dari kasus ini adalah pihak-pihak yang berada di balik Miranda dan berperan utama menjadi penyuap.
Sebagian pekerjaan rumah tersebut sangat bergantung pada kerja-kerja penyelidikan dan penyidikan KPK. Sebagian lainnya bergantung pada putusan pengadilan. Seperti dalam kasus suap di Kemenakertrans, dalam sidang disebutkan awalnya uang diberikan untuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar. Namun, putusan pengadilan tidak menyinggung keterlibatan Muhaimin. KPK masih menunggu kasasi Mahkamah Agung atas kasus ini. ●  

1 komentar: