Sabtu, 09 Juni 2012

Memprioritaskan Pembangunan Kelautan


Memprioritaskan Pembangunan Kelautan
M Saleh N Lubis ; Mahasiswa Program Doktor Manajemen Sumber Daya Pantai Universitas Diponegoro
SUMBER :  SUARA MERDEKA, 08 Juni 2012


TIAP 8 Juni, kita memperingati Hari Kelautan Dunia (World Ocean Day), yang ditetapkan oleh PBB setelah mendapat usulan dalam Earth Summit (Konferensi Bumi) di Rio de Jainairo, Brasil, 8 Juni 1992.  Adapun negara yang memberi ide kali pertama adalah Kanada. Pada peringatan pertama, Sekjen PBB Ban Ki-moon menyeru masyarakat dunia untuk lebih memperhatikan laut yang telah berperan positif terhadap kehidupan.

Seruan itu, mendasarkan pada kondisi berbagai kegiatan manusia yang mengarah pada perusakan ekosistem laut, kegiatan overfishing (tangkap lebih), pencemaran laut, serta kondisi kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang terancam oleh dampak perubahan iklim.

Tahun 2012, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, pemerintah menetapkan ‘’Pandangan Politis terhadap Bidang Kelautan sebagai Mainstream Pembangunan Nasional’’ sebagai tema peringatan Hari Kelautan Indonesia. Pemilihan tema itu mendasarkan fakta bahwa bidang kelautan masih diposisikan sebagai periphery dan belum menjadi prioritas pada aspek pemanfaatan dan fokus pembangunan. 

Dampaknya, potensi laut yang begitu besar belum maksimal dimanfaatkan karena belum menjadi mainstream pembangunan nasional. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar wilayahnya berwujud perairan maka pembangunan kelautan harus ditempatkan sebagai mainstream pembangunan ekonomi. Upaya itu untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim.  Sumber-sumber ekonomi kelautan seperti sumber daya ikan, nonikan (rumput laut, teripang), ekosistem (terumbu karang, mangrove, padang lamun), pariwisata bahari, dan hasil tambang (minyak dan gas, bijih besi, pasir, timah, bauksit dan mineral) dapat menjadi sumber utama ekonomi.

Aspek Hankamnas

Kita tidak memungkiri bahwa alokasi dana pembangunan bidang kelautan masih terkecil ketimbang lainnya, yaitu Rp 6,944 triliun atau 0,49 % dari total APBN 2012 yang besarnya Rp 1.418 triliun. Itu pun terbagi untuk pembangunan perikanan darat dan perikanan laut (kelautan).  Besaran itu masih sangat kecil untuk mengelola 81.000 km pantai Indonesia, 17.506  pulau, dan 3,1 juta km2 (0,3 juta km2 perairan teritorial dan 2,8 juta km2 perairan nusantara) luas perairan kita.

Prioritas pembangunan bidang kelautan yang menjadi mainstream adalah peningkatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Termasuk nelayan tangkap, pembudi daya, dan pengolah hasil laut. Pasalnya, jumlah penduduk Indonesia yang bermukim di pinggiran pantai dan pulau-pulau cukup besar, dan mereka hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut data BPS 2010, dari 31,02 juta (13,33%) penduduk miskin, 7,87 juta (25,37%) di antaranya menggantungkan hidupnya di laut. 

Menurut teori sosioekologi, orang miskin akan melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam dan menjadikannya sebagai upaya terakhir dalam pemenuhan kebutuhannya dan untuk mempertahankan kehidupan (survival strategy) manakala tidak ada lagi peluang ekonomi yang dapat mereka akses. 

Persoalannya, tindakan mereka tidak ramah lingkungan karena tidak didasari pengetahuan tentang keberlanjutan lingkungan. Tindakan ini sangat mengkhawatirkan jika terjadi pada penduduk yang mendiami pulau-pulau terdepan. Ketika sumber daya habis dieksploitasi mereka akan berpindah ke tempat lain dan kondisi pulau yang kosong itu sangat rentan terhadap perampasan oleh negara lain.

Karena itu, pemerintah seyogianya terus menciptakan program-program unggulan yang berorientasi pada pemberdayaan dan peningkatan masyarakat pesisir. Fokus pola pemberdayaan berupa pemberian kemampuan agar masyarakat pesisir dapat secara bijak mengeksploitasi sumber daya pesisir dan laut serta bisa memberikan keberlanjutan kesejahteraan dan keseimbangan lingkungan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar