Minggu, 24 Juni 2012

SBY Bernyanyi


SBY Bernyanyi
L Wilardjo ;   Guru Besar Fisika UK Satya Wacana
Sumber :  KOMPAS, 23 Juni 2012


Dalam judul artikel ini, yang saya maksudkan dengan inisial ”SBY” ialah Jenderal TNI (Purn) Dr H Susilo Bambang Yudhoyono, presiden kita saat ini.

Bagi rakyat Indonesia, SBY sudah merupakan semacam paraban kesayangan (affectionate nickname), sama seperti JFK (John Fitzgerald Kennedy) dan LBY (Lyndon Baines Johnson) bagi orang Amerika. SBY memang suka menyanyi, tetapi ”Bernyanyi” dalam judul di atas mengacu khusus ke bernyanyinya SBY bersama banyak orang dalam rangkaian acara hash-house-harriers di Borobudur baru-baru ini.

Acara bernyanyi bersama itu ditayangkan di televisi. Sebelum mereka mulai bernyanyi, penyiar mengatakan bahwa lagu yang akan dinyanyikan itu diciptakan SBY secara spontan, hanya dalam beberapa menit. Namun, begitu mereka mulai bernyanyi dan sebelum nyanyian itu selesai, saya mengenali nyanyian itu sebagai lagu yang kami nyanyikan sewaktu kami masih kanak-kanak.

Lirik lagu itu di sana-sini diubah oleh SBY. Dulu kami menyanyikannya begini: //Gembira 2x siapa tak mau gembira–a–a/Gembira 3x itu merdeka/Siapa 3x mau bersusah?/Susah itu hanyalah/Bagi kaum terjajah/Merdeka/Gembiralah!//

Anak-anak muda masa kini barangkali tidak tahu lagu ”jadul” itu. Namun, Prof Bambang Hidayat (astronom, ITB/AIPI) bukan hanya masih ingat lagu dan syairnya. Ia ingat pernah menyanyikan lagu itu di acara kepanduan (kepramukaan) di Salatiga, tahun 1947. ”Kakak” yang memimpin kegiatan kepanduan itu Pak Abusono.

Jiplakan?

Apakah lagu yang dinyanyikan bersama oleh SBY dan kerumunannya itu jiplakan? Ah, ada-ada saja; masak, Presiden menjiplak?!

Namun, kita tahu bahwa Menteri Pertahanan Jerman yang ”anak emas”-nya Kanzlerin Angela Merkel ternyata disertasinya jiplakan. Disertasi Presiden Hongaria juga terbukti jiplakan dari karya ilmuwan Perancis. Ibu Negara Romania, istri diktator Caescescu yang kemudian ditembak mati oleh pengadilan rakyat, bahkan mengupah selusin penulis siluman (ghost writers). Tugas mereka ialah membikinkan makalah-makalah untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah dengan nama sang Ibu Negara sebagai penulisnya.

Kalau SBY sendiri mendaku (mengklaim) lagu itu sebagai ciptaannya atau menyatakan (secara lisan atau tertulis) bahwa pernyataan penyiar/reporter di Borobudur itu benar, ya, itu jiplakan. Bukan hanya plagiasi, tetapi juga modifikasi. Ini menurut Dr Henry Sulistyo Budi, pakar TRIPP (trade-related intellectual property rights protection) dan doktor dalam hukum hak kekayaan intelektual (HKI). Jumat, 1 Juni 2012, Henry Sulistyo Budi berseminar tentang plagiarisme ditinjau dari segi hukum dan etika di UK Satya Wacana Salatiga.

Einstein dan Schumann

Dalam seminar itu saya bertanya (secara retoris), apakah memakai karya orang lain yang sudah jadi pengetahuan umum tanpa menyebutkan sumbernya plagiarisme? Misalnya, memakai E>mc2 tanpa mengacu ke artikel ”Zur Elektrodynamik Bewegter Koerper” (Tentang Elektrodinamika-nya Benda-benda yang Bergerak) yang diterbitkan Einstein di Annalen der Physik volume 17 tahun 1905? Kata Henry Sulistyo Budi, kalau yang seperti itu, sih, bukan penjiplakan.

Die beiden Grenadiere” ialah satu di antara sekian banyak Lieder ciptaan Robert Schumann. Das Lied ialah lagu Jerman klasik yang indah. ”Die beiden Grenadiere” berkisah secara jenaka, tetapi sekaligus juga ”trenyuh” (poignant) tentang dua prajurit Perancis. Satu di antaranya bahkan pahlawan yang disemati bintang tanda jasa. Kembali ke Perancis, setelah dilepas dari penjara di Rusia, mereka letih-payah, baik fisik maupun mental, sebab Perancis sudah kalah perang.

Seorang dari mereka tahu bahwa ia akan segera mati. Namun, dari lubuk hatinya timbul semangat patriotisme. Untuk melukiskan patriotisme dalam kepasrahan itu, Schumann mengambil penggalan lagu kebangsaan Perancis, ”La Marseillaise”. Penggalan itu mirip dengan lagu cinta tanah air, ”Dari Barat sampai ke Timur”. Pada hemat saya, Schumann bukan penjiplak sebab ”semua orang” sudah tahu, sedikit nukilan itu berasal dari ciptaan Claude Joseph Rouget de Lisle. Halnya sama dengan kita semua, yang tahu ”Indonesia Raya” ciptaan Wage Rudolf Soepratman.

Jadi, bagaimana dengan acara bernyanyi bersama di hash-house-harriers Borobudur itu? Apakah SBY menjiplak? Jawabannya secara bersyarat sudah saya berikan. Saya sendiri menduga bahwa tak ada niat SBY untuk mendaku lagu itu sebagai ciptaannya. SBY berasumsi bahwa orang sudah tahu bahwa lagu itu lagu perjuangan jadul. Ucapan penyiarnya saja yang menyesatkan.

Tentu akan menjadi lebih baik seandainya SBY meluruskan pengumuman penyiar yang keliru itu. Namun, mungkin SBY tak menangkap dengan jelas suara penyiar itu sebab suasananya, kan, ramai. Atau kekeliruan kecil itu dianggap SBY tidak penting. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar