Jumat, 22 Juni 2012

Penembakan Misterius di Papua


Penembakan Misterius di Papua
Poengky Indarti ;  Direktur Eksekutif Imparsial
Sumber :  KOMPAS, 22 Juni 2012


Penembakan misterius yang dilakukan ”orang tak dikenal” kembali terjadi di Papua, akhir Mei 2012. Sebelumnya terjadi 15 penembakan terhadap masyarakat sipil di Papua, yakni di Puncak Jaya dan area tambang PT Freeport Indonesia.

Kali ini sasarannya turis Jerman, Dietmar Pieper, yang sedang bersantai di Pantai Base G, Jayapura. Entah kebetulan atau disengaja, penembakan terhadap Pieper seolah ”jawaban” terhadap review beberapa negara kepada Pemerintah Indonesia atas kekerasan yang sering terjadi di Papua. Jerman, negara asal Pieper, dalam forum Kelompok Kerja PBB untuk Universal Periodic Review, mendesak Indonesia agar menghormati hak berekspresi dan membebaskan Filep Karma beserta tahanan-tahanan politik lain di Papua.

Pascaaksi unjuk rasa mahasiswa yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menuntut Papua merdeka, 1 Juni 2012, pada 4 Juni 2012 dimulai aksi penembakan misterius pada malam hari oleh orang tak dikenal di Jayapura. Seorang pelajar, Gilbert Febrian Madika, terluka, diikuti penembakan-penembakan misterius terhadap lima orang pada hari berikutnya: melukai Iqbal Rivai, Hardi Jayanto, dan Frengky, serta menewaskan Arwan dan Tri.

Kembali terulangnya kekerasan di Papua menimbulkan kritik tajam dari berbagai pihak terhadap kebijakan keamanan di Papua. Masyarakat di Papua pun hidup dalam situasi serba ketakutan.

Menyikapi kritik tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyelenggarakan rapat kabinet, menginstruksikan penegakan hukum terhadap kelompok yang dituduh pemerintah sebagai separatis. Tak berapa lama, aparat kepolisian di Jayapura menangkap tiga pentolan KNPB (Buchtar Tabuni, Riber Weya, dan Hengky Olaua) atas tuduhan melakukan kekerasan, termasuk penembakan yang terjadi pada Juni 2012 dan menembak mati Mako Tabuni—Wakil Ketua KNPB—atas tuduhan melawan petugas saat penangkapan.

Benarkah aktivis-aktivis KNPB bertanggung jawab atas penembakan misterius yang terjadi di Papua? Jangan sampai kasus meninggalnya Kelly Kwalik di Timika terulang. Kelly Kwalik, pimpinan OPM di Timika, meninggal 16 Desember 2009 akibat tembakan aparat kepolisian yang menyergapnya.

Kwalik dituduh sebagai pelaku penembakan misterius yang terjadi di area PT Freeport Indonesia. Ironisnya, setelah kematian Kwalik, penembakan misterius di sana masih sering terjadi dan lagi-lagi aparat kepolisian gagal menangkap siapa pelaku penembakan yang sesungguhnya.

Dialog Jakarta-Papua

Drama kekerasan di Papua dan penyelesaiannya yang juga menggunakan kekerasan makin menambah luka hati rakyat Papua. Selama bergabung dengan Indonesia, sejak 1963, wajah Indonesia yang hadir di Papua identik dengan perilaku militeristik dari aparat keamanan dan birokrat. Demikian pula kebijakan Indonesia yang hadir di Papua adalah kebijakan yang bersifat top-down dan mengabaikan suara-suara masyarakat. Tak heran jika kebijakan otonomi khusus (otsus) dan percepatan pembangunan di Papua hanya dianggap sepi masyarakat karena bukan merupakan suara masyarakat.

Rakyat Papua kembali bersemangat dan menyambut dengan penuh harap ketika pada 9 November 2011 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bersedia berdialog dengan rakyat Papua secara terbuka. Terlebih ketika seusai berjumpa dengan pimpinan gereja-gereja Papua di Jakarta pada Desember 2011 dan Februari 2012, Presiden Yudhoyono menyatakan menugaskan kepada Wakil Presiden Boediono untuk mempersiapkan tim guna berdialog dengan rakyat Papua.

Meski sempat kecewa dengan reaksi Presiden Yudhoyono pada 12 Juni lalu yang menyatakan bahwa konflik di Papua adalah konflik skala kecil, tetapi harapan bahwa SBY akan memenuhi janjinya untuk berdialog dengan rakyat Papua masih tetap ada.

Dialog adalah cara yang paling mungkin dan sangat bermartabat untuk penyelesaian masalah di Papua. Dengan dialog, diharapkan belenggu masalah yang membelit Papua sejak 1963 hingga saat ini dapat dicairkan. Pemerintah diharapkan tidak khawatir bahwa dengan berdialog dengan rakyat Papua, Papua akan dapat lepas dari Indonesia.

Status hukum Papua di mata internasional telah diakui menjadi bagian dari Indonesia sejak keluarnya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2504 tanggal 19 November 1969. Dengan terselenggaranya dialog damai Jakarta-Papua, selain akan terwujudnya Papua menjadi ”Tanah yang Damai”, pamor Presiden Yudhoyono sebagai pembawa perdamaian juga akan semakin menguat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar