Sabtu, 02 Juni 2012

Pilpres “Bunuh Diri” Mesir

Pilpres “Bunuh Diri” Mesir
Hasibullah Satrawi ; Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir; Pengamat Politik Timur Tengah pada Moderate Muslim Society (MMS) Jakarta
SUMBER :  KOMPAS, 2 Juni 2012


Memilih antara Ahmed Shafik dan Mohammed Mursi sama dengan memilih bunuh diri dengan membakar diri sendiri atau menyerahkan diri dimakan ikan hiu.
Demikian pernyataan salah sa- tu tokoh revolusi Mesir, 25 Januari 2011, Adil Abdul Ghafar, sebagaimana dilansir situs Al-Jazeeranet pada 26 Mei lalu. Secara umum ini sangat mewakili perasaan dilematis orang Mesir terkait hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) Mesir pertama pascarevolusi, 23 dan 24 Mei lalu.

Hasil resmi yang disampaikan Komisi Pemilihan Umum setempat pada 28 Mei lalu: Mohammed Mursi dan Ahmed Shafik adalah dua pemenang teratas dari 15 calon presiden yang berkompetisi pada Pilpres Mesir putaran pertama, masing-masing mendapat 5.764.952 dan 5.505.327 suara, Ash-Sharq Al-Awsat (29/5).

Dengan demikian, dipastikan Mohammed Mursi dan Ahmed Shafik maju ke putaran kedua pada 16-17 Juni nanti. Soalnya, tak satu pun calon presiden yang berhasil meraih suara 50 persen sebagai syarat memenangi Pilpres Mesir dalam satu putaran.

Islamis vs Loyalis

Pilpres Mesir putaran kedua akan menjadi pertarungan paling sengit antara kelompok Islamis dan loyalis Mubarak. Kedua pihak mempunyai ”sejarah perang” yang cukup panjang terkait aksi represif Mubarak dan aksi radikal kelompok Islamis. Di sisi lain hampir dipastikan Pilpres Mesir putaran kedua akan jadi momentum politik yang menyeret semua kelompok dan kekuatan politik yang ada ke kutub Islamisme dan loyalis Mubarak.

Telah dimaklumi bahwa Mohammed Mursi merupakan calon presiden dari Ikhwan Muslimin melalui sayap politiknya, Partai Kebebasan dan Keadilan (Hizbu Al-Hurriyah wa Al-’Adalah). Sementara Ahmed Shafik dari jalur independen. Latar militer dan ja- batan politiknya membuatnya digadang-gadang sebagai loyalis Mubarak. Jabatan terakhirnya adalah perdana menteri terakhir sebelum Mubarak digulingkan.

Dalam peta politik seperti di atas, kelompok Islamis lain di lu- ar Ikhwan Muslimin hampir dipastikan merapat dan mendukung Mohammed Mursi, khususnya kelompok Salafy yang saat ini partai terbesar kedua di Mesir setelah Partai Kebebasan dan Keadilan. Bahkan, tokoh-tokoh Salafy terang-terangan mendukung Mohammed Mursi dengan mengatakan, ”mendukung Mohammed Mursi sama dengan mendukung revolusi, sedangkan mendukung Ahmed Shafik sama dengan mendukung loyalis Mubarak yang kontrarevolusi.”

Adapun Ahmed Shafik hampir dipastikan didukung kelompok militer, termasuk Dewan Agung Militer yang saat ini mengambil alih pemerintahan Mesir pascakejatuhan Mubarak. Dukungan itu ada yang terbuka, ada yang sembunyi-sembunyi. Begitu pula kelompok birokrat, khususnya pendukung setia Mubarak.

Persis seperti disampaikan Adil Abdul Ghafar, Pilpres Mesir putaran kedua menjadi dilema sangat berat bagi kelompok nasionalis-liberal, termasuk di dalamnya pemuda pendukung revolusi. Secara ideologis dan gaya hidup, hampir mustahil mereka memilih Mohammed Mursi yang didukung Ikhwan Muslimin dan kelompok Islamis lain. Ideologi mereka nasionalis dan gaya hidup mereka kebarat-baratan, bertentangan dengan gaya hidup kelompok Islamis dalam cara berpakaian dan pergaulan.

Kelompok Islamis saat ini menguasai Parlemen Mesir hampir mutlak (70 persen). Bila kelompok nasionalis-liberal memilih Mohammed Mursi, makin bulat kekuasaan kelompok Islamis di negeri piramida itu. Sebuah kekuatan yang lebih dari cukup untuk mengatur kembali pola hidup dan pergaulan masyarakat Mesir sesuai dengan nilai, falsafah, dan ideologi yang diyakini kelompok Islamis. Itulah kurang lebih yang dimaksud Adil Abdul Ghafar dengan ”bunuh diri dengan menyerahkan diri dimakan ikan hiu”.

Meski demikian, hampir mustahil (juga) bagi kelompok nasi- onalis-liberal memilih Ahmed Shafik yang jadi bagian dari rezim yang telah mereka tumbangkan secara berdarah-darah. Apa yang harus mereka katakan kepada masyarakat Mesir secara umum yang telah membuat kehidupan mereka porak poranda sampai sekarang? Itulah kurang lebih yang dimaksud Adil Abdul Ghafar dengan ”bunuh diri dengan membakar diri sendiri”.

Secara pragmatis kelompok nasionalis-liberal bisa saja menyelamatkan diri dari ancaman ”bunuh diri” dengan cara golput. Namun, pilihan pragmatis ini tak akan mampu menghentikan laju bahtera demokrasi yang sudah hampir di tujuan ini. Bila semua ini terjadi, kelompok nasionalis- liberal, khususnya para penggerak revolusi, berarti telah memi- lih menyelamatkan diri masing- masing sembari membiarkan orang Mesir secara umum mati di hadapan senjata atau pedang.

Nalar Reformis

 Orang Mesir secara umum boleh dibilang sangat membutuhkan apa yang disebut Muhammad Abduh, bapak reformis Arab-Islam modern, sebagai nalar reformis. Nalar reformis meniscayakan adanya konsistensi sikap melampaui semua ”yang sudah terjadi” untuk menciptakan hal ”yang akan terjadi” lebih baik, seburuk apa pun yang sedang atau yang sudah terjadi. Nalar reformis adalah antitesis dari nalar fatalis seperti tecermin dari pernyataan Abdul Ghafar tadi.

Dalam nalar reformis, tak terlalu penting membahas siapa yang akan menang dalam Pilpres Mesir putaran kedua mendatang. Yang jauh lebih penting adalah melanjutkan proses yang sedang berlangsung dan memastikan tuntutan reformasi yang telah disampaikan masyarakat terakomodasi dalam perjalanan pemerintahan ke depan.

Pada hemat saya, nalar inilah yang akan tetap digunakan masyarakat Mesir secara umum dalam menyongsong pilpres putaran kedua. Apalagi, orang Mesir saat ini sedang dimabuk kepayang oleh kebebasan dan memilih pemimpin secara langsung yang baru kali ini terjadi.

Bila ini yang terjadi, pemenang Pilpres Mesir mendatang akan sangat ditentukan oleh kelompok moderat yang sangat mengakar, seperti Al-Azhar. Bukan oleh kelompok Islamis, kelompok loyalis Mubarak, ataupun kelompok revolusi. Orang Mesir selama ini dikenal moderat dengan ciri: terbuka, majemuk, dan menghormati kebebasan. ●

1 komentar:

  1. Siapa sih nasionalis-liberal? kayak apa aja penggambaran di blog ini.. padahal yang menginginkan revolusi bukan hanya dari nasionalis-liberal, tetapi hampir seluruh rakyat Mesir. Jumlah nasionalis-liberal adalah sangat sedikit, tetapi ditampilkan seperti mewakili rakyat Mesir.. wow..wow..wow..

    BalasHapus