Selasa, 11 Desember 2012

Kasus Ancol dan Iklim Dunia Investasi


Kasus Ancol dan Iklim Dunia Investasi
Aviliani ;  Dosen Perbanas Institute
KOMPAS, 10 Desember 2012


Perkembangan ekonomi nasional secara signifikan telah meningkatkan jumlah kelas menengah. Kelas ini berciri kekuatan daya beli yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi dari sektor konsumsi.
Kekuatan konsumsi tersebut sejalan dengan perbaikan pendapatan masyarakat serta relatif stabilnya inflasi dalam beberapa tahun terakhir. Bank Pembangunan Asia mengalkulasi jumlah kelas menengah di Indonesia lebih dari 80 juta jiwa dan masih terus bertambah. Kelas menengah ini secara umum terpusat di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar.
Peningkatan jumlah kelas menengah berkorelasi positif dengan kebutuhan hiburan. Tidak salah jika bisnis hiburan berkembang pesat bukan hanya di kota besar, melainkan merambah ke daerah. Selain mal dan konser musik, berwisata ke pantai menjadi salah satu tujuan favorit (keluarga), terutama akhir pekan dan musim libur. Sayang, tak sedikit pantai tercemar sampah sisa makanan dan minuman.
Kebersihan dan perawatan pantai semakin memprihatinkan karena tidak ada pihak yang bertanggung jawab. Alasannya karena pantai merupakan ruang publik yang dapat dimanfaatkan oleh siapa saja. Pemandangan sampah berserakan hingga parkir kendaraan yang sembarangan sangat jamak terjadi, terutama di lokasi-lokasi hiburan yang tidak dikelola dengan baik.
Polemik Ruang Publik
Kebutuhan akan hiburan mengharuskan masyarakat mengeluarkan anggaran tambahan karena sulitnya mencari hiburan gratis bahkan untuk ruang publik sekalipun. Kondisi ini memunculkan pertentangan dari masyarakat yang mempersoalkan komersialisasi ruang hiburan publik sehingga memunculkan ketegangan antara pengelola dan masyarakat. Saat ini yang masih hangat adalah gugatan terhadap kewajiban pengunjung Pantai Ancol untuk membayar tiket masuk Rp 15.000 saat berwisata ke pantai yang berlokasi di Jakarta Utara tersebut.
Pengelola pantai menilai tiket masuk cukup wajar karena digunakan untuk biaya perawatan berbagai fasilitas yang ada. Biaya tersebut secara nyata juga memberikan keringanan bagi Pemerintah Provinsi DKI, terutama dalam memelihara kebersihan dan merawat pantai, sekaligus mendapat pembagian dividen setiap tahunnya.
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, sebagai pengelola, menjalankan usaha menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan serta Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan. Struktur kepemilikan saham Pantai Ancol adalah sekitar 72 persen oleh Pemprov DKI Jakarta, 18 persen PT Pembangunan Jaya, dan 10 persen menjadi milik publik.
Secara umum perusahaan yang go public cenderung menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) karena performanya tidak akan luput dari pengamatan publik, terutama para pemilik saham. Jelas dalam regulasi disebutkan bahwa selain memberikan pelayanan kepada masyarakat, suatu perusahaan berhak mencari keuntungan agar perusahaan dapat terus beroperasi.
Memang cukup jamak terlihat pusat-pusat hiburan yang tidak terawat karena minimnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan. Sampah menggunung saat pengunjung meningkat, padahal setiap jarak sudah disediakan tempat-tempat pembuangan sampah.
Dalam berbagai studi disimpulkan bahwa jika terdapat dua jenis ruang publik dengan dua kategori gratis dan tidak gratis, ruang publik yang memiliki kategori tidak gratis cenderung lebih terawat. Untuk kasus pantai, kondisi yang terawat akan berpengaruh besar tidak hanya pada kenyamanan pengunjung, tetapi juga terhadap biota laut.
Beda Pendapat
Dalam posisi yang berbeda, masyarakat menilai penetapan harga masuk membatasi mereka untuk mengakses ruang-ruang publik yang menjadi sarana hiburan. Inilah yang melandasi munculnya gugatan pemanfaatan ruang publik oleh masyarakat.
Namun, kondisi itu bagi perusahaan go public akan berdampak signifikan terhadap kinerja saham perusahaan di bursa. Dampak lanjutannya bisa tergambar dari penurunan dividen yang konsekuensinya adalah mendorong pelepasan saham persero.
Potensi untuk menjadikan Pantai Ancol sebagai wahana free of charge bukan merupakan perkara mudah karena terkait dengan kredibilitas pengelola di hadapan pemilik saham. Keputusan tersebut seyogianya dibahas dalam rapat umum pemegang saham luar biasa sehingga hasilnya memiliki kekuatan yang mengikat. Jika tidak demikian, potensi gugatan dari investor tidak dapat dihindari dan cenderung memancing munculnya masalah baru.
Meskipun porsi saham milik publik relatif kecil (10 persen), keputusan itu akan menyulut perubahan fundamental bagi pemegang saham. Bukan hanya itu, konflik yang terjadi bukan saja menghadapkan pengelola dengan masyarakat, melainkan menyeret Pemprov DKI sebagai salah satu pemegang saham mayoritas. Oleh karena itu, penanganannya harus dilakukan secara lebih bijaksana tanpa muatan politis yang berlebihan.
Perbaikan Iklim Investasi
Meski struktur ekonomi Indonesia, baik secara nasional maupun secara regional, ditopang oleh sektor konsumsi (rata-rata di atas 50 persen), peranan sektor investasi sangat dibutuhkan. Investasi berguna untuk mendapatkan nilai tambah dari berbagai aktivitas perekonomian. Kebutuhan akan sektor investasi itu semakin mendesak sejalan dengan penurunan kinerja ekspor karena belum membaiknya kinerja ekonomi dunia dan tingginya angka pengangguran.
Upaya meningkatkan iklim investasi harus diikuti dengan perbaikan dan konsistensi berbagai kebijakan pemerintah. Gambaran kasus Pantai Ancol sebetulnya bukan hanya terfokus pada gratis atau tidaknya pengunjung.
Masalah yang harus diperhatikan ialah kepastian hukum dan usaha di Indonesia sebagai salah satu indikator penting bagi investor, baik dari dalam maupun luar negeri, untuk berinvestasi di Indonesia. Karena satu kasus pun bisa diikuti oleh yang lain, yang pada akhirnya dapat memengaruhi calon investor.
Dalam publikasi World Economic Forum (WEF), variabel ini menjadi salah satu hal penting yang menjadi penentu daya saing Indonesia. Jika kepastian hukum ataupun usaha tidak terjamin, investasi akan menurun dan lebih memilih negara lain. Muaranya akan menurunkan lapangan kerja dan meningkatkan angka pengangguran.
Sebagai salah satu provinsi utama di Indonesia dan menjadi entry point bagi investor, DKI Jakarta akan menjadi titik awal penilaian bagi calon penanam modal. Nilai strategis Ibu Kota negara ini yang menjadi salah satu target investor karena menjadi pusat pemerintahan, politik, dan bisnis. DKI Jakarta juga memiliki sumber daya manusia yang baik, kekuatan daya beli, dan menjadi pusat bisnis utama di Indonesia sehingga dapat menjadi contoh bagi daerah lain. ●

2 komentar:

  1. Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
    pinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
    bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
    saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
    menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
    yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
    belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
    smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
    keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
    harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
    pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
    telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan
    usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
    diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
    hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
    francasmithloancompany@gmail.com)

    BalasHapus
  2. Masa depan pengembangan uang khususnya fintech p2p lending sangat menarik memang untuk disimak. terus kalo di indonesia apakah bisnis model p2p lending dapat bertahan? atau memang bisa menjadi bisnis yang disruptif?
    Masa depan peer to peer lending

    BalasHapus