Negara
Bangkrut, Desa Hilang?
Suryokoco Suryoputro ; Koordinator Aliansi Desa Indonesia
|
REPUBLIKA,
19 Desember 2012
Banyak pihak yang membayangkan
tuntuan Alokasi Dana untuk Desa sebesar 10 persen dari APBN akan membuat APBN
jebol karena terbayangkan akan ada posting anggaran yang membebani negara.
Alokasi 20 persen untuk pendidikan, lima persen untuk layanan kesehatan (UU
kesehatan), belanja pegawai, bayar bunga dan pinjaman luar negeri, juga hal
lainnya adalah alasan penolakan untuk alokasi anggran desa itu.
Coba kita ingat kembali tentang
anggaran 20 persen APBN untuk pendidikan.
Saat pertama digulirkan menjadi permasalahan, tetapi setelah penataan ulang posting anggaran ternyata negara juga mampu untuk itu. Jadi, seperti halnya dana pendidikan, dana desa ini sebenarnya bisa dengan hanya perlu menyatukan program terkait dengan desa dalam pos baru.
Bantuan langsung tunai (BLT), PNPM
Mandiri, Program Insfrastruktur Desa, dan lainlain itu kalau disatukan
menjadi dana desa akan lebih mudah. Jadi, dana desa bukan mengalokasikan dana
baru, melainkan hanya dalam bentuk konsolidasi dana yang berpencar dan tidak
terasa langsung oleh desa. Sangat tidak masuk akal bila tuntutan alokasi
anggaran 10 persen APBN untuk desa dinilai sebuah pikiran sesat yang membuat
APBN jebol. Belum lagi, bila kita lihat dari sisi manfaat belanja barang
modal ini yang dilakukan di desa jelas efek ekonominya akan sangat baik un
tuk desadesa di seluruh Indonesia dan menjadi lebih merata dari sisi pem
bangunan nasional.
Tumbuhnya ekonomi perdesaan karena
alokasi anggaran ke desa akan membuat desa menjadi kutub pertumbuhan (growth poles) ekonomi Indonesia yang
agraris. Apabila kita sepakat Indonesia adalah negara pertanian dan pertanian
adalah ciri dari perdesaan, salah bila berpikir melawan gagasan alokasi
anggaran desa ditetapkan besaran minimal dalam UU Desa yang akan datang.
Dari mana berpikir Indonesia
bangkrut karena perangkat desa menjadi pe gawai negeri sipil (PNS)? Negara
bangkrut karena perilaku korup para politikus dan pemegang kuasa anggaran,
mungkin benar. Dalam diskusi dengan Direktur Evaluasi Pendanaan dan In
formasi Keuangan Daerah Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Depatemen Keuangan
( 22/09/2010 ) terungkap, simulasi prakiraan kebutuhan anggaran sekitar Rp 12
triliun tiap tahun untuk gaji perangkat desa (asumsi 72 ribu desa, tiap desa
tujuh perangkat desa dengan gaji tiap bulan Rp 2 juta ).
Bila menilik dari Belanja Pegawai
dalam APBN 2013 disepakati sebesar Rp 241,1 triliun, kebutuhan untuk belanja
pegawai perangkat desa PNS hanya lima persen dari total belanja pegawai yang
dianggarakan oleh APBN 2013. Atau, subsidi BBM dalam RAPBN 2013 sebesar Rp
193,8 triliun dapat dikurangi untuk belanja pegawai perangkat desa PNS tidak
akan berakibat pada gejolak masyarakat.
Dalam konsepsi reformasi birokrasi
yang diterapkan, salah satu yang akan dilaksanakan adalah "struktur
minimal fungsi maksimal" di tingkat Pusat. Untuk tingkat daerah dan
desa, pas tilah disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi, jangan sertamerta
menghakimi bila perangkat desa diangkat jadi PNS, Indonesia menjadi negara
yang gemuk birokrasi. Yang penting diperhatikan adalah maksimalkan fungsi
aparatur negara di desa dan minimalkan struktur di kecamatan, kabupaten,
provinsi, dan pusat.
Alokasi Dana Desa 10 persen APBN
bukan sia-sia. Perangkat desa PNS bukan dosa, apalagi akan menjadikan negara
bangkrut. Kebangrutan negara karena korupsi, itu sudah terbukti sejak zaman
VOC.
Desa
Kehilangan Adat?
Desa dahulu adalah wilayah yang
merdeka, di mana desa mempunyai hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri
dan kepala desa tidak diatur dalam masa jabatan tertentu. Bahkan, dulu kepala
desa di Jawa sering disebut "bupati cilik" karena otorisasinya yang
besar atas wilayahnya. Kini, semua sudah mulai hilang.
Hilangnya adat istiadat atau
otonomi desa bukan disebabkan oleh pengangkatan perangkat desa menjadi PNS.
Hilangnya sebuah adat-istiadat hanya terjadi karena kehendak bersama dari
masyarakat desa itu sendiri. Keengganan melakukan adat dan tradisi bisa juga
disebabkan oleh kesadaran atas tidak tepatnya tradisi itu dipertahankan atau
hal lain.
Ada anggapan bahwa jika perangkat
desa dijadikan PNS maka adat desa akan semakin hilang. Anggapan itu sulit
dibenarkan, apalagi belakangan ini pemerintah kabupaten/kota atau provinsi
justru sedang giat-giatnya menghidupkan kembali adat tradisi desa, meskipun
terkadang hanya dijadikan agenda wisata. Sepertinya, sama sekali tidak ada
hubungannya antara menjadikan perangkat desa sebagai PNS, kemudian adat desa
akan lenyap.
Desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat ber dasarkan asal-usul dan adat istiadat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan, kelurahan dalam hak mengatur wilayahnya sangat terbatas, salah
satunya tidak lagi dikenal hak asal-usul dan adat istiadat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar