Siapa
Penguasa di Negeri Ini?
James Luhulima ; Wartawan KOMPAS
SUMBER : KOMPAS, 09
Juni 2012
Pertanyaan di atas menjadi sangat relevan
untuk diajukan, terutama setelah melihat bagaimana berbagai persoalan yang
terjadi di negeri ini ditangani. Beragam persoalan yang muncul ke permukaan
seakan-akan dibiarkan mengambang dan semua persoalan itu diharapkan akan
selesai dengan sendirinya.
Penanganan rencana konser Lady Gaga di negeri
ini secara gamblang menunjukkan hal itu. Penolakan terhadap penyelenggaraan
konser Lady Gaga di Jakarta yang disuarakan oleh sejumlah organisasi
kemasyarakatan (ormas) Islam dibiarkan berlarut-larut sehingga memunculkan
kontroversi di masyarakat.
Seharusnya penolakan itu langsung direspons
dengan tegas oleh aparat yang berwenang, misalnya dengan menolak atau menerima
penolakan itu atau coba mengupayakan kompromi di antara pihak-pihak yang pro
dan kontra agar konser bisa tetap diselenggarakan.
Namun, itu tak terjadi. Aparat kepolisian,
dalam hal ini Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya),
yang wilayahnya menjadi lokasi konser Lady Gaga, hanya menyatakan, selaku
penanggung jawab wilayah, Polda Metro Jaya tidak akan memberikan rekomendasi
untuk konser itu.
Sebagai alasan disebutkan, pertimbangan Polda
Metro Jaya tak memberikan rekomendasi berawal dari adanya surat dari
ormas-ormas Islam kepada Presiden agar konser Lady Gaga dibatalkan karena dapat
merusak umat. Surat itu kemudian diteruskan Sekretariat Negara (Setneg) kepada
Polda Metro Jaya. Setneg meminta Polda Metro Jaya mempertimbangkan kebijakan
agar suasana Jakarta sebagai ibu kota negara tetap kondusif.
Oleh karena Polda Metro Jaya tidak memberikan
rekomendasi, Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) pun tidak memberikan
izin. Namun, karena Mabes Polri tidak secara tegas melarang, panitia
penyelenggara berupaya untuk menawar dengan menyatakan, Lady Gaga siap tampil
tidak terlalu vulgar dalam konsernya di Jakarta.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan
Keamanan (Menko Polhukam) kemudian meminta Kepala Polri untuk mengakomodasi dan
berkomunikasi dengan dua pihak yang berbeda pendapat. Pertimbangannya, kompromi
dapat dilakukan pada segi kostum, koreografi, tempat, serta gerak penari latar
ataupun Lady Gaga. Dengan demikian, konsernya bisa jalan dan aspirasi yang
mengkhawatirkan penampilannya juga diwadahi.
Sebagai reaksi atas sikap Menko Polhukam,
Polda Metro Jaya menyatakan siap mengamankan konser Lady Gaga jika Mabes Polri
mengizinkan penyelenggaraan konser itu. Pada saat soal izin konser itu masih
menggantung, tiba-tiba pihak Lady Gaga membatalkan konser di Indonesia karena
tidak adanya jaminan keamanan. Polda Metro Jaya membantah tidak mampu menjaga
keamanan seandainya konser digelar. Namun, siapa yang peduli, kenyataannya
konser Lady Gaga telah dibatalkan….
Minim Pelaksanaan
Kasus Lady Gaga hanya salah satu contoh
betapa sering kehadiran penguasa di negeri ini seperti tidak ada. Penguasa
tertinggi tentunya Presiden. Namun, jika Presiden tidak aktif dalam memainkan
peran, tentunya sudah ditentukan siapa yang harus mewakilinya.
Jika melihat aturan main, seharusnya
hierarkinya jelas. Namun, karena pejabat-pejabat di urutan hierarki itu segan
untuk mengambil keputusan, maka seakan-akan tidak ada penguasa di negeri ini.
Berbagai keputusan diambil, tetapi pelaksanaannya minim karena tidak ada yang
mau mengambil alih tanggung jawab.
Seandainya Menko Polhukam pada saat itu
mengambil alih tanggung jawab, dan menjadikan dirinya sebagai penguasa, mungkin
kasus Lady Gaga bisa diselesaikan secara elegan. Dengan kehadiran Menko
Polhukam sebagai penguasa, tanggung jawab yang ada pada Mabes Polri dan Polda
Metro Jaya diambil alih ke tingkat yang lebih tinggi sehingga Mabes Polri dan
Polda Metro Jaya hanya menjadi pelaksana, bukan penanggung jawab. Sayangnya,
bukan itu yang terjadi.
Hal yang sama berlangsung di sejumlah
kementerian dan institusi pemerintah lain sehingga negara ini seperti pesawat
yang berjalan tanpa pilot. Bongkar pasang kabinet dilakukan, tetapi hasilnya
tak terasa. Tidak ada gebrakan besar yang dilakukan oleh penguasa.
Dalam upaya mengurangi jumlah dana yang
digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM), belum ada langkah maju yang
dilakukan. Pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan lima
kebijakan pemerintah untuk menghemat penggunaan BBM bersubsidi, tetapi tidak
ada yang langsung berkait dengan pengurangan dana yang digunakan untuk subsidi.
Mengharuskan kendaraan pemerintah untuk
menggunakan BBM nonsubsidi tidak banyak gunanya, mengingat pemerintah akan
memerlukan tambahan anggaran untuk membeli BBM nonsubsidi.
Penembakan di Papua masih terjadi. Demikian
juga di Aceh. Beberapa kali Presiden meminta untuk mencari dan menangkap
pelakunya. Namun, permintaan itu hilang dibawa angin lalu. Peredaran narkotika
dan obat-obatan berbahaya (narkoba) masih marak. Penangkapan-penangkapan memang
dilakukan oleh kepolisian, tetapi peredaran narkoba tidak memperlihatkan
kecenderungan berkurang.
Waktu bagi pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono masih sekitar dua tahun lagi, masih cukup banyak waktu yang
dapat digunakan untuk melakukan berbagai hal penting yang dapat dikenang lama
oleh rakyat Indonesia sebagai legacy
Presiden. Dalam kaitan itulah penting adanya penguasa, sesuai dengan hierarkinya,
yang membuat keputusan yang telah diambil dapat dilaksanakan secara efektif di
lapangan. Kita tunggu.… ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar