Mutasi
Buatan Virus H5N1 seperti Madu dan Racun
Mangku S ; Pengamat
Kesehatan Anggota PDHI dan IDI
Sumber : SINAR
HARAPAN, 19 Juni 2012
Berbagai pemberitaan menyebutkan bahwa Jepang
telah menemukan cara untuk membuat virus sebagai hasil mutasi buatan untuk
virus H5N1, yang dapat ditularkan antarmamalia/manusia. Bila hal itu benar
adanya, virus temuan itu akan jauh lebih berbahaya dibandingkan pola penularan
flu burung sebelumnya, yakni dari unggas ke manusia.
Ini karena isu yang membuat dunia khawatir
pada hari ini adalah mutasi alami virus H5N1 penyebab flu burung yang akan
menular antarmanusia. Kalau itu terjadi morbidity
dan mortality rate yang tinggi akan
ditakuti umat manusia!
Sebagaimana kita semua tahu, pertama sekali
penyakit flu burung dijumpai di Italia oleh Peroncinto A 1878, dan ditularkan
antara unggas. Baru pada 1967 oleh Bridges
CB et al, 2002 di Hong Kong penyakit flu burung dengan virus penyebab: H5N1
ditularkan dari unggas ke manusia, korbannya 18 orang, enam di antaranya
meninggal.
Dengan demikian, sesudah kurun 119 tahun
penyakit flu burung dengan virus H5N1 telah menjadi penyakit bersifat zoonosis atau penyakit hewan yang
ditularkan ke manusia atau sebaliknya.
Sejauh ini penularan penyakit bersifat zoonosis dibedakan menjadi: antarhewan,
hewan ke manusia, manusia ke manusia atau antarmanusia, dan dapat pula dari
manusia ke hewan disebut reverse zoonotic
(Olcen R, 2003).
Saat ini, penyakit flu burung bersifat zoonosis dengan penularan: antarunggas
dilanjutkan dari unggas ke manusia setop
dan belum ditularkan antarmanusia.
Bahkan, secara laboratoris telah dapat
ditularkan dari manusia kembali ke unggas sehingga virus H5N1 milik unggas,
seperti dikatakan oleh Wurtrich B, 2003, merupakan jumping virus. Sampai saat ini virus H5N1 belum ditularkan
antarmanusia, meski telah dijumpai pada unggas virus H5N1 mengalami minor mutation.
Menurut Warsito (2007) penyakit flu burung
pada unggas di Indonesia telah tersebar di 30 provinsi tanpa diikuti gejala
tertentu pada unggas, hanya terlihat pada penurunan produksi telur dan
pertumbuhan lambat sampai menurun dan berujung pada kematian. Pada unggas yang
mati, bila diperiksa menunjukkan reaksi positif. Dengan demikian, virus H5N1 di
Indonesia kembali menjadi milik unggas dan telah mengalami mutasi minor ke arah
penurunan derajat mortality.
Selama 2012 sampai Mei lalu, kasus flu burung
pada manusia yang confirm sejumlah
enam dengan mortality rate 100 persen
(Direktorat Zoonosis Kementerian Kesehatan, Mei 2012).
Jadi, sebenarnya ancaman flu burung baik pada
unggas maupun pada manusia di Indonesia mengalami penurunan, tetapi pihak luar
negeri selalu mempropagandakan akan adanya mutasi secara alami dari virus H5N1,
adanya pandemi influenza ber-episentrum di Indonesia, sebab virus H5N1 dengan mortality rate tinggi. Faktanya, WHO
pada 11 Juni 2009 mendeklarasikan bahwa telah terjadi pandemi influenza dengan
penyebab: virus A H1N1 dan bukan virus H5N1.
Dengan demikian, vaksin flu burung dengan seed virus H5N1 pada manusia tidak
bermanfaat untuk menghadapi pandemi influenza.
Saat ini laboratorium Avian Influenza Research Centre milik Universitas Erlangga Surabaya
telah memiliki laboratorium Biosafety
Level III sebagai persyaratan untuk menghasilkan seed virus sebagai bahan baku vaksin, termasuk vaksin H5N1 bagi
manusia untuk menghadapi pandemi influenza yang disulut oleh virus H5N1.
Menurut Menko Kesra Indonesia telah
menghasilkan seed virus untuk
pembuatan vaksin flu burung demi menghadapi virus H5N1 (Harian Sinar Harapan
26/8/2011).
Menurut WHO, ada tiga kondisi untuk
terjadinya pandemi influenza, yakni ada penularan virus antarmanusia, virus
H5N1 telah mengalami mutasi, dan ditularkan antarnegara. Saat ini virus H5N1
pada periode Allert Pandemic dan pada
fase 3 yaitu antarunggas dan dilanjutkan penularan dari unggas ke manusia setop belum ditularkan antarmanusia.
Saat ini virus H5N1 belum terjadi mutasi
serta belum ditularkan antarmanusia, tetapi telah ditularkan antarnegara.
Kesimpulannya: penyakit flu burung dengan penyebab virus H5N1 tidak mungkin
menjadi pandemi influenza, mengingat vaksin flu burung dengan seed virus H5N1 tidak bermanfaat
menghadapi pandemi influenza.
Karena itu, bila ada upaya manusia membuat
mutasi buatan virus H5N1 maka itu berpotensi menjadi ancaman besar bagi
kemanusiaan. Dua negara, yakni Jepang dan Amerika Serikat, telah merekayasa
virus H5N1 telah mampu menghasilkan virus mutasi buatan yang dapat menularkan
antarmamalia atau dapat ditularkan antarmanusia (sumber: Seminar Internasional 28 Mei 2012 di RSPTI Universitas Erlangga Surabaya).
Kalau itu pasalnya, virus H5N1 yang telah
direkayasa itu memenuhi syarat untuk menjadi pandemi. Kemungkinan besar virus
H5N1 baik dari Indonesia maupun dari Vietnam yang telah direkayasa itu
menghasilkan mutasi virus buatan yang seperti madu tapi juga racun. Pada satu
sisi dapat berbahaya bagi umat manusia, namun pada sisi lain merupakan bahan
dasar pembuatan vaksin H5N1 (madu).
Benarlah pernyataan Dr Siti Fadilah Supari
semasa menjadi Menteri Kesehatan bahwa virus H5N1 dari Indonesia bisa dijadikan
vaksin membantu manusia dan dibuat sebagai agen bioterorisme atau weapon of mass distruction yang
mengancam umat manusia (Buku: Saatnya
Dunia Berubah Virus Influenza di Tangan Tuhan). ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar