Senin, 04 Juni 2012

Krisis Eropa dan Tertekannya Rupiah


Krisis Eropa dan Tertekannya Rupiah
Umar Juoro ; Ekonom
SUMBER :  REPUBLIKA, 4 Juni 2012


Krisis ekonomi Eropa yang sekarang ini menimpa Yunani dan menyebar ke Spanyol membuat investor pasar modal dan obligasi menarik dananya dari Indonesia ke tempat selamat di Amerika Serikat dan Jerman. Krisis Yunani belum memperlihatkan tanda pemulihan.

Pandangan semakin kuat yang menyatakan, Yunani cepat atau lambat akan keluar dari Zona Eropa sekalipun para pemimpin Eropa terus berupaya mempertahankan negara tersebut. Perekonomian Yunani sangat sulit untuk pulih karena tidak memiliki daya saing yang memadai. Bahkan dengan sektor pariwisata, tidak lagi kompetitif dengan mata uang euro yang menjadi relatif mahal.

Sementara itu, perekonomian Spanyol mengalami resesi dan tekanan berat, terutama pada sektor perbankannya. Hal ini karena besarnya kredit macet properti. Spanyol dengan ukuran ekonomi yang lebih besar dari Yunani membutuhkan dana dan restrukturisasi besar untuk pemulihannya.

Kemungkinan perekonomian Italia memburuk juga terus membayang dengan besarnya utang pemerintah dan kecenderungan investor tidak lagi meminati obligasi Italia. Spanyol dan Italia perekonomiannya jauh lebih besar dari Yunani dan lebih mahal untuk diatasi jika krisis.

Krisis Eropa ini tampaknya masih akan berkepanjangan. Karena itu, investor mencari selamat dengan memindahkan dananya ke obligasi Amerika Serikat dan Jerman sekalipun praktis imbal hasilnya sekitar nol.

Akibatnya adalah tekanan pada rupiah akan tetap kuat. Apalagi, kecenderungan defisit neraca berjalan kita tampaknya membesar dengan penurunan ekspor, sementara impor terus meningkat. Dan, impor minyak terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri.

Permasalahannya menjadi lebih serius karena eksportir dan pihak yang memiliki dolar AS tidak bersedia menjual dolarnya ke pasar. Akibatnya, pasokan dolar tidak memadai memenuh permintaan yang terus meningkat. Tinggal Bank Indonesi yang harus menyediakan pasokan dolar.

Bank Indonesia sekalipun terlambat dalam melakukan intervensi ke pasar, belakangan semakin aktif menstabilkan nilai rupiah. Bank Indonesia juga mengharuskan eksportir menempatkan penerimaannya di bank dalam negeri.

Selanjutnya, Bank Indonesi akan membuka fasilitas deposit berjangka dolar yang bungany relatif lebih tinggi daripada di luar negeri. Namun, kebijakan ini masih belum memadai tekanan terhadap rupiah.

Otoritas moneter dan fiskal harus berkoordinasi dengan baik untuk menjaga stabilitas ekonomi. Sementara, Bank Indonesia harus menyediakan pasokan dolar yang memadai untuk mencegah depresiasi dolar yang terlalu dalam. Dan, pemerintah harus mengendalikan impor terutama BBM yang berarti juga konsumsi BBM harus dibatasi.

Pemerintah harus menunjukkan ketegasan dan kesiapannya menghadapi situasi ini. Indonesia masih berpeluang besar untuk terus mengembangkan perekonomiannya. Hanya dalam waktu ini harus dapat mengatasi dampak dari krisis Eropa. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar