Jumat, 22 Juni 2012

Pendidikan yang Mencerahkan Bangsa


Pendidikan yang Mencerahkan Bangsa
Marpuji Ali ;  Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah        
Sumber :  SINDO, 22 Juni 2012


Persyarikatan Muhammadiyah sedang punya hajatan yang layak untuk diikuti dan dicermati hasil-hasilnya. Selama empat hari, mulai 21 sampai 24 Juni 2012 menyelenggarakan sidang tanwir di Bandung.

Tanwir, yang berarti “pencerahan”, menjadi agenda terbesar kedua setelah muktamar sehingga selalu dipandang sebagai momentum yang strategis untuk melahirkan gagasan-gagasan baru yang segar dan mencerahkan. Tanwir kali ini dinamakan “Tanwir Kerja” oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Samsuddin PhD. Penegasan ini dimaksudkan agar amanat muktamirin Yogyakarta yang baru lalu benar-benar dapat direalisasikan dan hasilnya dapat dirasakan oleh umat, masyarakat, dan seluruh bangsa Indonesia.

Ada yang menarik tatkala Wakil Presiden Boediono menyampaikan pidato pembukaan tanwir kemarin. Beliau menyampaikan kesaksiannya saat bersekolah di lembaga pendidikan Muhammadiyah pada era 1950-an. “Sekolah-sekolah Muhammadiyah tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidikkan nilai-nilai yang pada urutannya membentuk karakter dan kepribadian siswa,” katanya.

Bekal itulah yang kemudian membingkai perjalanan hidupnya di kemudian hari, sampai saat ini masih terasa getarannya. Pengalaman Wakil Presiden di atas tentu tidak sendirian. Kesan serupa juga dirasakan berjuta-juta anak bangsa Indonesia yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah.

Sudah sangat jelas bahwa kiprah Muhammadiyah di lapangan pendidikan dimaksudkan untuk berpartisipasi dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencerahkan masyarakat. Visi besar inilah yang mendorong dan memotivasi pengelola pendidikan Muhammadiyah untuk terus berkiprah dalam menanam benih-benih kebaikan kepada generasi penerus bangsa di mana pun mereka berada.

Membenahi Kualitas Pendidikan

Lembaga pendidikan Muhammadiyah menyapa anak-anak bangsa di perkotaan, di pinggiran kota, di pedesaan, bahkan sampai ke daerah pegunungan di mana tangan-tangan pemerintah tidak mampu menjamahnya. Keadaan ini tentu saja menimbulkan konsekuensi tersendiri. Kualitas pendidikan Muhammadiyah menunjukkan panorama yang beragam.

Ada yang bisa mencapai kualitas yang prima, tingkatan menengah, dan tidak sedikit yang berada atau tergolong kurang berkualitas. Kondisi ini tentu saja menjadi agenda yang patut dipikirkan secara serius. Tanwir kali ini merupakan momentum yang paling tepat untuk mengevaluasi dan merevitalisasi pendidikan Muhammadiyah sehingga kualitas lembaga pendidikannya benar- benar kualitas.

Di wilayah perkotaan tuntutan untuk berkualitas menjadi tantangan tersendiri. Tanpa upaya itu, tinggal menunggu waktu di mana sekolah Muhammadiyah akan ditinggalkan oleh pelanggannya. Jika masyarakat sebagai pelanggan sudah tidak percaya lagi, akibatnya tidak akan ada calon peserta didik yang datang mendaftarkan putra-putri mereka ke sekolahsekolah Muhammadiyah. Atau, setidaknya minat pendaftarnya berangsur-angsur akan terus menurun.

Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh Kyai Ahmad Dahlan di Yogyakarta satu abad silam memang sejak awal menitikberatkan perhatiannya pada upaya mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan umat dan bangsa. Upaya tersebut tidak diutarakan melalui serangkaian gagasan yang muluk-muluk, tapi langsung diaktualisasikan dalam bentuk pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan sosial, yang dikenal dengan istilah Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).

Di antara ketiga upaya tersebut, bidang pendidikan merupakan Amal Usaha Muhammadiyah yang mengalami kemajuan paling nyata dan fenomenal. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di bidang pendidikan ini sangat mudah dilihat kiprahnya di seluruh penjuru Tanah Air, tidak hanya di daerah perkotaan, tetapi juga tersebar sampai ke pelosok pedesaan, bahkan di daerah pegunungan.

Dalam laporan Muktamar Ke-46 Muhammadiyah di Yogyakarta,jumlah lembaga pendidikan Muhammadiyah mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi (PT) sebagai berikut: TK/Bustanul Ahfal 4.623 unit, PAUD (6.723), SD/MI (2.257), SMP/MTs (1.748), SMA/MA (747), SMK (399), Mu’allimin/ Mu’allimat (7), pondok pesantren (101), madrasah diniyah (347), sekolah luar biasa (15), dan perguruan tinggi (172).

Angka ini sungguh merupakan jumlah yang sangat besar. Pilihan di bidang pendidikan jelas sangat strategis dan visioner. Karena melalui pendidikan dan pembelajaran, calon-calon pemimpin bangsa masa depan ditempa dan diasuh secara konsisten sehingga pada saatnya nanti siap mengambil peran yang tepat bagi pembangunan bangsa.

Dalam pandangan Muhammadiyah, pendidikan bukan sekadar mendidik generasi, melainkan juga dialamatkan mempersiapkan calon pemimpin dalam kedudukannya sebagai hamba Allah dan khalifatullah di muka bumi. Dengan posisi pendidikan yang sangat strategis tersebut, segenap jajaran persyarikatan harus benar-benar serius dalam mengelola bidang pendidikan ini. Karena itu, besarnya kuantitas lembaga pendidikan yang dimiliki hanya akan menjadi beban apabila kualitasnya rendah.

Tentu saja menjadi beban moral bagi persyarikatan karena tidak mampu mengoptimalkan amanah yang diterima dari masyarakat. Upaya peningkatan mutu pendidikan Muhammadiyah seiring dengan cita-cita pendidikan nasional. Pada puncak acara memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2012 beberapa waktu yang lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI mencanangkan Generasi Emas pada 2035, yaitu generasi yang memiliki ciri inovatif, kreatif, kompetitif, dan berkarakter kuat.

Bangunan pendidikan yang diletakkan Kyai Dahlan, yang kemudian menjadi petunjuk arah bagi perjalanan pendidikan Muhammadiyah selanjutnya, memiliki tiga pilar utama yaitu pendidikan keimanan (spiritual),pendidikan individu (intelektual-fisik), dan pendidikan sosial. Tiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan organis, dan tidak bisa dipisahkan antara pilar satu dan pilar yanglain.

ProfilprodukMuhammadiyah yang diharapkan adalah seorang anak yang seluruh potensinya dapat berkembang secara penuh sehingga bisa tampil menjadi manusia yang berakhlak dan cerdas. Seluruh kemampuannya itu dicurahkan dan disumbangkan untuk membaguskan kehidupan masyarakat dan bangsa. Wajah pendidikan merupakan cerminan atau pantulan dari situasi masyarakatnya. Karena itu, pengelola pendidikan Muhammadiyah harus lihai membawa arah perkembangan dan gairah perubahan sesuai tuntutan masyarakat.

Dengan demikian, laju perkembangan pendidikan Muhammadiyah akan senantiasa bergandengan/maju seirama dengan perubahan masyarakat. Untuk mencapai kondisi tersebut, setidaknya diperlukan tiga langkah inovasi pendidikan dalam Muhammadiyah: Pertama, prakarsa yaitu melakukan inovasi pada aspek pengelola dan pemangku kepentingan yang ditunjukkan dengan visi bersama dan langkah-langkah yang akan ditempuh secara praktis. Kedua, implementasi yaitu mempraktikkan visi bersama itu secara praktis di lapangan dengan tetap mempertimbangkan fleksibilitas.

Ketiga, evaluasi yaitu melihat kembali prakarsa dan implementasi yang sudah dijalankan, dengan mencermati berbagai hambatan, tantangan, dan masalah yang muncul untuk dicarikan jalan keluarnya. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa hampir tidak ada lembaga pendidikan Muhammadiyah yang melakukan inovasi, kemudian mengalami kegagalan. Adapun yang menjadi masalah adalah “keberanian berinovasi—sekolah dan Dikdasmen, PT dan DIKTI Muhammadiyah— masih rendah sehingga hampir-hampir tidak ada peningkatan signifikan ke arah perubahan yang lebih progresif.”

Sering juga sayup-sayup terdengar suara, “Begini saja sudah dapat berjalan,mau cari apa lagi?”. Selanjutnya, kapan dan dari mana harus memulai? Jawabnya, ya sekarang ini juga harus berani memulai, dari hal-hal yang sederhana, ditekuni secara cerdas, teliti, hati-hati, insya Allah mendapatkan hasil yang optimal. Nashurn minallah wa fathun qariib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar