Jumat, 22 Juni 2012

Membangun lewat Karya Nyata


Membangun lewat Karya Nyata
Irman Gusman ;  Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 
Sumber :  SINDO, 22 Juni 2012


If you cannot do great things, do small things in a great way” (Jika Anda tidak bisa melakukan hal besar kepada masyarakat, lakukanlah hal kecil dengan cara yang besar). Begitulah ungkapan Napoleon Hill, penasihat Presiden Amerika Serikat yang cukup tersohor, Franklin Delano Roosevelt.

Rasanya kata-kata tersebut begitu relevan untuk menggambarkan prestasi beberapa anak bangsa yang mendapatkan awardMalam Apresiasi Simbol Kebangkitan Bangsa” dari SINDO yang diadakan beberapa hari lalu di Jakarta. Kebetulan saya hadir untuk memberikan award tersebut bersama menteri pendidikan nasional. Saya kagum juga appreciate.

Mereka adalah perusahaan maupun individu yang telah melakukan kegiatan-kegiatan sosial di bidang perbankan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kerajinan tangan, dan berbagai bidang lainnya yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Apa yang mereka lakukan merupakan bentuk social entrepreneur (kewirausahaan sosial) di mana perusahaan ataupun individu yang care terhadap permasalahan sosial menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan, dan kesehatan (healthcare).

Tentu untuk mencapai sebuah kemajuan dan kebahagiaan bersama, yang diperlukan adalah usaha-usaha bersama. Dalam ukuran masa depan, kebahagiaan suatu masyarakat tidak lagi sekadar diukur dari besaran pendapatan, tetapi juga telah bergeser menjadi sikap saling memberi, menolong, dan berjiwa empati kepada yang lain. Saat ini di Amerika Serikat misalnya sedang berkembang tren filatropis (kedermawanan sosial).

Para konglomerat kaya seperti Warrent Buffett dan Bill Gates rela menyumbangkan kekayaannya untuk kegiatan sosial kemanusiaan. Intinya, social entrepreneurship merupakan suatu solusi riil untuk membantu meringankan beban orang-orang yang kurang mampu yang tentu saja tidak bisa semata-mata diandalkan pada peran dari lembaga pemerintahan.

Masyarakat secara pribadi ataupun perusahaan bisa bergerak sendiri dan membangun kemandirian yang tentu akan menghasilkan efek ganda, di satu sisi membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain, tapi di sisi lain juga memberikan manfaat profit. Itulah yang telah dilakukan oleh beberapa anak bangsa yang mendapatkan award di atas.

Kita bersyukur bahwa di tengah kegalauan masa depan, krisis moral, dan kegelapan bangsa, masih ada lilin yang menyala memberi harapan seperti yang ditunjukkan oleh anak-anak bangsa penerima award itu. Mereka adalah para ”inspirator bangsa” yang menguatkan semangat dan kepercayaan diri kita bahwa hari esok itu akan menjadi milik kita bersama.

Mereka berbuat tidak saja untuk membantu meningkatkan kesejahteraan orang lain, tetapi juga memberi makna pada kemerdekaan melalui karya-karya yang nyata. Mereka telah memberi asa pada kebangkitan bangsa hendak yang kita tuju. Kebangkitan bangsa itu artinya kita bangkit dari kemiskinan, kebodohan, dan ketergantungan pada asing untuk menjadi bangsa yang mandiri dan bermartabat.

Perlunya Inovasi dan Daya Saing

Dalam era globalisasi, setiap bangsa harus menyiapkan diri untuk menjadi pemenang. Untuk menjadi pemenang, tentu saja kita membutuhkan karya-karya yang nyata. Karena setiap karya yang nyata tidak hanya wujud dari kerja keras,tetapi yang lebih penting adalah wujud kepercayaan diri kita pada kekuatan dan kemampuan sendiri.

Seperti ungkapan Bung Karno bahwa masa depan Indonesia harus dibangun pada tiga kekuatan visi yakni berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian yang berbudaya. Namun, memang tidak mudah untuk mencapai kemajuan. Modal sumber daya alam saja tidak cukup, apalagi sekadar modal visi. Yang diperlukan sekarang adalah semangat inovasi dan daya saing. Ini yang kita perlu genjot.Ini yang perlu dijadikan sebagai modal untuk sukses berkarya bagi masyarakat dan bangsa.

Karena jika kita lihat, dalam ukuran-ukuran global, indeks inovasi dan daya saing kita masih cukup rendah. Menurut Global Innovation Index yang dikeluarkan INSEAD 2011, The Business School for the World, Indonesia berada pada peringkat ke-99 dari 125 negara. Bandingkan dengan negara-negara maju seperti Swiss (1), Swedia (2), Amerika (7), Jepang (20), Australia (21), dan Jerman (12). Dalam konteks negara-negara BRIC, Indonesia kalah dari Brasil (47), Rusia (56), India (62), dan China (29).

Begitu juga dalam konteks negara-negara Asia Tenggara, global innovation index kita lebih rendah dari Singapura (3), Malaysia (31), Vietnam (51), dan Brunai Darussalam (75). Begitu juga jika kita ukur dari aspek daya saing global. Menurut laporan World Economic Forum Tahun 2012 tentang Global Competitiveness Report, Indonesia berada pada peringkat ke-46 dari 142 negara. Peringkat atas masih didominasi oleh negara-negara maju seperti Swiss (1), Singapura (2), Amerika Serikat (5), Jerman (6), Inggris (10), dan Jepang (9).

Di antara negara-negara Asia Tenggara, posisi Indonesia berada di bawah Malaysia (21), Brunei Darussalam (28),dan Thailand (39). Ini artinya, ke depan kita perlu menggenjot inovasi dan daya saing kita jika ingin sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya, terutama dalam mencapai visi tahun 2025 dan 2045 (100 Tahun Indonesia Merdeka).

Untuk bersaing di era globalisasi, tentu yang diperlukan adalah inovasi dan daya saing. Sumber daya alam bukan lagi jaminan kemajuan, melainkan penentunya adalah sumber daya manusia yang berkualitas yang punya inovasi dan daya saing. Modal tersebut kita miliki karena kita tidak hanya dikaruniai oleh sumber daya alam yang besar, tetapi juga sumber daya manusia di mana saat ini kita memiliki bonus demografi.

Dari rata-rata usia orang Indonesia saat ini, kita memiliki penduduk usia produktif yang lebih besar dari total 248 juta penduduk. Ini artinya, modal untuk menjadi lebih maju ke depan semakin terbuka lebar. Bandingkan dengan negara-negara maju sekalipun, jumlah penduduk yang mereka miliki masih menumpuk pada penduduk usia lanjut. Mereka membutuhkan belanja dan pengeluaran yang besar untuk jaminan sosial.

Sementara untuk bangsa kita, kita memiliki bonus demografi usia produktif. Hanya permasalahannya, bagaimana mendorong penduduk usia produktif ini agar mampu berkarya nyata. Tentu dalam konteks itu kita perlu mengambil contoh dari anak-anak bangsa yang mendapatkan award  Malam Apresiasi Simbol Kebangkitan Bangsa” dari SINDO tersebut. Mereka telah membuktikan kepada kita bahwa karya nyata merupakan suatu hal yang penting. Karya nyata mereka adalah buah dari cara pandang mereka yang visioner dalam membantu memajukan masyarakat. Semoga saja kita bisa belajar dari mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar