Memahami
Publik
Syafiq Basri Assegaff ; Konsultan Komunikasi,
Dosen Komunikasi
di Universitas Paramadina, Jakarta
SUMBER : INILAH.COM,
7 Juni 2012
“Tulislah tema dan ‘lead’ artikel
yang memancing pembaca, Mas,” saran seorang editor di portal Inilah.Com, “Yang keywords-nya menarik pembaca dan
mesin pencari Google.”
Yang dimaksudnya adalah fokus tulisan dan
frasa hendaknya mengacu pada apa yang diinginkan pembaca. Tentu saja itu tidak
selalu mudah, karena sering kali penulis kolom seperti ini lebih sibuk
memikirkan apa yang ingin diungkapkannya, tentang dirinya, tentang
pengalamannya, ketimbang apa yang sebenarnya diharapkan pembaca.
Dan wartawan ‘Inilah.Com’ itu benar sekali. Pengalamannya mengelola media cetak
(dulu) dan media online sekarang ini
mengajarkan padanya bahwa: salah satu yang membuat penerbit sukses, dan itu
mesti diikuti pemasar online (Web marketers), adalah memahami publik
atau khalayak lebih dulu – siapa, dan bagaimana gaya hidup mereka, umpamanya --
baru kemudian berusaha memuaskan kebutuhan mereka terhadap informasi.
Bila seorang praktisi Public Relations (PR) membuat rilis media (press release), misalnya, memang wajar bila ia mengedepankan
informasi mengenai nama perusahaan atau brand-nya.
“Tetapi, lebih penting dari itu, “ kata ahli
komunikasi online,”Sesungguhnya praktisi komunikasi, pemasar atau PR, harus
mengutamakan masalah atau kebutuhan publik atau konsumen, kemudian memberi
informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka itu. Ia mesti menggunakan
kata-kata dan frasa yang digunakan calon pembeli.”
Ia mesti berpikir dengan kaca mata pembeli,
yang mencari informasi mengenai produknya di mesin pencari Internet. Mereka khususnya
akan menggunakan kata atau frasa yang penting bagi mereka, bukan bagi sang
praktisi PR atau pemasar.
“Alih-alih dari menggunakan jargon atau label
yang Anda rancang, seharusnya pemasar dan praktisi PR memikirkan apa problem
konsumen? Apa yang membuat mereka melek tengah malam, apa yang ingin mereka
ketahui? Kira-kira apa kata-kata dan frasa yang bakal mereka pakai untuk
menjelaskan masalah itu?”
Begitulah, Pembaca. Para praktisi PR kini
dihadapkan pada fenomena menarik, ketika publik – termasuk wartawan – dengan
mudah dapat membaca rilis media secara online dalam hitungan detik sejak ia
diunggah.
Inilah saatnya ketika semua orang, mulai dari
sumber berita, para wartawan dan redaksi penyebar berita sampai ke penikmat
berita (pembaca, pendengar radio, atau pemirsa televisi) bersatu pada sebuah
ruang (space) maya yang dihadirkan
Internet.
PR 2.0
Inilah era PR 2.0, Public Relations generasi kedua – yang meninggalkan berbagai aturan
dan kaidah zaman PR lama satu dasawarsa terakhir. Web (Internet) telah mengubah segalanya. Web juga mengubah aturan-aturan mengenai rilis media.
Dulu, sebelum era Internet, sebuah rilis pers
selalu merupakan naskah yang ditujukan kepada redaksi media. Sebelum era Web,
setiap orang tahu bahwa satu-satunya alasan Anda membuat sebuah rilis adalah
agar media menulis tentang Anda atau organisasi Anda.
Ketika itu, tidak ada yang melihat rilis pers
itu kecuali wartawan dan redaksi (editor) kantor media massa. Saat itu, Anda
harus punya ‘berita’ – kejadian yang memiliki ‘kriteria sebagai sebuah berita ‘
atau ‘news worthiness’ – sebelum Anda boleh menulis sebuah rilis.
Fakta lain adalah bahwa, ketika itu lazimnya
rilis juga menyertakan kutipan (quotes)
dari pihak ketiga seperti analis atau ahli yang berkompeten. Dari situ,
satu-satunya cara publik atau ‘pasar’ akan mengetahui tentang rilis Anda itu
hanyalah ketika redaksi kemudian menuliskan berita Anda itu di medianya.
Akhirnya, satu-satunya jalan untuk mengukur
efektivitas rilis pers Anda adalah melalui klipping berita, yang mengumpulkan
sejumlah guntingan berita yang mengutip rilis Anda.
Kini tidak lagi. Internet telah menggusur
aturan-aturan itu dan Anda juga harus
mentransformasikan rilis media Anda untuk
merengkuh pasar khalayak yang jauh lebih luas, yang meramaikan dunia virtual Web dengan ide-ide, produk dan
jasa.
Kini, tenaga pemasar profesional menggunakan
rilis media untuk menembus pasar secara langsung.
Pembeli atau publik Anda, dan media yang
meliput perusahaan Anda, ingin tahu masalah spesifik apa yang bisa diselesaikan
brand (atau produk) Anda. Mereka juga minta bukti – dalam bahasa sederhana --
bahwa produk itu berfungsi sebagaimana yang Anda iklankan.
Nah, di situlah tenaga marketing dan PR
dibutuhkan -- sebagai penarik awal bagi terciptanya hubungan dengan publik dan
mendorong mereka untuk ’bertindak’ – menciptakan transaksi – yang semuanya
membutuhkan fokus pada problem sang publik.
Pembeli Anda itu ingin mendengar (atau
membaca) dalam bahasa mereka sendiri. Setiap kali Anda menulis, bahkan dalam
press release, Anda punya kesempatan untuk berkomunikasi. Pada setiap tahap
proses ’jualan’, materi bacaan yang ditulis secara menarik -- yang
dikombinasikan dengan program marketing yang efektif -- akan mendorong pembeli
Anda untuk memahami bagaimana Anda bisa membantu mereka secara spesifik,
pribadi dan langsung.
Saat ini, memang banyak tenaga pemasar dan PR
memahami bahwa rilis media yang dikirim akan segera muncul pada Google News, misalnya, tetapi sangat
sedikit yang mengerti bagaimana seharusnya mereka merombak secara total strategi
rilis media itu, demi memaksimalkan efektivitasnya sebagai saluran komunikasi
langsung kepada publik.
Pasalnya media sekarang sudah ‘tidak
diperantarai’. Internet kini telah mengubah aturan-aturan yang ada. Kini
pembeli membaca secara langsung press release Anda itu, sehingga Anda butuh
bicara memakai bahasa mereka.
Tunggu dulu. Ini bukan berarti hubungan
dengan media konvensional tidak penting lagi; media arus utama dan media
spesifik (seperti majalah Trubus untuk pertanian, atau Femina untuk wanita)
harus tetap menjadi bagian strategi komunikasi yang menyeluruh.
Dalam banyak bisnis, media arus utama dan
media spesifik tetap sangat penting, dan tentu saja, media itu masih menuliskan
berita atau features-nya menggunakan press release Anda.
Tetapi khalayak primer praktisi PR saat ini
bukan hanya sekelompok kecil wartawan. Audience
Anda saat ini adalah jutaan orang dengan koneksi Internet yang mengakses
informasi lewat mesin pencari dan ‘kotak pos digital’ yang disebut RSS (Really Simple Syndication) readers.
Para penulis blog sekarang juga sering
mengutip rilis media, dan membuat komentar di blog dan miniblog atau media
sosial online seperti Facebook dan
Twitter.
Di antara beberapa kaidah baru yang
disarankan ahli komunikasi adalah, bahwa praktisi PR tidak boleh hanya sekedar
mengirim rilis saat ‘berita besar’ sedang terjadi, “tetapi carilah alasan yang
tepat untuk selalu mengirim rilis pada setiap saat, tidak menunggu big news.”
Selain itu, alih-alih hanya mentargetkan
sejumlah wartawan, buatlah rilis media yang ‘mengajak’ secara langsung kepada
pembeli atau khalayak luas.
Selain itu, ciptakan tautan (link) di dalam
rilis yang menarik konsumen untuk mengunjungi halaman dalam situs website Anda.
Dengan demikian, Anda sekaligus akan men-drive
orang kepada proses pembelian melalui press
release itu.
Ini penting dicatat, sebab dalam Internet
Marketing titik perhatian bergeser dari sekedar ‘menemukan konsumen’ (atau ‘customer acquisition’) kepada ‘peraihan
sejumlah konsumen yang komit dan loyal’, yang menggabungkan sekaligus ‘customer acquisition’ dan ‘customer retention’.
Dengan kata lain, tujuan pemasar Web-marketing bukan sekedar menciptakan
hubungan dengan konsumen online saja, melainkan bagi keduanya, baik konsumen ‘offline’ (di toko atau show room) dan konsumen ‘online’.
Coba tengok, betapa banyak sekarang ini orang
memanfaatkan kecanggihan Internet sebelum mereka bertindak di dunia nyata.
Bahkan dalam pemilu pun, hampir bisa dipastikan, banyak pemilih yang mencari
dan bertukar informasi via Internet lebih dahulu, sebelum mereka pergi
mencontreng di bilik suara. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar