Rabu, 13 Juni 2012

Koperasi Sesat


Koperasi Sesat
Djabaruddin Djohan ; Pengamat Koperasi/Ketua II Ibnu Soedjono Center
SUMBER :  KORAN TEMPO, 12 Juni 2012


Lagi-lagi terjadi penipuan berkedok “koperasi”. Kali ini menimpa Koperasi Serba Usaha (KSU) Langit Biru di Desa Cisasungka, Tangerang, Banten. Koperasi yang baru berdiri pada April 2011 ini mampu menarik lebih dari 120 ribu investor, yang menanamkan uangnya mulai ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah, bahkan banyak juga yang mencapai jumlah Rp 50 juta. Dengan iming-iming bonus/bunga 17 persen per bulan, sehingga untuk investasi Rp 10 juta per bulan, setiap investor dapat memetik bonus Rp 1,7 juta, berbondong-bondonglah orang, bukan hanya dari Tangerang atau Banten, tapi juga dari luar provinsi, seperti Lampung, untuk menanamkan modalnya dengan harapan mendapatkan keuntungan besar tanpa memeras keringat.

Tapi bonus yang jumlahnya tidak masuk akal ini, sejak Januari 2012, tidak lagi bisa dibayarkan kepada para investor. Berusaha bertahan selama 3-4 bulan, akhirnya para investor pun kehilangan kesabaran, yang kemudian berbondong-bondong menyerbu, merusak, dan menjarah aset koperasi. Adapun pengurus dan manajemen koperasi raib tak tentu rimbanya dengan membawa dana para investor. Jika rata-rata seorang investor menanamkan uangnya Rp 10 juta, dana yang dilarikan pengurus mencapai Rp 1,2 triliun. Kini kasus KSU Langit Biru sudah ditangani polisi.

Masih segar dalam ingatan kita kasus KSU Harapan Bersama di Parepare, Sulawesi Selatan, yang hampir sama dengan kasus KSU Langit Biru, yang terjadi pada April lalu. Koperasi yang baru berbadan hukum dan beroperasi pada Desember 2011 ini, dengan iming-iming bunga 50 persen, dalam waktu 45 hari, mampu memobilisasi 1.918 nasabah. Tapi, dengan bunga yang juga tidak masuk akal ini, koperasi itu hanya mampu memberi bunga selama tiga bulan, dengan akibat para nasabah menyerbu kantor koperasi, merusak, dan menjarah aset koperasi. Seperti halnya di KSU Langit Biru, pengurusnya melarikan diri dengan menggondol dana nasabah sebesar Rp 35 miliar. Kasus ini sekarang sudah diproses di pengadilan.

Praktek koperasi yang bisa diperkirakan belum akan berakhir ini layak disebut sebagai praktek koperasi sesat, karena menyesatkan (membohongi) masyarakat agar bersedia menjadi investor atau nasabahnya dengan iming-iming imbal jasa/bunga yang tinggi, demi keuntungan segelintir orang yang mengklaim dirinya sebagai pengurus koperasi. Anehnya, masih banyak orang yang percaya terhadap iming-iming yang tidak masuk akal ini, meskipun telah ada beberapa kasus penipuan model koperasi sesat ini. Ironisnya lagi, banyak koperasi sesat semacam ini yang tetap diberi status badan hukum oleh dinas koperasi dan usaha kecil-menengah di daerah, yang banyak di antaranya memang tidak memahami seluk-beluk perkoperasian yang benar.

Bagi koperasi sejati (khususnya Koperasi Simpan Pinjam/KSP, seperti dipraktekkan oleh KSU Langit Biru dan KSU Harapan Bersama), investor dan nasabahnya adalah anggota, yang juga memodali serta mengawasi jalannya usaha yang ditangani oleh pengelola, dan sekaligus juga menggunakan jasanya. Dalam terminologi koperasi, anggota adalah pemilik dan sekaligus sebagai pengguna jasa atau pelanggan (nasabah). Yang bukan anggota bisa juga dilayani oleh koperasi dengan status sebagai calon anggota. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam oleh Koperasi, calon anggota tersebut paling lama tiga bulan sudah harus menjadi anggota penuh. Harus diakui, kebanyakan KSP saat ini tidak mematuhi ketentuan dalam PP ini, sehingga dalam upaya memburu keuntungan yang sebesar-besarnya, koperasi-koperasi tersebut secara khusus memiliki tenaga lapangan untuk berburu nasabah, yang diberi status sebagai “calon anggota”, sehingga jumlah “calon anggota” ini menjadi berlipat ganda dibanding anggotanya, pemilik dan pengguna jasa koperasi.

Sebagai pemilik koperasi, anggotalah yang menentukan besar-kecilnya jasa/bunga pinjaman dan simpanan, yang ditetapkan dalam rapat anggota sebagai forum kekuasaan/kedaulatan tertinggi dalam koperasi, dengan prinsip satu anggota, satu suara. Banyak KSP yang sehat menetapkan jasa simpanan/deposito tidak lebih dari 11-15 persen per tahun bagi anggota, sedangkan bagi calon anggota sedikit lebih rendah, yaitu 8-10 persen. Sementara itu, untuk jasa pinjaman rata-rata 1,5-2 persen bagi anggota, dan 2,5-3 persen bagi calon anggota per bulan. Pada setiap akhir tahun (tutup buku), anggota diberi dividen atau surplus hasil usaha, yang jumlahnya sesuai dengan jumlah transaksinya dengan koperasi, baik dalam menyimpan maupun meminjam (biasa disebut dengan istilah patronage refund).

Inilah KSP sejati, yang membedakannya dengan koperasi sesat, yang berpraktek bagaikan bank gelap. Sayang, belum ada data yang valid untuk mengetahui berapa banyak koperasi (khususnya KSP) yang tergolong sehat, dan berapa yang tidak sehat, termasuk koperasi yang sesat. Tapi, yang jelas, terdapat puluhan ribu KSP, dari jumlah seluruh koperasi, yaitu 180 ribu unit. Pada 2005, tercatat ada 38.062 KSP, tanpa menyebutkan kualitas koperasinya. Di antara puluhan ribu KSP, ada Koperasi Kredit--salah satu KSP yang tergolong sehat-–yang pada 2011 jumlahnya sekitar 930 unit dengan anggota 1.808.755 orang. Koperasi yang hanya melayani anggotanya melalui proses pendidikan tersebut saat ini telah mempunyai aset Rp 12,8 triliun, simpanan Rp 11 triliun, dan pinjaman yang beredar Rp 9,7 triliun.

Menurut Sularso (2010), seorang pengamat koperasi, maraknya koperasi yang banyak di antaranya berperilaku sesat ini tidak terlepas dari mudahnya persyaratan dalam mendirikan koperasi dan pengawasan yang kelewat longgar. Berbeda dengan jasa keuangan perbankan, yang memiliki sistem pengawasan yang jelas dengan pengawas yang kompeten. Setiap bank secara teratur dapat dinilai kesehatannya. Pengelolanya juga diuji melalui proses fit and proper test. Kondisi keuangannya dinilai capital adequacy ratio-nya dan non-performing loan-nya. Pelanggaran dapat berakibat diberlakukannya sanksi yang bisa berujung pada pembekuan operasional bank. Kementerian Koperasi dan UKM serta dinas-dinas koperasi dan UKM di daerah tidak memiliki instrumen seperti ini, sehingga berakibat banyak KSP berbuat semau gue, termasuk menjadi koperasi sesat. Bahkan kini telah banyak terjadi jual-beli badan hukum koperasi (khususnya KSP), untuk apa lagi jika bukan untuk dimanipulasi sebagai barang dagangan dalam bentuk koperasi sesat. ●

1 komentar:

  1. Blog yg sangat bermanfaat dan aku tunggu artikel update lainnya salam hormat dari kami pengrajin jaket broockleather

    BalasHapus