Rabu, 05 Desember 2012

Generation Gap 3


Generation Gap 3
Rhenald Kasali ;  Ketua Program MM UI
JAWA POS, 04 Desember 2012


BEBERAPA hari lalu, saya membaca tulisan Dahlan Iskan yang berjudul Ada Brigade 200K di Pertamina (Jawa Pos, 25 November 2012). Yang menarik perhatian saya, untuk menaikkan produksi minyak 200.000 barel per hari dalam waktu 2 tahun, Pertamina menurunkan generasi mudanya.

Dahlan menulis: ''Brigade ini sepenuhnya terdiri atas anak muda Pertamina yang umurnya paling tinggi 29 tahun! Bahkan, di antaranya ada yang umurnya 25 tahun.'' Generasi baru itulah yang diberi tanggung jawab terhadap kenaikan produksi minyak Pertamina. Selain mereka, ada Brigade 100K yang juga terdiri atas kaum muda yang diberi tanggung jawab lahirnya energi terbarukan (geotermal) sebesar equivalent 100.000 barel setiap hari. 

Mengapa tanggung jawab itu diberikan kepada kaum muda? Apakah mereka sudah cukup mampu? Sebaliknya, ke mana para senior mereka?

Brigade 100K maupun Brigade 200K adalah generasi baru Indonesia yang baru lahir pasca 1980-an. Berbeda dari Anda pembaca, rata-rata mereka lahir dengan menggenggam mouse di tangan kanannya. Adik-adiknya bahkan lahir dengan gadget ''touch screen'' dengan ''keypad buta, tanpa tulisan''. Mereka bisa mengirim pesan (text) SMS tanpa menoleh pada keypad itu karena jari-jarinya sudah diprogram ibunda masing-masing saat mereka masih dalam kandungan.

Tua-Bermasalah 

Di berbagai kesempatan, saya sering terkecoh menghadapi para manajer yang saya pikir lebih tua dari saya. Setelah saya menganggut-anggut, belakangan baru saya tahu, makin banyak orang yang wajahnya boros. Ya, maaf, wajahnya lebih tua daripada umurnya. 

Sudah begitu, mereka mengaku menyimpan segudang masalah, mulai kekhawatiran terhadap kinerja (KPI) hingga masa depan anak-anaknya. Anak-anakku, ketahuilah, orang tua kalian menghadapi segudang masalah. Bukan hanya kompetisi, melainkan juga kecepatan kalian mengadopsi teknologi. 

Di setiap organisasi disfungsional, hampir pasti masalah banyak bertumpuk pada generasi setengah tua yang stuck di layer ke-3. CEO atau direksi umumnya punya dorongan kerja yang lumayan kuat. Eselon I juga relatif banyak yang baik. 

Nah, mereka yang terlihat lebih tua dari umurnya itu kebanyakan ada di layer ke-3. Merasa mampu duduk di layer ke-2 atau pertama, tapi atasan dan bawahannya berkata lain. Selain menggerutu, banyak yang makin sensitif dan temperamental. Padahal, untuk berprestasi, mereka butuh kaum muda.

Saya tentu sangat bertanya-tanya, mengapa Karen Agustiawan dan Dahlan Iskan menyerahkan kepercayaan untuk mempercepat kenaikan produksi kepada para generasi C itu. Saya tentu cukup paham apa yang terjadi. Tetapi, apa pun, ini adalah cerminan respons dari adanya generation gap.

Minggu lalu, saya juga bertemu CEO Pelindo 2 (Tanjung Priok), R.J. Lino. Dalam sebuah forum, putra Rote itu bercerita bagaimana dirinya menangani generasi tua yang ''menguasai organisasi''. ''Saya mengirim mereka ke luar negeri untuk sekolah lagi,'' ujarnya. 

Ya, satu generasi yang mungkin dapat saja dianggap ''feodal'' oleh generasi di bawahnya dibukakan jendela untuk tinggal 1-2 tahun di negeri yang pelabuhannya ramai dan modern.

''Selesai, bukan?'' ujarnya. 

Ya, satu masalah lumayan diatasi. Selain memberikan ruang bagi generasi yang lebih muda untuk naik ke atas tanpa diganggu, generasi yang di atasnya diberi kesempatan belajar. Toh, begitu kembali, masa kerjanya tidak panjang lagi. Ya paling lama mungkin hanya 5 tahun. Tetapi, mereka tidak mengganggu lagi. Mereka yang punya pengalaman belajar di luar negeri sudah punya wawasan yang lebih baik, lebih pede.

Jembatani 

Akhirnya, tulisan ini saya tutup dengan sebuah pesan bahwa alih generasi saat ini bukanlah soal alamiah lagi. ''Gap antara yang tua dan yang muda'' jelas, riil, tegas, dan kalau diabaikan akan cukup mengganggu. Berbeda lembaga, tentu saja berbeda kultur dan climate-nya.

Tetapi, yang jelas, ini bukan soal sederhana. Para CEO harus berpikir keras bagaimana menangani gap itu. Bisa jadi, kesulitan transformasi bermula dari soal ini. Yaitu, kosongnya kepemimpinan yang menjembatani generasi tua dengan generasi muda, bahkan ruwetnya masalah di layer ketiga yang diduduki generasi lama yang menyimpan segudang persoalan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar